Menag Seharusnya Menyejukkan

- Sabtu, 2 November 2019 | 11:17 WIB

TARAKAN - Adanya wacana pelarangan cadar pada kalangan aparatur sipil negara (ASN) saat berdinas oleh Menteri Agama (Menag) Jenderal (Purn) Fachrul Razi menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat Indonesia. Tidak terkecuali masyarakat perbatasan, khususnya Kota Tarakan.

Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tarakan Syamsi Sarman menilai pernyataan Menag seharusnya tidak diungkapkan ke publik. Meski hal tersebut merupakan wacana, namun perlu pertimbangan yang matang agar tidak memicu perpecahan di kalangan umat beragama.

Menurutnya cadar atau nikab sebatas cara berpakaian. Cadar menurut mazhab tertentu adalah wajib sebagai perintah agama. Walaupun, kata dia, memang sejumlah ulama berbeda pendapat memandang hal ini. “Pun dalam memandang celana cingkrang. Ada yang memandang merupakan hal yang wajib, ada yang berpendapat celana cingkrang adalah sunnah. Saya kira dengan kondisi perbedaan-perbedaan ini Menag mengkaji dulu, melihat masalah ini. Saya tidak mengatakan setuju atau tidak setuju, tapi sebaiknya harus dikaji lagi lebih dalam dan pengkajian itu sebaiknya melibatkan ahli agama,” ujar Syamsi, kemarin (1/11).

Meski wacana pelarangan ini didasari atas aspek keamanan, namun hal tersebut tentunya melibatkan pendapat pemuka agama agar nantinya bisa diterima oleh publik. Selain itu, menurutnya meski nantinya diterapkan, pemerintah dapat menyampaikan argumen yang menyejukkan.

“Cadar ini kan wajahnya tidak kelihatan dalam artian sulit dikenali sehingga hal itu dikaitkan dengan penikaman mantan Menkopolhukam Bapak Wiranto (aksi teror). Jadi hal ini kan masih didasari dari aspek keamanan. Mari kita kaji untuk melihat aspek lainnya. Mungkin kita perlu melibatkan ahli-ahli agama dan ahli agama itu juga kalau bisa dari berbagai kelompok keagamaan. Sehingga kalau nanti ada keputusan, keputusan itu menyejukkan semua pihak lah,” ujar mantan wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tarakan ini.

Syamsi juga mengatakan MUI pusat juga telah meminta pengkajian lebih dalam dengan melibatkan tokoh agama agar dapat memberikan masukan secara hukum.

“Walau bagaimana pun, cadar itu masuk dalam kategori pakaian tapi berkaitan dengan keyakinan seseorang. Ada kelompok ormas yang membolehkan, artinya tidak wajib dan tidak melarang. Adapula ormas yang menganggap hal tersebut wajib, adapula ormas yang menganggap itu tidak wajib. Jadi dari ormas Islam sendiri, paham keagamaannya berbeda-beda, sehingga kami mengharapkan kalau usulan itu akan diterapkan, maka sebaiknya melalui pengkajian,” tambahnya.

Seharusnya, Menag tak membuat hal kontroversial di awal masa jabatan.

“Apalagi Menag kan masih baru dalam menjalankan amanah dari Presiden Bapak Jokowi. Sebaiknya jangan membuat hal-hal yang dianggap kontroversial. Cobalah mengajak duduk pemuka agama seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan organisasi lainnya sebelum mewacanakan kebijakan itu. Tidak gegabah dalam mengambil keputusan, karena itu bisa menimbulkan perpecahan,” imbuhnya.

Mengenai celana cingkrang atau di atas mata kaki, ia berpendapat jika kerapian merupakan hal yang relatif. Sehingga menurutnya, hal tersebut tidak dapat dinilai hanya dengan melihat satu sisi saja.

“Kalau pribadi saya, celana cingkrang sama sekali tidak menganggu. Justru kalau celananya sampai ke tanah itu justru mengganggu menurut saya. Tentunya kalau dia bekerja di bidang kesehatan itu tidak sehat karena kain celana yang terseret di lantai bisa menyeret kuman dan bakteri. Jadi kalau kita berbicara kenyamanan, keindahan dan kerapian itu relatif,” tukasnya.

“Keputusan Menteri (Menag) tidak akan berdampak pada yang memakai cadar, karena yang memakai tidak banyak. Tapi hal ini akan berdampak pada psikologis umat Islam, kenapa sih urusan pakaian juga diatur Pak Menteri? Jadi ini lebih kepada psikologis kita yang menyikapi aturan itu,” tambahnya lagi.

Psikolog Fanny Sumanjouw, S.Psi, PSI, menjelaskan pakaian dengan cadar sama sekali tidak menimbulkan keresahan. Menurutnya hal tersebut hanya merupakan kenyamanan setiap pribadi masing-masing.

“Dari sisi psikologi menurut saya hal ini tidak menimbulkan keresahan sama sekali. Karena ini merupakan hal pribadi yah, secara pribadi saya banyak menerima pasien bercadar. Sehingga menurut saya ini bukanlah hal yang aneh. Meski memang agak sulit membaca ekspresi, khususnya saat menerima pasien, tapi hal itu bisa diatasi dengan melihat mimik dari anggota tubuh lainnya. Sejauh ini, pakaian dengan cadar tidak benar dapat menimbulkan ketidaknyamanan, karena di Indonesia sudah sangat umum,” singkatnya.

 

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pelayanan Pelabuhan di Tarakan Disoroti

Sabtu, 27 April 2024 | 08:55 WIB

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB
X