Hasil Akhir Baru Diketahui Lima Tahun Lagi

- Selasa, 22 Oktober 2019 | 09:05 WIB

 SELAMA September–Desember ini, Tim RAD KLAibarat harus siap berjibaku dengan segala medan yang ada. Ya, ini dikarenakan mereka selama empat bulan lamanya itu harus ‘turun gunung’ hingga ke pelosok desa.

Tujuannya, yaitu untuk menggali seluruh informasi di desa. Nantinya akan digunakan sebagai data penunjang dalam mewujudkan KLA. Baik di dalamnya yang menyangkut data kuantitatif ataupun kualitatif.

“Kita memang road show ke pelosok desa. Ya, supaya tahu bagaimana kondisi di lapangan secara langsung,” ungkap Dr. Arif Jauhar Tontowi, Ketua TIM RAD KLA dalam mengawali perbincangannya kepada penulis, kemarin (21/10).

Lanjutnya, setelah mengetahui secara keseluruhan dari data–data tersebut. Ia menjelaskan bahwa akan melangkah ke tahap berikutnya. Yakni menyusun kegiatan secara rinci yang diterapkan di lapangan itu nantinya.

“Di sini memang semua di RAD KLA harus berbasis data. Itulah mengapa selama perjalanan empat bulan ini harus benar-benar mendapati semua yang menjadi syarat terwujudnya KLA di daerah ini,” tuturnya.

Namun, tambahnya, tak ditampik dalam proses pelaksanaan di lapangan, ia mengakui adanya suatu kendala. Meski, tak signifikan namun itu lambat laun dapat menghambat terwujudnya KLA. Yaitu tidak adanya peraturan daerah (perda) sebagai payung hukum yang mengatur dari KLA itu sendiri.

“Meski Bulungan sendiri untuk penghargaan KLA pratama sudah terwujud. Namun, cakupannya untuk lebih tinggi lagi itu yang masih dalam proses sejauh ini,” katanya.

Di sisi lain, ia mengatakan bahwa hambatan lainnya yaitu pengaruh individu dari masyarakatnya sendiri. Terutama untuk masyarakat di pelosok desa yang memang cukup sulit dalam mendapatkan informasi. Menurutnya, di situ letak di mana Tim RAD KLA harus benar-benar diaplikasikan secara ekstra.

“Saya katakan seperti itu karena orang yang tinggal di Tanjung Selor mungkin tak terlalu asing dengan KLA. Tapi, di desa-desa justru tak memahaminya. Sehingga butuh penjelasan jauh lebih detail agar masayarakat pun bersama mau mewujudkannya juga,” tuturnya.

Akan tetapi, dikatakannya kembali mengenai payung hukumnya. Menurutnya memang itu menjadi suatu syarat mutlak OPD (organisasi perangkat daerah) agar dapat leluasa bergerak. Terutama soal penganggaran dan lain sebagainya.

“Mungkin selama ini dengan tidak adanya payung hukum membuat mereka ragu dalam melangkah,” kiranya.

Apalagi, dikatakanya, mengenai KLA ini sendiri di daerah harus setidaknya mampu memenuhi apa yang memang menjadi hak anak. Kemudian, mampu memberikan perlindungan ke anak.

“Intinya ada 24 indikator dalam 5 klaster. Sehingga diharapkan pemahaman masyarakat yang masih kurang. Termasuk stakeholder ke depan dapat berubah,” harapnya.

Akan tetapi, ia menjelaskan bahwa bila bicara seperti apa akhir dari itu semua. Yaitu baru dapat diketahui pada lima tahun yang akan datang. Atau tepatnya di 2024. Yakni apakah Bulungan ini sudah menjadi KLA ataupun tidaknya.

“Ditanya mengapa cukup lama? Ya, karena memang Bulungan memiliki wilayah yang luas dan dalam proses pembangunan infrastruktur ramah anak pun butuh proses. Di samping masalah penganggarannya sendiri,” tutupnya. (***/eza)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X