Wajib Sertifikat Halal, Satker Belum Ada

- Jumat, 18 Oktober 2019 | 08:50 WIB

 TARAKAN – Baru-baru ini pemerintah pusat menegaskan seluruh produk di Indonesia yang beredar di tengah masyarakat, wajib memiliki sertifikat halal. Ketentuan ini sudah diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Kepala Bidang Yankes dan SDK pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Tarakan, Ronny Christmono, S.Si, Apt, mengaku sebelumnya pernah mendengar wacana penetapan produk wajib bersertifikat halal.

Namun yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI). Tetapi dalam hal ini MUI bekerja sama dengan lintas sektor seperti Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Memang pernah mendengar wacana ini sebelumnya. Semua makanan berkemasan ada label halalnya, ada logo dan nomor serinya. Tapi untuk surat resminya kami belum terima. Sepengetahuan saya yang berwenang memberikan sertifikat halal adalah LPPOM MUI,” terangnya kepada Radar Tarakan saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (17/10).

Sejauh ini, pelaku usaha, khususnya usaha kecil menengah (UKM) banyak yang belum mengantongi sertifikat halal. Seperti keripik. Meski demikian, ia meminta agar pelaku usaha maupun masyarakat bersama mengawasi kehalalan suatu produk.

Proses produk halal ini terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan yang digunakan. Dikatakannya tentu dari LPPOM MUI memiliki syarat agar memenuhi kriteria yang dimaksud.

Dilanjutkannya, sedangkan Dinas Kesehatan memfasilitasi pelaku usaha dengan memberikan penyuluhan untuk sertifikasi  produk industri rumah tangga (PIRT).

Yang meliputi sanitasi, bahan kimia yang dilarang, pengolahan produk, saluran pembuangan hingga kemasan yang digunakan. Kemudian, dapur produksi terpisah dengan dapur umum atau rumah tangga. Tingkat keamanan produksi ini wajib terjaga.

“Kucing pun tidak boleh masuk dalam ruang produksi, karena itu bisa membawa bakteri. Jadi kebersihan dan tingkat pengolahannya lebih terjaga. Dari bahannya sampai kemasannya, itu ada regulasinya. Apakah kemasan plastik, botol atau kertas makan. Jadi pelatihan ini kami rutin, minimal setahun sekali, kadang dua kali,” bebernya.

Biasanya pelaku usaha banyak mengajukan permohonan nomor PIRT menjelang hari raya keagamaan. Meski demikian, untuk mendapatkan nomor tersebut, tentu mengikuti prosedur yang ada. “Supaya mereka merasa aman menitipkan produknya di toko, karena sudah ada izin dari Dinkes. Kami juga tidak persulit, jadi masyarakat mudah buka usaha, tapi tetap memperhatikan keselamatan konsumen,” lanjutnya.

Dikatakannya jaminan produk halal, maupun PIRT ini dapat memberikan kenyamanan, keselataman dan ketersediaan produk halal bagi konsumen. Meski suatu produk sudah memiliki nomor PIRT, secara berkala Dinkes tetap evaluasi dan mengawasi proses pengolahan pemegang izin.

“Jangan sampai kami kasih nomor PIRT, ternyata (ke depannya) bermasalah. Kami tetap awasi lagi setiap berapa bulan, apakah persyaratan di awal saat mengajukan terus digunakan. Misalnya saat mengurus izin, prosedurnya lengkap. Pakai masker, penutup kepala, tapi setelah dapat izin prosedurnya tidak sesuai,” tutupnya.

 

KEMENAG JUGA PERTEGAS RUMAH MAKAN

Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Tarakan H.M. Shaberah Ali menerangkan pihaknya berharap pemerintah pusat segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) agar pihaknya dapat mencari SDM berkompeten untul membentuk tim dalam mempertegas aturan tersebut.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X