Komunitas Agresif, Belum Tentu Diterima

- Senin, 9 September 2019 | 13:02 WIB

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus berupaya dan berkomitmen dalam penuntasan penduduk buta aksara. Salah satunya melalui komunitas, yang tersebar di penjuru Indonesia. Komunitas itu bergerak menggapai setiap pelosok Kaltara. Banyak suka duka, salah satunya ketika ditolak masyarakat.

— — — — — — — — — 

KAMPOENG Literasi, Taman Baca Masyarakat (TBM) Lisan memiliki cara tersendiri untuk memberantas buta aksara. Pendiri Kampoeng Literasi, TBM Lisan, Enny Asrinawati mengatakan, komunitas ini fokus pada menarik minat baca. Baik untuk anak-anak, maupun masyarakat umum.

Komunitas ini pun menjadi wadah generasi muda, khususnya mendidik anak sejak dini. Tidak hanya mendampingi anak-anak untuk bisa membaca, tetapi membantu anak berkreasi.

“Ada 2 anak yang kami didik tidak sekolah. Mereka sempat sekolah, dan tidak buta huruf. Tapi masih lambat membaca, maka kami pancing minat bacanya,” terangnya kepada Radar Tarakan.

Untuk menarik minat baca anak, komunitas yang terbentuk sekitar September 2017 ini, memancing dengan kegiatan literasi. Misalnya membacakan dongeng, atau melakukan aktivitas seperti bermain sambil belajar dan berkarya. “Misalnya kita bacakan dongeng dulu, supaya mereka bisa tertarik. Atau bisa juga memancing kreativitas mereka untuk berkarya, jadi mereka senang juga. Yang awalnya mereka malu karena minder sama temannya, pelan-pelan akhirnya mau belajar membaca,” lanjutnya.

Sementara ini, timnya tengah fokus membangun kampung literasi, dengan gerakan literasi nasional yang melibatkan masyarakat. Rencananya dalam waktu dekat ini, timnya mendirikan 9 titik pojok baca, di Kampung Bugis, Kelurahan Karang Anyar, tepatnya di daerah Jalan Matahari.

Pojok baca ini menyasar pada titik-titik yang kerap dijadikan tempat berkumpul, atau nongkrong. Baik anak muda, maupun orang tua.

“Rencana tanggal 15 September ini, kita launching pojok baca di 9 titik. Di rumah warga, atau tempat yang sering menjadi titik kumpul anak muda dan orang tua. Jadi daripada mereka hanya duduk-duduk cerita, bisa baca buku yang ada di situ dan itu lebih bermanfaat,” bebernya.

Lantas dari mana asalnya buku-buku yang digunakan? Dikatakannya, buku-buku yang disebar di- 9 titik pojok baca ini langsung dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan untuk buku-buku yang selama ini ada digunakan komunitas ini, bantuan dari beberapa instansi.

Setiap 2 bulan pun ada pergerakan buku baru atau rolling buku dari Perpustakaan Daerah Tarakan. Sehingga buku-buku yang ada di Kampoeng Literasi ini pun ada pembaharuan.

Komunitas ini memiliki program road show yang mengunjungi sekolah-sekolah pinggiran atau di pesisir, khususnya yang belum memiliki perpusatakaan. Namun minimnya penambahan buku, program ini pun terhenti sementara.

“Kita pernah juga sumbangkan buku ke SDN 45, SDN 047 dan SDN 051, yang kami bikin pojok baca. Karena kita ada program road show literasi ke sekolah yang ada di pesisir, yang belum punya perpustakaan. Tapi karena belum ada pergerakan buku, jadi kita belum bisa bikin road show lagi,” katanya.

Tentu ia berharap, ke depannya tidak hanya pemerintah yang merespons kampung literasi ini. Melainkan melibatkan masyarakat, seperti menghibahkan buku-buku yang sudah tidak terpakai.

“Daripada disimpan aja atau dibuang, jadi bisa kita manfaatkan di pojok baca. Dari pemerintah alhamdulillah, di-support. Kita harapkan juga pemerintah, masyarakat bisa ikut terlibat dalam menggerakkan literasi nasional,” harapnya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X