Komisi II Duga Ada Mafia Elpiji

- Sabtu, 26 Oktober 2019 | 14:22 WIB

TARAKAN – Kelangkaan elpiji 3 kg di Tarakan belum juga usai. Beberapa hari lalu, kelangkaan menghantui mereka yang biasa memanfaatkan elpiji 3 kg untuk keperluan rumah tangga. Di tengah kelangkaan itu, elpiji 3 kg masih saja ditemui dijual secara eceran dengan harga selangit.

Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan Sofyan Udin Hianggio menanggapi soal distribusi elpiji yang sempat terkendala karena persoalan armada dari Balikpapan. Menurutnya, memandang persoalan elpiji 3 kg yang membelit masyarakat di tingkat bawah tak sesederhana itu.

“Jadi begini, kami kan sudah memanggil pihak terkait seperti Pertamina dan agennya langsung. Kemudian kami meminta penjelasan terkait kelangkaan elpiji 3 kilogram. Artinya begini, kami mencoba menulusuri penyebab kelangkaan elpiji ini. Apa penyebabnya. Saya tadi melihat truk pengangkut elpiji sudah keluar masuk. Tapi kan untuk sampai ke masyarakat tidak secepat itu,” ujarnya, kemarin (25/10).

Ia menyayangkan pihak-pihak tertentu yang mudah menyimpulkan situasi. Misalnya dengan berangsurnya pasokan, distribusi ke pengguna sudah aman.

“Mungkin ini kan ada oknum yang memanfaatkan ini. Saya minta maaf juga, kadang belum selesai semua penelusurannya tapi sudah disimpulkan kondisinya. Kan lucu juga kalau DPRD mengatur harus begini dan begitu, eloknya selaku wakil rakyat hanya menyampaikan aspirasi, kemudian pokok-pokok permasalahannya seperti apa disampaikan ke pemerintah dan pengawasannya akan kami lakukan. Kalau dalam beberapa hari realisasi tidak terjadi, kami akan panggil lagi untuk menanyakan kendalanya,” ujar Sofyan.
Pandangan Sofyan mengenai elpiji 3 kg atau gas melon yang masih saja dihinggapi kelangkaan dan harga tinggi bukan tanpa alasan. Seharusnya, kata dia, masyarakat yang masih memanfaatkan elpiji 3 kg bisa dengan muda mendapatkan kebutuhan mereka tanpa harus merogoh kocek lebih dalam.

Mengusik nalar, di tengah upaya pemerintah membangun instalasi dan pemanfaatkan jaringan gas (jargas) rumah tangga, justru elpiji masih saja langka. Apalagi dengan penambahan kuota elpiji yang dilakukan Pertamina.

“Jadi kami juga tidak bisa menyalahkan kendalanya kalau alasannya faktor alam, artinya Pertamina tetap melaksanakan sistem pengiriman seperti sebelumnya. Namun ada hal yang mengganjal bagi kami. Karena di saat jargas telah beroperasi, dan kuota elpiji bertambah, kok masyarakat semakin sulit mendapatkan elpiji. Padahal seharusnya kan semakin mudah. Sebelumnya kita tahu setelah pemasangan jargas keluhan masyarakat sempat mereda karena berkurangnya pengguna elpiji. Saat ini banyak warga berteriak lagi. Ada apa?” tuturnya.

Ia curiga ada oknum tertentu meraup keuntungan di tengah kondisi seperti ini. “Memang alasannya karena docking kapal dan cuaca. Kemudian isu-isu orang bermain di lapangan, kita paham lah. Walaupun dalam subsidi, kita tidak boleh menyimpulkan dengan hukum pasar. Tapi seperti perdagangan di bawah ini mereka tidak peduli mau subsidi mau tidak, bisa saja ada oknum yang memainkan. Tapi kembali lagi untuk menelusuri lebih jauh itu bukan ranah kami, karena itu sudah menjadi ranah kepolisian atau satgas khusus,” duganya.

Turut mengemuka usulan masyarakat ke DPRD, mengenai inspeksi mendadak ke rumah makan. Menurut Sofyan lagi, usulan itu menarik dan sangat memungkinkan dilakukan.

“Agen bisa disanksi, sementara agen tidak mungkinlah bisa mengawasi setiap pangkalan. Tapi saya kira sementara ini memang hanya 2 faktor ini saja. Ini sebenarnya usulan bagus, cuma kami juga melihat ada beberapa UMKM tidak ada masalah, namun untuk rumah makan standar itu memang tidak boleh. Nanti kami coba pertimbangkan,” ujarnya.

Sebelumnya Samiati (33) warga RT 03, Kelurahan Selumit, Kecamatan Tarakan Tengah menuturkan, kelangkaan di agen dan pangkalan diperparah dengan harga selangit elpiji eceran. “Kemarin dapat beli elpiji sama orang harganya Rp 45 ribu. Di pangkalan sudah seminggu elpiji kosong. Jadi daripada tidak bisa masak, akhirnya harus membeli lebih mahal. Kalau begini terus, kasihan nasib masyarakat kecil seperti kami yang punya penghasilan pas-pasan. Harapannya ini bisa jadi perhatian serius pemerintah,” ujarnya, kemarin (24/10).

PENGAWASAN DI PANGKALAN NIHIL

Di Nunukan, kelangkaan juga mendorong kenaikan harga di eceran sebesar Rp 30 ribu. Padahal dalam rantai distribusi yang ditetapkan pemerintah, pangkalan merupakan titik terakhir dengan harga eceran tertinggi Rp 16.500 per tabung.

Permasalahan itu pun dibawa ke DPRD Nunukan, untuk dilakukan rapat dengar pendapat bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan. “Pangkalan yang menjual ke masyarakat, namun terkadang kuota tidak mencukupi yang ada di pangkalan terlalu cepat habis,” kata salah seorang perwakilan masyarakat kepada peserta rapat dengan pendapat, Haris.

Menurutnya, elpiji 3 kg dibeli dari agen resmi sebesar Rp 14.500 dijual di pangkalan ke masyarakat sebesar Rp 16.500. Namun saat masyarakat ingin menjangkau pangkalan, justru tabung habis. Uniknya, tabung justru banyak beredar di kelontongan, dijual dengan harga selangit.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X