Tarik Ulur UMK di Tarakan, Pekerja dan Perusahaan Tak Pernah Sepakat

- Senin, 11 November 2019 | 11:42 WIB

TARAKAN – Kenaikan upah minimum kota (UMK) selalu saja menjadi polemik, khususnya bagi perusahaan. Namun lain halnya dengan pekerja, sangat mengharapkan kenaikan UMK sesuai dengan peraturan yang ada demi menutupi kebutuhan hidup.

Acuan kenaikan UMK untuk tahun depan juga didasari angka inflasi nasional. Khusus di Kota Tarakan, tahun ini harus mengalami deflasi selama empat bulan terakhir. Namun, kenaikan UMK tetap harus dilaksanakan di 2020 mendatang.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tarakan, Imam Sudarmaji mengatakan, inflasi terjadi karena adanya keseimbangan permintaan dan ketersediaan komoditas yang tidak berimbang. Seperti halnya pelaksanaan hari raya yang cenderung menyebabkan terjadinya peningkatan inflasi.

“Tapi tahun ini normal-normal saja. Kalau pas momen hari raya, biasanya naik. Tapi akhir tahun biasanya naik, ya begitu terus karakter inflasi di Tarakan,” ungkapnya.

Untuk diketahui, inflasi Kota Tarakan hingga kini masih bisa terkendali, bahkan dari Januari hingga Oktober 2019 ini justru terjadi deflasi sebesar 0,25 persen. “Tapi, untuk perhitungan UMK menurut perhitungan PP 78 tahun 2015 disebutkan bahwa naik tidaknya UMK tergantung dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara nasional dan bukan daerah,” tuturnya.

Dijelaskan Imam, secara nasional kenaikan UMK telah ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja bahwa berdasarkan angka BPS, kenaikan inflasi mencapai 8,51 persen. Untuk itu, jika berdasarkan PP, Imam menyatakan bahwa UMK di Kota Tarakan sudah seharusnya meningkat. “Dalam menentukan UMK ini berdasarkan PP 78, tapi harusnya ada dialog antara pengusaha dengan buruh,” jelasnya.

Imam mengungkapkan, jika UMK mengalami kenaikan, maka inflasi masih dapat dikendalikan, namun hal ini bergantung pada jumlah permintaan. Sebab jika UMK naik, maka beum tentu terjadi kenaikan inflasi, sebab ini bergantung pada pemerintah yang mampu mengendalikan harga konsumen.

Oktober 2019 lalu, Kota Tarakan mengalami deflasi yang keempat di 2019 ini terhitung sejak Juli, Agustus, September dan Oktober 2019. Namun diprediksi, pada Desember 2019 akan terjadi inflasi karena disebabkan oleh perayaan Natal dan Tahun Baru 2020.

“Deflasi kemarin (Oktober, Red) mencapai 0,6 persen. Itu terjadi karena banyaknya barang makanan yang menurun harganya seperti daging ayam dan sebagainya, tapi bisa jadi bulan depan naik lagi,” jelasnya.

 

Terkait kenaikan UMK tahun depan, dijelaskan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Buruh Indonesia (FBI) Kalimantan Utara (Kaltara), Haposan Situmorang, kenaikan UMK ini jelas mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

“Dalam setiap tahunnya mungkin bergejolak, yaitu pertumbuhan ekonomi. Naiknya harga-harga sembako dan pemerintah tidak memperhatikan aspek kehidupan masyarakat yang sama,” jelasnya kepada Radar Kaltara.

Menurutnya, sudah sewajarnya pemerintah menegaskan agar perusahaan-perusahaan mengikuti peraturan dan mekanisme sesuai aturan. Namun sangat disayangkannya, ada saja perusahaan yang tidak mengindahkan peraturan ini.

“Namun di lapangan, cenderung perusahaan tidak melaksanakan. Mereka (perusahaan, Red) berbuat semaunya, karena tidak adanya serikat yang mengakomodir di dalam. Justru kami masuk dan telusuri, masih ada perusahaan yang bermain terhadap karyawannya,” bebernya.

Lantas apakah sejauh ini perusahaan sudah menyejahterakan pekerjanya? Dia berterus terang, masih jauh dari kata sejahtera. Kembali lagi ke aturan pokok atau PP 78/2015 itu, masih ada perusahaan yang tidak menerapkannya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X