Tergabung di dalam Usaha Kecil dan Menengah (UKM), membuat Resqi Nofianty harus memiliki produk unggulan. Tentu yang unik, dan berbeda dari pelaku usaha lainnya. Maklum, pegiat kuliner di Bumi Paguntaka ini cukup banyak dan menjamur.
—LISAWAN YOSEPH LOBO—
KOMODITAS kuliner Kota Tarakan identik dengan hasil perikanannya. Selain ikan pepija atau ikan nomei, alias ikan tipis, dari tangkapan jaring para nelayan pun ada kepiting dengan ukurannya yang sangat kecil.
Bukan baby crab maupun kepiting soka. Tapi para nelayan lokal menyebutnya kepiting kiracak. Ukurannya hanya sebesar jempol orang dewasa, tidak dapat bertambah besar.
Konon, kepiting kiracak ini tidak dijual oleh para nelayan. Melainkan dianggap limbah atau sampah. Ada yang memasaknya, paling tidak hanya 1 kilogram dari ratusan kilogram yang terjaring. Lebih banyak dibuang seperti sampah.
Namun, di tangan Resqi Nofianty, kepiting kiracak ini diolah menjadi pangan atau oleh-oleh khas Tarakan. Mulai dari produk beku, kepiting gurih atau crispy, karopok capit.
“Saya sebut kepiting kecil atau mini crab. Bukan baby crab, tapi memang ukurannya kecil, sudah tidak bisa besar. Sebenarnya itu tidak ditangkap oleh nelayan, tapi saat jaring udang dan ikan pepija, justru mini crab-nya ikut terjaring. Jadi yang diambil nelayan hanya udang dan pepija. Sementara mini crab-nya dibuang, tidak dimanfaatkan,” katanya saat ditemui di kediamannya, Perumahan PNS, Blok B, nomor 524, Juata Permai.
Akhirnya wanita yang akrab disapa Mbak Kiky ini mengajak kerja sama ke salah satu nelayan di Kampung KB, RT 07, Kelurahan Juata Laut, untuk mengumpulkan kepiting kiracak ini. Yang sebelumnya tidak ada nilai jualnya, sekarang kepiting kiracak dihargai Rp 5 ribu per kilogram.
Adapula musim ketika kepiting kiracak lebih banyak terjaring, dibandingkan udang maupun ikan pepija, yakni kisaran akhir Juli. Di saat ini kepiting kiracak sangat berlimpah. Saat melaut, bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan kilogram. Padahal tidak diinginkan oleh para nelayan.
“Ini baru-baru saya ambil 149 kilogram. Sampai ada nelayan bilang, mau ambil lagi kah,” lanjutnya.
Nama kepiting kiracak ini masih sangat asing di tengah masyarakat Tarakan. Lebih sering disebut kepiting kecil. Februari 2018, awal Resqi memulai usahanya. Dari bahan baku mentah, atau diolahnya menjadi produk beku dan kering, kemudian dipasarkan.
Memasarkannya pun cukup mudah. Ia memanfaatkan electronic commerce atau e-commerce. Awal memasarkan lewat media sosial, jelas ia merasa produknya unik dan tidak ada duanya, ia pun antusias promosi.
“Saya promosi ke medsos. Tapi karena produk baru saat itu, orang bingung mau diapakan. Jadi kami buat produk turunannya, atau siap konsumsi sepert kepiting gurih. Saat promosi lagi, ternyata kepiting yang siap dikonsumsi lebih banyak peminatnya,” lanjutnya.
Wanita berusia 35 tahun ini mengaku, memanfaatkan e-commerce sangat memudahkan dalam memasarkan produknya. Apalagi setelah mengantongi perizinan Pangan Industri Rumah Tangga atau PIRT. Sekali memasarkan lewat media sosialnya seperti Facebook, Instagram dan Youtube, selalu mendapatkan respons dari peminatnya.
“Tiba-tiba ada yang chat, inbox dan minta nomor WA. Memang promosikan apapun ke medsos, lebih digandrungi sama zaman sekarang. Sekarang heboh nonton Youtube, online shop, kita pasarkan juga di situ. Pokoknya kami masukin yang mana sekarang era digital. Kalau kita tidak ikuti era digital, kita akan ketinggalan,” kata wanita berhijab ini.
Sebelumnya ia produksi hanya 10 kilogram, sekarang pun melonjak hingga ratusan kilogram. Dalam satu bulan, sebanyak 5 hingga 7 kali produksi. Dari usahanya ini pun ia berdayakan para tetangganya sekitar 6 orang untuk membantunya.
“Sebenarnya mau buat produk baru, tapi masih terkendala di peralatan dan tenaganya. Dari kepiting mentah ini sebenarnya mau buat chitosan dan bumbu penyedap. Tapi sekarang masih fokus di bahan baku, kepiting gurih dan karopok capit. Berdayakan tetangga juga, katanya lumayan buat jajan anak-anak,” bebernya.
Dengan memanfaatkan e-commerce, produknya tidak hanya mengitari wilayah Kalimantan Utara. Melainkan sudah merambah ke Balikpapan, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, Sumatera, hingga Singapura.
Harganya pun bervariasi. Produk beku dipatoknya Rp 50 ribu per kilogram. Sedangkan kepiting kering seharga Rp 115 per kilogram. Camilan dipatoknya harga Rp 15 ribu hingga Rp 85 ribu.
“Kebanyakan camilan sebagai khas oleh-oleh Tarakan. Di Tawau, Malaysia juga ada. Waktu itu sempat promosi di Malaysia sama teman, tapi sebelumnya hanya satu orang saja tapi sekarang sudah dua orang yang ambil bahan bekunya,” ujarnya.
Selain memanfaatkan e-commerce, ia juga kerap mengikuti gelar produk maupun pameran. Baik yang diadakan di Tarakan, daerah Kalimantan Utara, maupun di luar negeri seperti Tawau, Malaysia. Nah, selain camilan renyah, kepiting kiracak ini juga enak dimasak asam manis atau dicampur dengan sayuran. (***/eza)