Satu dari Lima Anak Perempuan Alami Kekerasan

- Kamis, 5 Desember 2019 | 12:42 WIB

TANJUNG SELOR – Berdasarkan hasil survei prevalensi yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sebanyak 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan pernah mengalami kekerasan.

Itu diungkapkan Kepala Bagian Pengaduan Masyarakat Kementerian PP dan PA, Sudarmaji dalam paparannya beberapa waktu lalu di provinsi termuda di Indonesia ini yakni Kalimantan Utara (Kaltara).

Dikatakannya juga, maksud dari kekerasan terhadap perempuan yaitu setiap tindakan berdasarkan perbedaan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis secara sewenang-wenang. Baik yang terjadi di ranah publik ataupun kehidupan pribadi.

“Sedangkan yang dimaksud kekerasan terhadap anak. Yakni setiap perbuatan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual dan psikologis. Termasuk penelantaran dan perilaku buruk terhadap anak,” katanya dalam paparannya itu.

Mengenai data kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia berdasarkan Aplikasi Simfoni PPA. Dijelaskannya bahwa sempat terjadi tren kenaikan yang cukup signifikan. Yaitu pada tahun 2016 ke 2017, dari 12.605 jiwa naik menjadi 21.726 jiwa.

“Tren kenaikan itu pun ternyata masih berlanjut di tahun berikutnya yaitu 2018. Yang mana jumlah kekerasan perempuan dan anak menjadi 21.627 jiwa. Dan beruntung di tahun 2019 ini per September lalu menunjukkan tren penuruan. Jumlahnya masih di angka 12.401 jiwa,” jelasnya.

Untuk itu, agar dapat dengan benar memastikan bahwa kasus kekerasan perempuan dan anak trennya menurun. Maka, perlu dilakukan penjangkauan Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (Satgas PPA). Sehingga itu dapat membantu Kementerian PPPA dan Pusat Pelayanan Terpadu PPA dalam memberikan layanan lanjutan kepada perempuan dan anak yang mengalami permasalahan.

“Satgas PPA di tingkat pusat telah terbentuk dengan Keputusan Menteri Nomor 25 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak Tingkat Pusat,” ucapnya.

Dalam Keputusan Menteri itu pun dijelaskan tentang fungsi Satgas PPA. Salah satunya melakukan penjangkauan terhadap perempuan dan anak yang mengalami permasalahan. Selanjutnya, melakukan identifikasi kondisi dan layanan yang dibutuhkan. Melindungi perempuan dan anak di lokasi kejadian dari hal yang dapat membahayakan dirinya. Dan menempatkan atau mengungsikan perempuan dan anak yang mengalami permasalahan ke Unit Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT-PPA) atau lembaga lainnya.

“Selain itu, Satgas PPA ini pun dapat melakukan rujukan atau rekomendasi kepada Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak terdekat atau lembaga layanan lainnya untuk mendapatkan layanan lebih lanjut,” bebernya.

Akan tetapi, dikatakannya kembali, Satgas PPA dalam memberikan layanan harus sesuai dengan fungsinya dengan menempatkan standar layanan. Yaitu dengan menggunakan pendekatan yang beriorientasi. Misalnya, dengan melihat dan memastikan kondisi korban dengan sebenarnya sebelum memberikan layanan yang dibutuhkan. Pemberian bantuan darurat kepada korban dan pemberian rekomendasi untuk memberikan layanan lanjutan kepada korban.

“Namun tetap dalam memberikan bantuan harus memahami prinsip umum yang diberlakukan. Terdiri dari, Satgas PPA nondiskriminasi, hubungan setara dan menghormati, menjadi privasi dan kerahasiaan, memberi rasa aman dan nyaman, menghargai perbedaan individu, tidak menghakimi, menghormati pilihan dan keputusan korban sendiri dan menggunakan bahasa sederhana dan dapat dimengerti serta harus empati,” rincinya.

Di sisi lain, jika berdasarkan data Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak, Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltara sudah mengalami penurunan. Tercatat pada 2018, ada 242 kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun, pada 2019 hingga September ini menurun menjadi 135 kasus. 

Kepala DP3APK2KB Kaltara, Drs. Suryanata bahwa angka itu menurutnya berbanding terbalik dengan pencapaian nasional. Lantaran, secara nasional kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami peningkatan.

“Ada 2 kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, menurunnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengungkap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kedua, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltara memang mengalami penurunan,” katanya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X