Diduga Ada Aliran Gaji ‘Siluman’, SBSI Minta DLH Diaudit

- Jumat, 17 Januari 2020 | 14:25 WIB
AKSI DAMAI: SBSI bersama pekerja kebersihan menyambangi kantor Bupati Bulungan untuk menyampaikan aspirasi.
AKSI DAMAI: SBSI bersama pekerja kebersihan menyambangi kantor Bupati Bulungan untuk menyampaikan aspirasi.

TANJUNG SELOR - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kabupaten Bulungan kembali menyuarakan aspirasi para pekerja kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH)  Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Bulungan. Setidaknya ada enam poin tuntutan yang disuarakan di halaman kantor Bupati Bulungan, Kamis (16/1).

Dari pantauan awak media di lapangan, ratusan massa sudah mulai memadati halaman kantor bupati sejak pukul 09.00 WITA dan disambut oleh petugas kepolisian dan Satpol PP yang melakukan penjagaan. Setelah beberapa menit menyuarakan aspirasi perwakilan SBSI kemudian diperkenankan untuk masuk ke dalam ruangan rapat membahas apa yang menjadi permasalahan.

Ketua DPC SBSI Bulungan,  Agustinus menyampaikan bahwa ada enam poin yang menjadi tuntutan hari ini, salah satunya menutut tunjangan hari raya (THR) pekerja yang tidak diberikan sejak tahun 2017 silam. Dan ada beberapa poin dari tuntutan itu yang akan dibahas lebih lanjut secara teknis.

“Kami juga meminta agar pembicaraan itu dihadiri oleh pihak Disnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) Bulungan. Karena tanpa mereka kami juga tidak bisa apa-apa. Apalagi yang hadir sekarang ini kebanyakan dari teknis KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata),” ungkap Agustinus, Kamis (16/1).

Sehingga tidak begitu memahami, dan akhirnya membuat perjanjian kerja berdasarkan Peraturan Daerah (Perda). Kalau SBSI tetap berpedoman pada Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Apakah itu masuk di dalam hubungan industrial. Iya, karena tenaga kejar di DLH dan DPRKP itu masuk di dalam golongan hubungan industrial. Jadi antara hubungan industrial dengan industri berbeda, karena industri itu mencari keuntungan berdasarkan pemahaman mereka dari teknis Pemda, dan kami sudah sanggah,” sebutnya.

Kemudian apa pun bentuknya, SBSI tetap berpedoman pada UU 13 Tahun 2003. Tidak ada yang bisa mengalahkan UU itu di bidang ketenagakerjaan. Jika ada yang lebih rendah dan itu yang dipakai maka batal demi hukum, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi karena kontrak kerja. Dan dinilai itu juga merugikan pekerja. Oleh karena itu pihaknya meminta agar ketiga pekerja yang di PHK itu dipekerjakan kembali.

“Kalau masalah THR sebenarnya sudah berulang kali kami minta, dan itu juga wajib hukumnya untuk dibayarkan, dan dasar hukumnya juga sudah jelas, dan tahun 2019 THR  belum juga diberikan. Jadi kami menuntut agar THR itu segera diberikan,” tegasnya.

Memang sempat ada statement (pernyataan) bahwa THR akan diberikan. Tetapi pihaknya menolak pemberian THR dalam bentuk natura (imbalan berupa barang). Sebab, jika sesaui aturan yang ada pembayaran THR itu dalam bentuk uang bukan natura. Menyoal upah pekerja, Agustinus mengatakan, ketika kontrak kerja ditandatangani maka wajib untuk diberikan sesuai dengan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Artinya, penetapan UMK itu tidak boleh kurang dari ketetapan kebutuhan hidup layak (KHL).

“Ketiak dikurangi dari KHL maka  kebutuhan pekerja yang tidak dapat terakomodasi, dan pekerja harus berhutang untuk mencukupi kehidupannya. Dalam setiap bulan dia akan terlilit hutang dan akan jatuh ke dalam lubang. Lubang itu namanya lubang kemiskinan, jika hal itu terjadi maka saya hari beranggapan bahwa pemerintah kita gagal total untuk melindungi tenaga kerjanya,” ujarnya.

Dalam hal ini Agustinus juga menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan gagal. Kenapa? Karena pekerja yang menyampaikan aspirasi kemarin merupakan pekerja yang berkerja di instansi pemerintah.

“Selama ini mereka beranggapan bahwa yang pekerja di instansi pemerintah ini adalah non PNS. Berarti mereka beranggapan pekerja ini sama dengan tenaga honorer. Padahal yang dipekerjakan ini tidak ada honorer. Artinya memang pekerja yang wajib bekerja selama 7 jam sehari sesuai UU nomor 13 dan wajib UMK,” sebutnya.

Berdasarkan data yang ada, upah yang diterima petugas kebersihan ini sebesar Rp 2.400.000. Nilai itu masih jauh dari UMK 2019 sebesar 2.800.000. artinya ada kekurang sebesar Rp 400 ribu.

“Jadi sesuai apa yang sudah disampaikan oleh Kepala Disnakertrans  Bulungan bahwa ketika UMK itu sudah di teken oleh bupati maka tidak ada lagi toleransi UMK itu tidak dibayar sesuai UMK. Wajib untuk mendapatkan upah sesuai UMK,” tegasnya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X