TANJUNG SELOR - Nelayan kecil di sekitar wilayah Kabupaten Bulungan, dalam waktu dekat akan menggunakan bahan bakar gas (BBG). Sebelumnya, mereka menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.
Para (70),salah seorang nelayankecil asal Kecamatan Tanjung Palas Tengah saat ditemui penulis di sela-sela aktivitas kesehariannya, mengaku memang sudah cukup lama mengetahui wacana peralihan tersebut.
Bahkan, menurutnya mengenai peralihan itu dapat dikatakan jauh lebih baik. Mengingat, sejauh ini nelayan kecil dalam memperoleh BBM terbilang cukup sulit. Sehingga dengan munculnya wacana itu sejak beberapa tahun terakhir. Maka, tak ditampik sangat dinanti-nantikan bersama nelayan kecil lainnya.
“Soal peralihan BBM ke BBG itu bukan hal baru. Wacananya itu sudah lama. Syukurlah jika memang wacana itu bakal segera terealisasi,” kata pria perantauan asal Sulawesi ini.
Akan tetapi, tak ditampiknya, mengenai penggunaan bahan bakar yang terbilang sesuatu yang baru. Menurutnya pemerintah sejak dini memberikan metode pelatihannya dahulu. Tujuannya, agar nantinya tak sampai terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan oleh para nelayan kecil saat mencari hasil laut dan menafkahi keluarga.
“Perlakuan gas dan minyak ini beda. Ya, jadi perlu ada sosialisasi dahulu tentang bagaimana menggunakan mesin berbahan bakar gas dengan baik dan benar,” pintanya.
Di sisi lain, beralihnya menjadi bahan bakar gas memang itu bagi sebagian nelayan kecil sangat menakutkan. Termasuk, dirinya sekalipun yang sudah puluhan tahun menjadi seorang nelayan di kampung orang ini.
“Mengapa muncul rasa takut dari nelayan? Ya, karena bisa saja gas itu meledak saat digunakan dengan metode yang salah. Untuk itulah, perlu adanya pembelajaran terlebih dahulu,” ungkapnya.
Apalagi, nelayan kecil ini yang kerap kali merokok. Tentunya, secara tak langsung ini cukup berbahaya bagi mereka. Oleh karenanya, memang perlu ada penjelasan dari pemerintah mengenai apa saja hal yang dianjurkan dan dilarang dalam menggunakan mesin ketinting berbahan bakar gas nantinya.
“Sekali lagi, ini demi keselamatan para nelayan kecil nantinya. Jangan sampai program itu justru memberikan dampak negatif,” tuturnya.
Meski, dikatakannya juga, beralihnya ke gas ini memang dari tujuan awal pemerintah lainnya. Yakni berupaya agar pengeluaran biaya bahan bakar dari para nelayan kecil ini lebih hemat. Mengingat, perbandingan antara ke duanya memang terbilang cukup signifikan.
“Meski saya tak tahu persis. Tapi, setidaknya dari gas elpiji ini dapat digunakan normalnya tiga hari. Berbeda halnya bahan bakar minta, hanya satu hingga dua hari,” ucapnya.
“Tapi, ini dari informasi yang saya dapatkan dari nelayan kecil lain, karena saya pun tidak tahu nanti di lapangan seperti apa dan bagaimana,” timpalnya.
Tak hanya itu, ketakutan lainnya yang menurutnya menghantui nelayan kecil. Andaikan nanti dalam perjalanan mencari ikan dan lainnya dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Dan ternyata isi gas dalam tabung elpiji itu ludes. Maka, itu akan cukup sulit mencarinya selain di depo atau pengecer.
“Kenapa hal seperti ini pun sampai terlintas dipikiran? Ya, karena mungkin bagi sebagain nelayan kecil tak mengetahui tentang kapan waktu gas itu habis. Tapi, mudah-mudahanlah itu tak sampai terjadi,” harapnya.
Senada dikatakan Darmansyah (47), nelayan kecil lainnya yang ada di Tanjung Palas, menurutnya peralihan itu memang menjadi kabar baik bagi para nelayan kecil. Asal, dalam penyalurannya nanti dapat dengan benar terhadap para nelayan yang benar-benar berprofesi sebagai nelayan kecil.
“Tapi, kami percayakan terhadap pemerintah. Jelasnya, wacana itu cukup baik bagi nelayan kecil,” ucapnya.
Ditanya apakah sama ada rasa ketakutan tersendiri dalam penggunaan mesin berbahan bakar gas? Dirinya pun tak menampiknya bahwa sesuatu yang baru itu memang harus ada penyesuaiannya dahulu. Tentu, jika tak dapat menyesuaikan akan berdampak pada dirinya sendiri.
“Rasa takut itu ada, tapi mungkin pelan-pelan dengan beradaptasi dapat membuat rasa takut itu hilang,” katanya.
Dikatakannya juga, dirinya pun mengaku ada rasa penasaran. Utamanya pada informasi yang menyatakan BBG lebih hemat dari BBM. Oleh karenanya, dirinya tak sabar pemerintah dapat segera menyalurkan akan bantuan itu kepada para nelayan kecil di Bumi Tenguyun ini.
“Kalau memang itu benar. Ya, jelas itu sangat menguntungkan para nelayan kecil. Tapi, mudahan itu benar adanya seperti apa yang diceritakan nelayan kecil lainnya di beberapa daerah di Indonesia yang sebelumnya sudah mendapatkannya,” ungkapnya mengakhiri.
Sebelumnya Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI melakukan terobosan baru dalam mengganti BBM menjadi BBG. Itu berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 tahun 2015 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Untuk Kapal Perikanan Bagi Nelayan Kecil. Yakni dengan konverter kit BBM ke BBG (bahan bakar gas). Artinya, nelayan kecil tak lagi menggunakan bensin melainkan liquified petroleum gas (LPG).
Di Bulungan, sejak perpres itu ada. Diketahui, baru tahun ini dipastikan metode konverter kit itu akan berlaku. Ini setelah melalui proses pengajuan cukup lama. Tepatnya sejak dua tahun lalu diajukan oleh Dinas Perikanan Bulungan.
“Konverter kit BBM ke BBG itu memang baru tahun ini akan berlaku ke nelayan kecil di Bulungan. Ya, karena memang setiap tahunnya silih berganti daerah yang akan diberikan program tersebut,” ungkap Ir. Masri selaku Kepala Dinas Perikanan Bulungan.
Lanjutnya, mengenai kriteria nelayan yang mendapatkan paket konverter kit BBM ke BBG sesuai Perpres Nomor 126 tahun 2015. Menurutnya yaitu mereka yang memiliki kapal ukuran di bawah 5 Gross Tonnage (GT), berbahan bakar bensin atau solar dan memiliki daya mesin di bawah 13 horse power (HP). Kemudian, nelayan kecil yang memiliki kartu pelaku usaha kelautan dan perikanan (Kusuka).
“Di Bulungan sekitar 758 nelayan yang akan menerima konverter kit BBM ke BBG ini. Rincinya, nelayan kecil yang ada di Tanjung Palas, Tanjung Palas Tengah, Tanjung Selor dan Bunyu,” jelasnya. (omg/eza)