TANJUNG SELOR – Pekan depan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Utara (Kaltara) akan bertemu dengan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI di Jakarta.
Dalam pertemuan itu, ada beberapa poin permasalahan perikanan di Kaltara yang akan disampaikan kepada KKP. Kepala DKP Kaltara, H. Amir Bakry mengatakan, permasalahan pertama yang akan disampaikan kepada KKP yakni, pergantian pukat hela (trawl). Karena sampai saat nelayan di Kaltara masih menggunakan pukat hela. Sesuai aturan, hal itu sudah tidak diperbolehkan.
“Pekan depan kita diundang KKP di Jakarta. Nah, pada pertemuan itu kita berharap kementerian yang baru ini bisa mengganti pukat hela itu,” kata Amir kepada Radar Kaltara saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (29/10).
Kebijakan larangan menggunakan pukat hela itu dari kementerian, sehingga kebijakan untuk penganggaran pergantian itu harus dari kementerian. Kalau dari keuangan daerah tentu hal itu akan sulit untuk terealisasi.
“Jadi hal itu yang akan kita sampaikan kepada KKP dalam pertemuan itu,” sebutnya.
Permasalahan kedua, rumput laut. Salah satu produksi rumput laut terbesar di Indonesia ada di Kaltara, jadi diharapkan dari KKP bisa membangun industri rumput laut.
“Bapak Menteri, Edhy Prabowo ini menggalakkan ekspor, jadi bagaimana supaya rumput laut di Kaltara ini dibuatkan industri, jangan kita hanya mengirim bahan baku saja,” bebernya.
Di Kaltara, kata Amri, menjadi salah salah satu daerah dengan penghasil rumput laut sepanjang tahun. Kalau di daerah lain ada yang empat hingga enam bulan.
“Rumput laut ini juga bisa mengurangi angka pengangguran serta mengangkat ekonomi masyarakat pesisir, karena rumput laut ini tidak memerlukan pendidikan dan keterampilan khusus. Bahkan tidak memerlukan modal banyak,” sebutnya.
Ketiga permasalahan tambak. Di Kaltara ini merupakan wilayah dengan tambak terluas di Indonesia mencapai 100,49 hektare. Namun, produksinya paling rendah. Nah, pihaknya berharap ada kebijakan dari KKP agar dibuatkan laboratorium. Hal itu untuk memperbaiki produksi tambak yang ada di Kaltara.
“Luasan tambak dengan kondisi tanah itu harus ada kajian khusus,” bebernya.
Dijelaskan, yang mengerakkan ekonomi Kaltara di luar minyak dan gas (migas) adalah sektor perikanan. Bahkan yang bergerak di sektor perikanan itu merupakan masyarakat asli Kaltara. Kalau sektor perkebunan dan pertambangan yang mengerakkan perusahaan.
“Tapi kalau sektor perikanan, mulai dari nelayan maupun petambak orang Kaltara semua,” pungkasnya. (*/jai/zia)