“Target retribusi kita ini, khusus untuk yang pelayanan kepelabuhanan, itu disusun berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 2019,” ujar Imam kepada Radar Tarakan saat dikonfirmasi, Selasa (7/1).
Sementara, untuk saat ini pihaknya menarik retribusi di Pelabuhan Tengkayu I masih menggunakan tarif lama.
Tentu, hal ini akan memengaruhi capaian realisasi pada sektor retribusi yang sudah ditargetkan tahun ini. Dalam hal penundaan penerapan Perda 11/2019 itu, pihaknya juga meminta bukti tertulis sebagai pegangan untuk mengantisipasi munculnya permasalahan di belakang hari saat BPK melakukan pemeriksaan.
“Jadi berita acara hasil kesepakatan RDP yang dilakukan di DPRD Kaltara itu yang kami jadikan dasar nantinya saat ini dipertanyakan oleh BPK. Karena sesuai ketentuannya, begitu ditetapkan, perda itu harus sudah dijalankan,” jelasnya.
Adapun jika perda yang sudah disahkan itu tidak dijalankan, tentu akan menjadi pertanyaan dari BPK nantinya. Misalnya amanat perda itu tidak dijalankan selama 5 hari tanpa alasan atau dasar yang pasti, secara otomatis retribusi yang tidak ditarik sesuai amanat dari dasar hukum itu akan dihitung sebagai kerugian negara.
“Jadi, misalnya dalam sehari itu ada Rp 1 miliar yang tidak tertarik. Maka tinggal dikalikan 5 hari, sehingga jadi Rp 5 miliar. Nah, ini yang kami hindari sebenarnya makanya kami minta bukti tertulis sebagai pegangan,” jelasnya.