Regenerasi, LABT Gelar Lomba Karangan dan Pantun

- Sabtu, 2 November 2019 | 20:22 WIB

MALINAU - Melalui acara Imbaya Ulun Tidung 2019, Lembaga Adat Besar Tidung (LABT) Kabupaten Malinau mempunyai niat mulia untuk melestarikan berbagai kegiatan adat, seni dan budaya Tidung. 

Seperti, lomba karangan dan pantun. Lomba ini digelar agar ada regenerasi untuk terus melestarikan adat, seni dan budaya.

“Pembaca karangan itu hampir tidak ada. Selama ini kan yang membaca karangan itu saya. Di mana-mana kegiatan, tetap saya. Jadi, jangan sampai nanti orang berpaku pada satu orang, nah regenerasi ini sangat penting sekali,” ujar Ketua Umum LABT Kabupaten Malinau Drs. H. Edy Marwan, M.Si.

Dikatakan H. Edy Marwan, seperti halnya pantun juga merupakan budaya orang Tidung yang sudah dikembangkan dari dahulu sampai sekarang. Akan tetapi banyak sekali anak muda lupa itu. Demikian juga membaca karangan yang merupakan budaya Tidung.

“Ada satu (seni dan budaya) juga sebenarnya, yaitu sadiwa, sadiwa itu seperti mirip madihin (seni dan budaya Banjar). Itu sama sekali sudah tidak ada yang bisa. Saya bisa main itu,” ungkap pria yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malinau ini.

Dengan dilaksanakannya lomba karangan dan pantun ini, sebagai Ketua LABT, lembaga adat yang ia pimpin ingin adanya regenerasi yang membaca karangan, bukan pada satu orang saja. Demikian juga pantun akan pihaknya lestarikan, karena itu merupakan hasanah budaya bangsa.

Dijelaskan H. Edy Marwan yang punya singkatan nama HEM ini, karangan merupakan suatu pemikiran dari orang-orang tua yang dituangkan dalam bentuk-bentuk syair. Orang tua yang pandai membuat karangan tersebut akan membuat karangan dari sudut kegiatan. 

“Nah itu (karangan) mengingatkan kepada kita, makanya dia banyak nasihat-nasihat yang dimunculkan di sana. Di samping nasihat, mengingatkan, ada juga pujian-pujian,” urainya.

Pujian-pujian dalam karangan tersebut, tegasnya, bukan sebuah rekayasa kepada orang yang disebut namanya. Tapi itu berdasarkan kenyataan apa yang telah dilakukan dan diperbuat orang yang dipuji. Pujian tersebut juga tidak mengharapkan sesuatu dari orang yang dipuji.  “Kita tulus memuji orang itu lewat syair-syair karangan,” tegasnya seraya mengatakan bahwa karangan itu merupakan pujian dan sebuah nasihat.

Karangan, lanjutnya, biasanya ditampilkan pada acara perkawinan, upacara adat, dan seperti pelaksanaan acara Imbaya Ulun Tidung yang pihaknya laksanakan saat ini dan termasuk untuk penyambutan tamu. 

“Jadi jangan sampai ada menyalahartikan ketika kita memuji. Misalnya kita memuji Bupati, seakan direkayasa, tidak. Itu sesuai dengan kenyataan. Kalau kami puji Bupati begini, sesuai kenyataan. Bukan rekayasa. Sesuai kenyataan yang ada,” tegasnya lagi.

Sama seperti halnya dengan gelar yang diberikan kepada Bupati Malinau Dr. Yansen TP, M.Si sebagai Bapak Pelopor Pembangunan Adat dan Budaya Kabupaten Malinau yang dianugerahkan pada pembukaan Imbaya Ulun Tidung beberapa hari lalu. Itu, menurut H. Edy, tidak sembarang dikasih, tapi berdasarkan pemikiran dan keputusan bersama para tokoh.

“Itu (pemberian gelar kepada Bupati) luar biasa, merinding saya. Itu seperti saya dicubit ketika tidur malam. Setelah itu saya panggil orang-orang tua, ini muncul dari ide ketika saya terbangun. Orang tua langsung menyambut ini luar biasa. Memang harus. Kalau bukan kita, siapa lagi. Kita wajib menghargai beliau. Selama kepemimpinan beliau, adat budaya ini sudah naik,” tukasnya. (ags/adv/har)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB
X