Kaltara Memiliki Potensi Gempa dan Tsunami

- Jumat, 30 Agustus 2019 | 10:13 WIB

TARAKAN - Pemetaan terhadap potensi kerawanan bencana alam oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Utara (Kaltara), menyebut Kaltara sebagai salah satu kawasan yang rentan terhadap bencana alam. Longsor dan banjir.

Kepala Pelaksana BPBD Kaltara HM Pandi menjelaskan bahwa secara geografis Indonesia merupakan kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yakni Benua Asia, Benua Australia, Lempeng Samudera Hindia dan lempeng Samudera Pasifik.

Nah, pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc, Red) yang memanjang dari Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang didominasi rawa-rawa. Kondisi tersebut berpotensi sekaligus rawan bencana letusan gunung berapi, gempabumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Secara karakteristik Kaltara memiliki potensi bencana.

“Kaltara diapit oleh lempeng sesar Maratua (perbatasan Berau dan Bulungan) dan Lempeng Sampurna di wilayah utara Nunukan berbatasan dengan Sabah, sehingga Kaltara berpotensi mengalami bencana gempa bumi dan tsunami,” jelasnya.

Potensi bencana hidrometeorologi juga sangat tinggi di wilayah Kaltara, seperti banjir yang mengancam kabupaten Nunukan di Kecamatan Sembakung, Sembakung Atulai, Lumbis, Lumbis Ogong Pulau Nunukan, Pulau Sebatik, dan Kecamatan Krayan. Disebabkan oleh aliran sungai dari Malaysia.

Selain di Nunukan, banjir juga mengancam Kabupaten Bulungan seperti di Kecamatan Peso, Kecamatan Tanjung Palas Barat, Kecamatan Tanjung Palas Timur, dan Kecamatan Tanjung Selor. Sedangkan di Kabupaten Malinau seperti di Kecamatan Malinau Utara.

Sementara potensi kebakaran lahan mengancam hamper semua wilayah Kaltara, namun potensinya kecil karena dipicu kegiatan berladang (memenuhi kebutuhan pangan). Adapun potensi tanah longsor rentan terjadi di wilayah Tarakan, Pulau Sebatik, dan Kabupaten Bulungan terutama di Kecamatan Sekatak dan Kecamatan Peso.

Sedangkan potensi abrasi pantai di wilayah terjadi di wilayah timur Pulau Sebatik,  Tarakan terutama di wilayah pantai, dan Kabupaten Bulungan terutama di sepanjang pantai Tanah Kuning dan Mangkupadi.

Kendati demikian, sejak terbentuknya Provinsi Kaltara, ia mengatakan Pemprov Kaltara belum pernah menetapkan status darurat bencana.  “Tapi bukan berarti kami lengah. Kami tetap waspada mengatasi dalam bentuk antisipasi, kalau kami upaya pencegahan dan kesiapsiagaan, lebih titikberatkan,” sambungnya.

Misal dengan membangun sistem peringatan dini. Seperti yang ada di Nunukan telah dipasang early warning system (EWS) banjir dan telah terpasang dengan baik dan berfungsi. “Gunanya adalah memberi peringatan kepada masyarakat sekitar yang rawan, rentan, terhadap bahaya bencana khususnya banjir, itu sudah terpasang di sana yaitu Kecamatan Lumbis. Kemudian juga sistem EWS juga dipasang di Kota Nunukan, yaitu peringatan dini pergerakan tanah longsor. Itu sudah berfungsi dan teman-teman di Nunukan sudah beberapa kali mengadakan simulasi terhadap warga di sekitar EWS ini,” bebernya.  

Selain itu, Pemprov Kaltara juga membuat program desa tangguh bencana (destana). Di mana sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemprov Kaltara hingga 2021, Pemprov Kaltara wajib membentuk 5 desa tangguh.

“Untuk kondisi sekarang adalah pada level empat desa sudah kami canangkan dan bentuk menjadi desa tangguh. Tentu tidak semua desa se-Kaltara ini dibentuk menjadi desa tangguh. kami mengambil skala prioritas desa-desa yang kami anggap sangat tinggi, rawan terhadap bencana. Untuk diketahui bahwa destana sudah kami bentuk di Kabupaten Bulungan, Kecamatan Long Peso, Desa Peso dengan Desa Long Bia, kemudian juga untuk Kabupaten Malinau Desa Belayan dan Desa Salap. Kemudian untuk tahun 2020 kami arahkan ke Kabupatean Nunukan itu Kecamatan Sembakung,” jelasnya.  

Lebih lanjut Pandi menjelaskan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan turunannya Peraturan Pemerintah (PP) 21 dan PP 22 Tahun 2008, menjadi payung hukum penanggulangan bencana, termasuk juga peraturan daerah (perda) yang dibuat Pemprov Kaltara. 

Presiden Joko Widodo juga fokus pada penanggulangan bencana. Hal itu berdasarkan hasil rapat koordinasi nasional yang dilaksanakan di Surabaya pada Februari 2019. Ada 6 arahan Presiden Joko Widodo terkait kebencanaan. Salah satunya bahwa perencanaan pembangunan daerah harus berlandaskan aspek pengurangan risiko bencana.

Terkait hal itu, Pandi membeberkan penanggulangan bencana tidak boleh lagi dipandang remeh pemerintah daerah. Sudah menjadi urusan wajib yang memiliki standar pelayanan minimal (SPM). “Perencanaan pembangunan daerah pada saat ini turunannya adalah ditentukan dengan lahirnya SPN (standar pelayanan minimal), di mana urusan kebencanaan itu bukan lagi urusan pilihan akan tetapi itu adalah urusan wajib kabupaten kota dan provinsi,” imbuhnya. (shy/lim)

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X