Kenaikan Hanya Berdampak pada Warga Mampu

- Selasa, 12 November 2019 | 13:59 WIB

TARAKAN - Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menimbulkan keluhan dari masyarakat. Kemarin (11/11), sejumlah mahasiswa menyampaikan aspirasi ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan dengan meminta pemerintah mencabut Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Menurut mereka, kenaikan membebani masyarakat.

Koordinator aliansi mahasiswa Risaldi Salva Putra mengatakan, kenaikan iuran jaminan kesehatan merupakan kebijakan yang membebani masyarakat. Mengingat kenaikan tersebut berlaku pada semua kelas layanan. Lanjutnya, saat ini masyarakat Indonesia dihadapkan pada pelbagai masalah kesejahteraan.

“Di saat masyarakat sedang kesulitan memenuhi segala kebutuhannya, hal ini diperparah dengan naiknya iuran jaminan kesehatan. Oleh karena itu kami sebagai mahasiswa menolak kenaikan BPJS, Perpres Nomor 75 Tahun 2019 dan kami meminta audit BPJS diperjelas, saat ini masyarakat tidak tahu anggaran itu dialihkan ke mana saja,” tutur Risaldi, kemarin (11/11).

Menurutnya, soal penerima bantuan iuran (PBI) yang dibayarkan pemerintah, beberapa ditemukan tak tepat sasaran. “Begini, jangankan yang sakit, yang sehat saja harus membayar. Karena kesehatan adalah hak segala bangsa, kenapa kita saat ini masih membayar iuran yang tinggi. Kami banyak contoh misalnya kami melihat banyaknya warga yang mampu tapi mendapatkan PBI. Sementara masih ada warga yang tidak mampu tidak mendapatkan jaminan PBI. Kami pikir sistem saat ini belum cukup baik,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Tarakan Yulius Dinandus mengungkapkan, ia mengakui masih terdapat sebagian masyarakat yang belum siap menerima kenaikan tersebut. Sehingga menurutnya, merupakan sebuah hal lumrah jika sebuah kebijakan menimbulkan tanggapan kontra.

“Saya kira sah-sah saja mahasiswa yang berkumpul dalam sebuah aliansi penolakan terhadap iuran kenaikan BPJS, kami sebagai upaya kami memfasilitasi mahasiswa. Kami mencoba menghadirkan BPJS dan memberikan penjelasan teknis tentang BPJS yang sesungguhnya memang saat ini masih ada masyarakat yang belum siap terhadap kenaikan hal tersebut. Perpres ini kan sebenarnya kan 2 hal yang diatur. Pertama kenaikannya, kedua teknisnya. Tapi yang kebanyakan disinggung ini teknisnya,” ujarnya.

“Secara pribadi, saya sangat setuju terhadap saran kelas 3 tidak dinaikkan. Tetapi memang yang kategori orang mampu itu wajib dinaikkan. Karena yang kaya wajib membantu yang tidak mampu. Memang dari sarana dan prasarana kita saat ini masih terdapat keterbatasan. Bisa dibayangkan bahwa seluruh pelayanan kesehatan di Kaltara ini semua merujuk ke Tarakan. Dengan membeludaknya peserta BPJS maka harus adanya tambahan fasilitas lagi sesuai adanya klasifikasi kelas dari pengguna BPJS itu,” tukasnya.

Ia menjelaskan, sejauh ini pihaknya belum menemukan adanya kasus penelantaran pasien yang disebabkan faktor pembayaran jaminan kesehatan.

“Ada beberapa data yang sudah kami pegang, kami mencoba sekali lagi memanggil beberapa pihak yang terkait, termasuk BPJS tentang keluhan-keluhan saat ini. Dan memang secara nyata ada masyarakat yang menyampaikan keluhan layanan kepada kami. Kalau ada penelantaran itu tindakan yang salah. Kalau memang ada seperti itu, maka itu bisa dilaporkan kepada saya, saya akan mendatangi rumah sakit tersebut. Kalau memang ada rumah sakit yang menelantarkan pasien dengan alasan pembayaran BPJS, maka rumah sakit itu bisa dicabut kepesertaannya dari pelayanan BPJS,” ujarnya.

 

PINDAH KELAS SETELAH KENAIKAN

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tarakan dr. Wahyudi Putra Pujianto mengatakan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 ini merupakan perbaikan sistemik program JKN-KIS. Kenaikan iuran BPJS, kata dia, untuk mengoptimalkan masyarakat mampu agar iuran yang didapatkan BPJS lebih banyak untuk dikelola. Sedang bagi masyarakat tidak mampu, dikatakan Wahyudi tidak akan terkena dampak, hanya masyarakat masih perlu banyak sosialisasi untuk memahami kenaikan iuran BPJS ini.

“Masyarakat lebih banyak panik duluan. Jadi enggak perlu bingung dulu, kalau mau nanya-nanya, ya langsung ke kantor BPJS terdekat. Tapi pada prinsipnya, kami lakukan ini untuk menyasar yang mampu, sedang yang tidak mampu, tidak terkena dampak,” tegasnya.

Wahyudi mengungkapkan bahwa kenaikan BPJS membuat banyak masyarakat yang turun kelas. Namun dirinya belum mengetahui angka pasti, sebab beberapa hari ini perubahan kelas meningkat. Pada dasarnya, yang membedakan setiap kelas BPJS ialah akomodasi.

Ada dua hal yang menjadi aspirasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan, yakni masalah antrean, salah satunya ialah di RSUD Tarakan. Melalui hal tersebut, BPJS akan melakukan terobosan agar masyarakat tidak lama mengantre ketika hendak berobat. Selain antrean, masyarakat juga menyinggung soal kelas.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X