Sementara Anny Susilowaty, S.Kom, M.H, lulusan terbaik pascasarjana UBT tahun ini berbagi kisah penelitiannya tentang hoaks. Anny, sapaannya mengupas tentang pandangan hukum terhadap beberapa kasus hoaks yang ditangani aparat penegak hukum.
“Kasus Ratna Sarumpaet dan beberapa kasus lain menjadi trigger (latar belakang) penelitian ini. Semua orang berharap UU ITE cukup, ternyata polisi tidak mengenakan UU ITE saja. Ada UU Nomor 1/1946. Saya penasaran, kenapa yang baru tak cukup menjerat pelakunya. Ternyata dalam penelitian saya, hoaks itu tak hanya dalam satu UU saja, ada UU lainnya,” ujar Anny yang juga menjabat sebagai komisaris Radar Tarakan.
Yang membuat ia yakin menuntaskan penelitian itu karena baru pertama kali di lingkungan UBT, dan akan dikembangkan lagi.
“Perjalanan panjang penelitian ini, saya pernah mengikuti workshop di Dewan Pers. Dari situ rekomendasinya, perlu lembaga yang clearing (penangkal) hoaks informasi yang beredar. Sampai koran pun kena hoaks. Ada yang mem-posting (unggah) di medsos, dengan sumber yang diada-adakan. Media klarifikasi harus ada. Seperti rubrik tertentu mengklarifikasi informasi tertentu,” tambahnya.
Dalam penelitian tentang hoaks itu juga Anny menemukan jenis hoaks yakni informasi lampau yang disajikan seolah-olah baru.
“Kalau hoaks itu meningkat saat pilkada. Berita atau informasi lampau itu termasuk hoaks. Misalnya berita penculikan anak tahun lalu, kemudian muncul lagi, biasanya motivasinya menakut-nakuti warga. Mengolah itu seolah-olah baru, maka itu termasuk hoaks,” singkatnya.