Memiliki Dua Teknik Lukis, Kerap Hiasi Dinding Pameran

- Jumat, 29 November 2019 | 13:18 WIB

Dunia seni memang terkadang menuntut seseorang harus dapat belajar beradaptasi dengan perubahan. Tujuannya, agar potensi dalam diri seseorang itu tak hilang oleh waktu dan tetap terus ada. Seperti yang dirasakan salah seorang seniman di Kaltara ini.

 

RACHMAD RHOMADHANI

 

ADALAH seniman bernama lengkap Agung Eko Yulianto. Ia dalam hal ini harus sedikit mengubah tekniknya dalam berkarya. Yaitu dari menggunakan teknik cukil kayu atau woodcut yang digelutinya sejak di bangku perkulian, menjadi medium seni lukis di atas kain kanvas menggunakan bahan acrilik.

Namun, bukan berarti dengan beralihnya teknik yang digunakannya itu membuat surut akan hasil karya yang dihasilkan. Atau bahkan yang ditampilkan dalam berbagai ajang pameran.

Terbukti, sejak beberapa tahun terakhir, karya-karya seniman kelahiran Boyolali, 30 Juni 1989 tersebut, sering kali menghiasi dinding-dinding galeri hingga di tingkat nasional.

Mulai dari pameran bersama ART EDU CARE 2009  dan 2010 di Taman Budaya Jawa Tengah (TBS) Solo, Pameran Seni Grafis di Balai Soedjatmoko Solo (2010), Pameran Seni Grafis DHUAR CETHER di Universitas Negeri Jakarta (2010), Pameran Kelompok Grafis Berseri di Gedung Wayang Orang THR Sriwedari Solo (2010), Drawing Revolution Daging Tumbuh Jogja (2011), ARTJOG di Taman Budaya Yogyakarta (2011).

Tak sampai di situ, pada tahun 2015 lalu kemudian hijrah ke Kalimantan menjadi guru seni budaya di Kota Tarakan. Selama di Tarakan beberapa kali pun seniman yang akrab disapa Agung atau Eko terlibat dalam kegiatan kesenian dan pameran seni rupa seperti Pameran Besar Seni Rupa Epicentrum (PBSR) di Manado (2016), Arstropica di Palangkaraya (2018), Mural Kotaku di Selumit Pantai (2018), dan Pameran Besar Seni Rupa (PBSR) Kayuh Baimbai di Samarinda (2019).

“Terbaru itu pada acara Rupa-Rupa Kaltara yang diagendakan UPT Taman Budaya Kaltara. Kebetulan saat itu saya membuat lukisan berjudul Genocida di Borneo. Tentunya, dengan menggunakan bahan acrilik di atas kain kanvas,” ungkapnya dalam perbincarangan bersama penulis, Kamis (28/11).

Saat ditanya alasan apa yang membuatnya harus beralih dari teknik cukil kayu, ayah yang memiliki satu anak ini menjelaskan, alasannya itu agar dapat memiliki suatu pengalaman baru. Di samping memang untuk saat 2015 akhir itu diakuinya bahwa cukup sulit dalam mencari bahan media grafis. Mengingat, di tahun itu dirinya mulai bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Tarakan.

“Dulu sewaktu masih mengikuti Pendidikan Seni Rupa di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo bahan cukil kayu menjadi andalan. Tapi, tetap sembari membuat lukisan di medium bahan acrilik di kanvas. Nah, kebetulan sewaktu pindah ke Tarakan pun susah menemukan media grafisnya. Akhirnya, medium seni lukis menjadi solusinya hingga kini,” jelasnya.

Lanjutnya, jika mengenai durasi setiap membuat satu buah karya. Ia mengakui bahwa memang cukup beragam. Apalagi, posisinya sebagai abdi negara dan bertugas di SMP Negeri 1 Tarakan. Maka, selepas kerja menjadi pilihannya. Bahkan, ia pun sampai tidak tidur agar karya-karyanya dapat terselesaikan. Dan mengerjakannya saat libur bekerja.

“Dan itu pun tergantung dari mood saya. Jika saya tak mood, maka setiap karya bisa selesai hingga satu bulan lebih,” katanya.

Ditanya kembali mengenai alasannya masih terjun ke dunia seni dan berkarya, ia menjelaskan bahwa itu dikarenakan agar dapat menjaga kewarasannya. Karena menurutnya ekspresi/menyalurkan keresahan-keresahan dalam dirinya itu dapat melalui karya seni yang dibuatnya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X