Bercerita Perpindahan Suku Oma Lung Tahun 1968

- Senin, 7 Oktober 2019 | 09:23 WIB

MENYAKSIKAN secara langsung Tarian Faso Lepu Bo’o di Desa Wisata Setulang, Kecamatan Malinau Selatan Hilir merupakan salah satu yang sangat dinanti-nantikan bagi para wisatawan. Baik lokal ataupun mancanegara saat berkunjung ke desa tersebut.

Bagaimana tidak, tarian itu memiliki sebuah nilai histori yang teramat tinggi. Dan bagi penulis sendiri, itu merupakan pengalaman pertama. Ya, lantaran saat itu digelarnya HUT Desa Wisata Setulang dengan menampilkan beragam tarian dan lainnya.

Akhirnya, tak cukup lama persiapan dilakukan oleh penari. Dan musik dengan alat–alat tradisional pun dimainkan. Disertai dengan sebuah narasi yang dibacakan oleh Basmairan. Yakni warga desa setempat yang juga sebagai Pokdarwis.

Terdengar dari sebuah narasinya bahwa tarian itu bercerita tentang proses perpindahan masyarakat Suku Oma Lung dari Desa Long Sa’an ke Desa Setulang. Tepatnya, pada tahun 1968. Mereka saat itu memulai perjalanan hingga berbulan-bulan. Tak lain, untuk kembali membuka lahan yang kini tengah mereka tempati.

Diketahui, Desa Long Sa’an itu terletak sangat jauh di kawasan pegunungan di pedalaman rimba raya Kalimantan, atau di sekitar hulu Sungai Pujungan.

Dan sembari para penari itu memperagakan apa yang ada dalam narasinya tersebut. Basmairan pun terus dengan lugas membacakan akan makna dari tarian.

Yaitu, bicara kehidupan masyarakat di Desa Long Sa’an saat itu pada zamannya sangatlah sederhana. Ya, mereka ibarat hanya bergantung pada alam yang indah yang diciptakan oleh sang Pencipta. “Dalam kesederhanaan itu, mereka tetap bisa menikmati alam yang telah pencipta berikan kepada mereka,” terangnya dalam narasinya.

“Bercocok tanam dengan berladang membuat sawah dan berkebun, berburu binatang di hutan dan mencari ikan di sungai. Itulah rutinitas yang mereka lakukan setiap harinya,” sambungnya.

Lantaran jauh dari pusat kota pemerintahan. Masyarakat ini pun saat itu sangat terisolir. Tidak ada namanya pendidikan, kesehatan dan tempat untuk menjual hasil bumi. Mereka semua butuh perjuangan dan perjalanan yang lama untuk mendapatkan apa yang diharapkan. “Akhirnya, dari keterisoliran itu dan disertai beberapa alasan lain Alm Adjang Lidem. Nama yang diabadikan sebagai nama lamin adat pun memimpin perjalanan. Tujuannya, agar dapat menikmati kehidupan yang lebih baik,” kisahnya.

Namun, siapa menyangka. Niat yang hendak diutarakan dalam sebuah rapat besar kala itu untuk membawa masyarakatnya berpindah dari Long Sa’an ke Desa Setulang. Ternyata, ada warga yang tak setuju. Akan tetapi, berbekal akan keyakinan yang kuat tentang sebuah lokasi yang dituju dan saat ini menjadi Desa Setulang. Warga pun sepakat untuk berpindah.

“Saat itu pun ada sebuah kesepakatan. Yaitu ketika nanti berpindah, semua harus tetap bersatu. Seumpama berada di dalam gong. Pada saat diputar pun tidak boleh keluar dari dalam gong tersebut. Karena gong itu tidak mungkin terbalik, ketika diputar ke kiri dan ke kanan,” akhirnya.

Tarian Faso Lepu Bo’o itu pun berakhir. Dan masyarakat yang menyaksikan saat itu pun menyambut meriah dengan tepuk tangannya. (***/eza)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X