Mendesak Tanjung Selor Jadi Kota

- Rabu, 4 September 2019 | 13:16 WIB

TANJUNG  SELOR – Hari ini (4/9) calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Utara (Kaltara) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 akan melakukan prosesi pengucapan sumpah dan janji jabatan di ruang rapat utama lantai II Gedung DPRD Kaltara.

Setelah itu, tugas-tugas anggota DPRD Kaltara periode 2014-2019 yang selama ini belum tuntas akan langsung diambil alih dan sepenuhnya menjadi tugas anggota DPRD Kaltara periode 2019-2024 untuk menindaklanjuti atau menyelesaikannya.

Akademisi Universitas Kaltara (Unikaltar) Tanjung Selor, Irsyad Sudirman mengatakan, saat ini masih ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan di provinsi ke-34 ini, salah satunya soal pembentukan Kota Tanjung Selor sebagai Ibu Kota Kaltara.

“Ketika Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kaltara terbit, seharusnya Tanjung Selor yang ditetapkaan sebagai Ibu Kota Kaltara itu sudah terbentuk status kotanya,” ujar Irsyad.

Namun realisasinya, hampir delapan tahun Kaltara terbentuk,hingga kini pembentukan Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) Kota Tanjung Selor itu belum terwujud. Tanjung Selor masih tetap berstatus kecamatan.

Menurutnya, ini merupakan masalah politik, yang mana hukum perundang-undangan ‘ditabrak’ kiri dan kanan. Karena sekarang ini seharusnya masyarakat sudah berbicara Tanjung Selor itu adalah kota, bukan lagi kecamatan.

Akibat dari belum terbentuknya kota itu, maka kewenangan kebijakan, kewenangan pengelola keuangan, kewenangan pengelolaan aset dan sebagainya yang seharusnya dikelola Kota Tanjung Selor, pada akhirnya dikelola Pemprov Kaltara.

“Itulah kenyataannya. Karena tidak mungkin dikelola oleh kecamatan. Itu sudah aturannya seperti itu, selama kota (Tanjung Selor) belum terbentuk, maka ‘bola’nya ada di provinsi. Di sini, provinsi juga tidak bisa menyalahkan kabupaten,” jelasnya.

Sehingga, inilah yang akan menjadi tugas DPRD yang baru, yakni bagaimana caranya para wakil rakyat itu bekerja sesuai fungsinya untuk membentuk CDOB Kota Tanjung Selor. Di sini, Bulungan tidak berbicara masalah kota, karena dia harus dimekarkan.

“Seharusnya setelah UU 20/2012 itu terbit, setidaknya dua tahun sudah harus terbentuk CDOB Kota Tanjung Selor itu. Dan ini harus dikerjakan provinsi. Kalau kabupaten tugasnya membantu untuk melakukan pemekaran,” tuturnya.

Disinggung mengenai moratorium pembentukan CDOB, menurutnya itu tidak ada masalah. Sebenarnya ini merupakan political will, yang mana seharusnya moratorium itu gugur ketika UU sudah menunjukkan CDOB Kota Tanjung Selor itu harus terbentuk.

“Ini cara berpikir yang agak susah. Perlu diketahui yang mengeluarkan moratorium itu setingkat menteri. Sementara UU itu jauh di atas kebijakan menteri,” sebut pria yang merupakan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unikaltar itu.

Dalam hal ini, konsep perundangan itu harus dilihat kembali, bahwa yang pertama adalah UUD 1945, setelah itu Tap MPR, lalu Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti UU, PP, Peraturan Presiden (Perpres), baru kebijakan kementerian dan seterusnya.

“Nah, UU itu posisinya di atas moratorium. Artinya, kebijakan di bawahnya sudah harus gugur ketika itu (UU) terbit. Termasuk moratorium itu, karena ketentuannya sudah seperti itu. Jadi jangan dibalik cara berpikirnya,” sebut Irsyad.

Menurutnya belum dilakukannya itu karena masih ada beberapa kepentingan, pertama soal ketidaksiapan secara politik, infrastruktur politik, infrastruktur kota, dan infrastruktur perencanaan. Semua itu tidak disiapkan sejak awal.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X