Dari Bimbingan Perilaku hingga Keuangan

- Senin, 25 November 2019 | 12:59 WIB

Pemerintah pusat mewajibkan para calon pasangan yang hendak menikah memiliki sertifikat layak nikah. Rencananya aturan ini diterapkan pada 2020 mendatang, dan berlaku di seluruh Indonesia. Tidak terkecuali di Tarakan.

 

MENDENGAR informasi tersebut, Irma Damayanti (25) merasa dapat membebankan para calon pasangan yang akan menikah. Menurutnya, pernikahan merupakan niat yang baik, dan seharusnya dipermudah. Tetapi dengan adanya aturan yang wajib memiliki sertifikat layak menikah, ia menilai urusannya akan semakin ribet.

“Ribet. Kalau sebelumnya (saya dulu), yang terpenting sudah terdaftar di KUA (Kantor Urusan Agama). Kenapa harus diribetkan dengan punya sertifikat nikah?,” kata ibu dari satu anak ini.

Dari pengalamannya dalam mengurus proses pernikahan, aturan ini kemungkinan akan semakin menambah beban para calon pasangan. Mulai dari waktu, hingga biaya tambahan. Aturan ini pun dapat membuat calon pasangan merasa khawatir bila tidak mendapatkan sertifikat.

“Sudah ribet ngumpulin uang panaik (uang lamaran), masa diribetkan lagi dengan sertifikat,” katanya.

Perihal mendapatkan bimbingan pranikah, dia mengatakan saat mendaftar, petugas KUA setempat pun sudah memberikan bimbingan. Seperti pengalamannya 6 tahun lalu, sebelum menikah dia dibimbing di KUA. Mulai dari pengertian pernikahan, adab-adab pernikahan dan tanggung jawab sebagai pasangan suami istri.

“Banyak kok yang dijelaskan di KUA. Dulu enggak harus ada sertifikat baru diizinkan menikah. Sekarang orang mau menikah kok malah diribetkn lagi dengan urusan sertifikat,” lanjutnya.

Adanya sertifikat nikah ini bukanlah jaminan pasangan tidak akan bercerai. Cara mempertahankan pernikahan pun sudah disampaikan melalui bimbingan di KUA, tanpa harus memiliki sertifikat.

“Tidak ada yang bisa menjamin tentang perceraian. Biar ada sertifikat nikah, kalau tidak bisa mempertahankan rumah tangga, toh pasti akan bercerai juga. Jadi sertifikat bukan jaminan. Dari KUA juga ada dikasih buku nikah dan semuanya dijelaskan di KUA,” katanya.

Namun berbeda pula dengan pendapat Martha Harun, S.Farm, Apt. Meski belum menikah, ia merasa aturan ini tidak membuatnya merasa terbebani. Justru ia sangat setuju bila pasangan yang akan menikah wajib memegang sertifikat layak nikah.

Menurutnya, pernikahan merupakan janji suci di hadapan Sang Pencipta. Namun sangat disayangkan, banyak yang tidak dapat mempertahankan rumah tangganya.

Menghindari hal tersebut, pemahaman tentang pernikahan pun perlu ditanamkan lagi. Entah itu melalui bimbingan ataupun kelas pranikah. Kemudian diberi sertifikat layak nikah, sebagai pasangan yang sudah siap membangun bahtera rumah tangga.

“Saya sangat setuju. Karena yang kita tahu, di Indonesia ini banyak yang menikah, tapi mudah bercerai. Jadi dengan aturan ini, mengikuti proses dan mendapatkan bimbingan pranikah yang lebih mapan, kenapa enggak? Karena dengan mendapatkan bimbingan, dapat membentuk keluarga yang kekal,” kata wanita berusia 25 tahun ini.

Sejauh yang ia tahu, kemungkinan bimbingan-bimbingan yang diberikan sama saja seperti pasangan yang sudah menikah di tahun-tahun sebelumnya. Namun yang membedakan, dari sertifikat nikah.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X