Begini Perjuangan Melestarikan Jantung Hutan Borneo

- Jumat, 10 Januari 2020 | 13:27 WIB
Warga beristirahat di salah satu jantur di Malinau.
Warga beristirahat di salah satu jantur di Malinau.

Sempat mengikuti equator prize 2019, dalam ajang bergengsi United Nations Development Programs (UNDP), Kecamatan Malinau Selatan Hilir, tepatnya Desa Wisata Setulang direkomendasikan kembali unjuk kelestarian hutannya di equator prize 2020.

 

LISAWAN YOSEPH LOBO

DI tengah maraknya pembukaan lahan baru, suku Uma’ Lung bersikeras menjaga ribuan hektare hutan di Desa Wisata Setulang, Kecamatan Malinau Selatan Hilir, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara).

Berkat kegigihan dan kekompakan warga setempat, tidak tanggung-tanggung, 2020 ini direkomendasikan kembali oleh United Nations Development Programs (UNDP), atau Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengikuti ajang bergengsi antar komuntias suku adat di belahan dunia.

Di 2019 lalu, Desa Wisata Setulang ini sempat mengikuti equator prize 2019. Meski belum membuahkan hasil yang manis, justru kabar membanggakan kembali datang di 2020 ini. Provinsi Kaltara patut berbangga dengan Desa Wisata Setulang, Malinau, yang direkomendasikan langsung oleh UNDP kembali berpartisipasi dalam ajang equator prize 2020.

Bukan tanpa alasan. Tidak hanya kondisi alamnya yang mendukung. Flora dan fauna di dalam hutannya ini dipagari ketat oleh hukum adatnya. Yang dinilai sangat cocok dengan tema equator prize 2020, tentang ekosistem alam.

“Tentunya ini kabar baik bagi kita, karena direkomendasikan untuk ikut kegiatan tersebut di 2020 ini. Karena tema 2020 ini lebih cocok dengan Desa Setulang, karena benar-benar kembali ke alam,” kata Eka Setiawan, S.STP., M.Si, selaku Camat Malinau Selatan Hilir, kepada Radar Tarakan, Kamis (9/1).

Lantas, apa keistimewaan dari Desa Setulang ini? Konon, Kabupaten Malinau termasuk salah satu kabupaten konservasi di Indonesia yang dideklarasikan pada 14 tahun silam, tepatnya 5 Juli 2005. Wilayahnya ini ditetapkan sebagai kawasan hearth of Borneo alias Jantung Borneo.

Nah, salah satu wilayahnya yang memiliki kawasan hutan lindung atau Tane’ Olen adalah Desa Wisata Setulang ini. Hutan ini juga disebut hutan larangan, karena dilindungi hukum adat suku setempat. Luasnya sekitar 5.314 hektare. Di wilayah ini mayoritas didiami oleh suku Dayak Kenyah sub suku Uma’ Long.

Konon di hutan ini terdapat flora dan fauna, yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Yang menariknya, bentuk kepedulian dan upaya yang dilakukan suku Dayak Uma’ Long untuk melindungi dan melestarikan hutan tersebut.

Padahal sekarang ini, banyaknya tawaran untuk pembukaan lahan baru. Namun suku Uma’ Long teguh pada pendiriannya, dari turun temurun, sejak leluhurnya yang tidak ingin mengorbankan hutan.

Konon dari hutan ini lah yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Tidak tanggung-tanggung, suku Uma’ Long memberlakukan hukum adat pada Tane’ Olen demi menjunjung tinggi kelestarian flora dan fauna di dalam hutan tersebut. Menebang sebatang pohon pun tidak diperkenankan oleh masyarakat setempat, melalui hukum adat.

Alhasil, hingga sekarang ini Tane’ Olen masih menjadi hutan yang asri, beragam flora dan fauna di dalamnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB

Eks Ketua KPU Kaltara Bulat Maju Pilkada Bulungan

Jumat, 12 April 2024 | 11:00 WIB

Bupati Bulungan Ingatkan Keselamatan Penumpang

Kamis, 11 April 2024 | 16:33 WIB
X