Soal Antrean BBM, Disdagkop Butuh Dukungan

- Selasa, 24 September 2019 | 09:07 WIB

 

TARAKAN – Diduga masih banyak pengetap pada setiap pelayanan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU). Akibatnya pada antrean panjang. Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disdagkop-UKM) Tarakan menyayangkan belum adanya ketegasan pimpinan daerah dalam mendukung Disdagkop menyelesaikan problem distribusi BBM ini.

Diketahui antrean panjang muncul lagi setelah premium kembali diperjualbelikan di SPBU.

Kepala Bidang Penguatan dan Pengembangan Disdagkop-UKM Tarakan Muhammad Ramli menyampaikan, setelah premium disetop penyalurannya di SPBU, antrean kendaraan cukup tertib.

"Kami memang membidangi hal itu, namun yang mengatasi hal itu kan bukan kami sendiri, tentunya bersama dinas dan pimpinan daerah. Selama ini kan pengawasan pemerintah mengatur ada dasarnya yah, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kemudian perda. Intinya pemerintah harus mengatur antraan itu supaya konsumen nyaman dalam hal membeli sesuatu," ujarnya, kemarin (23/9).

Ia menjelaskan, sejauh ini pihaknya berupaya penuh dalam mengatasi antrean panjang di SPBU. H al itu dimaksudkan guna melindungi kenyamanan konsumen serta  agar peredaran premium tetap dapat dinikmati masyarakat kecil yang berada di laut. Meski demikian, menurutnya upaya tersebut gagal karena kurangnya ketegasan.

"Sejauh ini kami telah berupaya untuk menghentikan aktivitas jual-beli premium di SPBU, namun sekali lagi kami tidak bisa melakukan itu sendiri tanpa ada dukungan dari pimpinan daerah. Karena kami memiliki wewenang terbatas dalam hal ini," tukasnya.

Dikatakan, antrean panjang terjadi pada jam tertentu, khususnya di pagi hari. Ia menjelaskan, panjangnya antrean di pagi hari tentu membuat masyarakat tidak merasa nyaman, mengingat di pagi hari masyarakat memiliki mobilitas dan aktivitas tinggi.

"Beredarnya premium ini membuat masyarakat kembali merasakan antrean panjang, meski kalau siang jarang terlihat, tapi coba datang ke SPBU kalau pagi. Itu antreannya sampai ke badan jalan. Antrean panjang itu disebabkan kembalinya pengetap yang menggunakan mobil," terangnya.

Lanjutnya, sesering apa pun dinas terkait melakukan sidak, hal itu tentu tidak berdampak pada antrean selama premium yang diperjualbelikan secara umum.

"Berapa kali pun kami melakukan sidak pengetap akan terus ada jika tidak adanya ketegasan. Kami sejauh ini telah berupaya mengambil sikap tegas kepada pengusaha SPBU sampai mau berkelahi kami di sana, larang mereka jual sama pengetap, tapi untuk menghentikan peredaran premium ini kami memiliki kewenangan terbatas," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Rustam mengungkapkan, dengan kembalinya pengetap menjual premium, hal tersebut berpengaruh terhadap nelayan yang merasa kesulitan mendapatkan premium.

Menurutnya, seharusnya pemerintah dapat bersikap tegas terhadap APMS yang masih menjual BBM kepada kendaraan darat.

"Kemarin sempat mulai sepi APMS karena tidak adanya premium. Tapi sekarang ramai lagi karena kembalinya pengetap mencari premium. Ini sebenarnya bukan hanya pengetap, tapi kendaraan darat lainnya. Tentu hal ini sangat merugikan nelayan karena dengan keberadaan kendaraan lainnya, nelayan dan pelaku aktivitas di lautan harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan BBM," imbuhnya.

"Kalau premium kita biasanya mendapatkan 80 sampai 100 liter. Kalau solar 100 sampai 130 liter per minggunya. Sebenarnya cukup saja, cuma antrenya saja yang menghabiskan waktu seharian. Sementara kami mau pulang ke rumah istirahat harus berjuang mendapatkan BBM lagi," kata Rustam.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X