SPTI Keluhkan Kuota Taksi Online

- Rabu, 23 Oktober 2019 | 09:41 WIB

 TARAKAN – Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (SPTI) akhirnya membawa keluhan mereka akan transportasi online ke Kantor Wali Kota Tarakan, Selasa (22/10). Mereka menginginkan agar transportasi online dapat sesuai dengan surat keputusan (SK) Gubernur Kaltara yang membatasi 20 unit mobil transportasi online yang dapat beroperasi di Tarakan.

Mereka menilai jumlah transportasi online yang beroperasi dianggap melebihi kuota. Ketua SPTI Tarakan Hamka mengatakan pihaknya selalu berjuang untuk aspirasi taksi konvensional. Keinginan mereka agar aturan terkait transportasi online diperjelas. “Jangan sampai kami tidak makan dengan adanya pelayanan aplikasi ini,” keluhnya.

Sesuai SK Gubernur, disebutkan bahwa kuota taksi online hanya 20 di Tarakan. “Kami datang ini dengan niat baik, mau diskusikan dengan Pemkot karena perizinannya memang di Provinsi (Pemprov), tapi beroperasi di Tarakan. Kami tidak mau dianaktirikan, dalam arti kami warga Tarakan yang mau difasilitasi, jadi kami mau dikemanakan kalau ini terjadi?” katanya.

Usai diberi pengarahan oleh Satlantas Polres Tarakan, Hamka menyatakan bahwa perlu membentuk satuan tugas (satgas) dan menindaki transportasi online yang beroperasi lebih dari kuota. Sebab pihaknya menuntut agar transportasi online dapat segera melengkapi perizinan dan memaksimalkan kuota 20 tersebut. “Berarti di sini yang buat gaduh siapa? Bukan kami. Karena kami hanya ingin menanyakan nasib kami ke depannya. Intinya begitu,” ujarnya.

Hamka menjelaskan dalam Keputusan Gubernur Kaltara Nomor 188.44/KANG-831/2018 telah ditetapkan wilayah operasi dan alokasi jumlah kebutuhan kendaraan angkutan sewa khusus yang menggunakan aplikasi teknologi informasi, serta tarif batas atas dan bawah. “Yang paling penting dalam PM 118 (Peraturan Menteri Perhubungan) itu tetap mengutamakan keselamatan dan menjaga keamanan pada angkutan. Disebutkan bahwa ada 17 unit kendaraan yang diajukan Koperasi Mitra Empat Sekawan yang bekerja sama dengan aplikasi,” jelasnya.

Dijelaskan Hamka, sebelumnya salah satu perusahaan aplikasi telah mengoperasikan kendaraan roda empat sebagai angkutan sewa khusus dengan jumlah armada 2 unit. Sesuai kebutuhan angkutan sewa khusus di Kaltara ini mencapai 172 unit, dengan peruntukan Tarakan 20 unit, Bulungan 62 unit, Nunukan 62 unit, Malinau 30 unit dan Tana Tidung 40 unit. “Tapi yang beroperasi lebih banyak,” tuturnya.

“Kami sudah tahu (banyak beroperasi), tapi kami selalu sabar. Angkot ini sudah ada sebelumnya, sudah senior. Aplikasi ini modelnya baru,” nilainya.

Hamka mengaku bahwa pada 10 Agustus 2019 pihaknya telah membuat pertemuan dengan mengundang pihak transportasi online untuk melakukan pembahasan bersama. Hamka menginginkan agar pihak pemerintah dapat mengambil sikap. “Siapa perusahaan yang mau menjamin angkutan kami pelat kuning? Kami harus bekerja sama dengan leasing, berbeda kalau kami menggunakan mobil pribadi. Kami harus cash, proses kami panjang untuk ini. Kami mau berubah, tapi pemerintah harus mencari gerakan seperti apa,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Driver Online (ADO) Kaltara, Adrianinur mengatakan penertiban yang berkenaan dengan operasi angkutan online berada di tangan aparat hukum. “Bukan masyarakat lain,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa setiap driver wajib memiliki surat izin angkutan sewa khusus (SIASK), namun menurutnya belum ada instruksi khusus dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Sehingga Satlantas belum dapat melakukan penilangan karena tidak memiliki dasar.

“Yang penting jangan ada tindakan kriminal. Kalau terjadi kriminal, yang jelas kami akan membawa ke ranah hukum. Karena kami bersama teman-teman sebagai mitra, siap mematuhi aturan yang berlaku sesuai PM 118 itu, apalagi taksi online yang ada di Tarakan,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Kasatlantas Tarakan AKP Arofiek Aprilian Riswanto menjelaskan bahwa pihaknya memediasi pihak terkait agar tidak terjdi gesekan. Arofiek hanya menekankan aturan.

“Kalau memang kuotanya sudah seperti itu, kami minta daftar-daftarnya, siapa saja yang terdaftar. Di luar dari itu, kami akan melaksanakan penindakan, tapi pada intinya dari pihak konvensional harus mengerti adanya regulasi tersebut dan menerima adanya taksi online. Kami hanya berusaha untuk memediasi, sehingga tidak lagi terjadi gesekan,” katanya.

“Kurang atau tidaknya, itu semua penilaian dari masyarakat. Ketika masyarakat yang menyampaikan kepada pemerintah bahwa itu kurang, ya silakan pemerintah menyediakan regulasi baru. Kalau mau ditambah, ya harus ada regulasi yang jelas, karena yang tahu kurang atau tidak adalah keinginan masyarakat,” imbuhnya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi Radar Tarakan, Ketua Koperasi Borneo Pratama Jaya Mandiri, Badan Hukum Grab Tarakan, Indra Wahyudi tak ingin berkomentar lebih jauh. “No comment. Itu bukan kapasitas kami. Kalau Grab pasti punya press release,” singkatnya. (shy/lim)

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X