Salah satu universitas terbesar di Kalimantan itu membuka harapan dan mimpinya untuk melihat dunia yang lebih luas dari sebelumnya. “Diterimanya saya masuk universitas itu akhirnya membuat saya semakin bersemangat. Karena terus terang waktu itu, kami anak Tarakan jangankan sekolah di luar daerah, berangkat keluar Tarakan saja saya tidak pernah,” tukasnya.
Meski telah mendapatkan beasiswa, namun masalah baru hadir ketika hendak berangkat menempuh kuliah. Lagi-lagi biaya keberangkatan. Meski demikian, dengan tekad yang kuat para keluarga saling membantu mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk masa depan Yahya. Alhasil, dengan bersusah payah ia akhirnya dapat mengumpulkan biaya tersebut.
“Saya melihat kesempatan besar, karena tidak semua orang mampu lolos mendapatkan beasiswa ini. Setelah berdiskusi dengan orang tua akhirnya keluarga saya bahu-membahu membantu membiayai tiket saya ke sana,” kenangnya haru.
Setelah menempuh pendidikan 1 tahun, akhirnya ia mencari pekerjaan untuk mencukupi biaya hidupnya di Kalimantan Selatan. Dengan gaji yang ia terima dari bekerja, ia bisa bertahan dalam membeli beberapa peralatan kuliah.
“Semester 2, saya akhirnya memutuskan untuk sambil bekerja. Di samping kesibukan saya kuliah waktu itu, saya bekerja sebagai penyiar radio. Dari uang gaji saya itu akhirnya saya bisa memenuhi kebutuhan hidup saya di sana. Karena beasiswa hanya menanggung biaya perkuliahan saja, tidak menanggung biaya kebutuhan sehari-hari. Yahya menamatkan pendidikan S-1 di Unlam dengan predikat cumlaude.
“Saya sejak dulu memang senang membaca. Bahkan saya menghabiskan 1 buku dalam 1 sampai 2 hari. Jadi setiap minggu sekali saya datang ke perpustakaan untuk meminjam 3 buku. Saya habiskan untuk beberapa hari. Bahkan sampai sekarang saya masih menyimpan kartu perpustakaannya. Waktu itu saya menamatkan S-1 dengan waktu 3 tahun 6 bulan. Begitu juga saat mengambil S-2 dan S-3 saya juga lulus dengan predikat cumlaude. Kenapa saya memilih menjadi dosen, karena waktu itu menurut saya untuk memajukan daerah, maka kita harus membangun pendidikannya. Sehingga waktu itu, berniat membangun daerah mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar. Saya sendiri merasakan kuliah di luar sangat berat,” ucapnya.