Perdagangan Lintas Batas Berlaku Khusus

- Senin, 26 Agustus 2019 | 11:50 WIB

TANJUNG SELOR – Hingga saat ini, masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan dan pedalaman Kalimantan Utara (kaltara) masih ada sebagian yang bergantung dengan negara tetangga, Malaysia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dalam hal ini, tentu keberadaan dan keberlangsungan perdagangan lintas batas antar dua negara serumpun ini sangat dibutuhkan dan diharapkan masyarakat yang tetap setia menjaga beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

Menyikapi hal itu, Kepala Bappeda dan Litbang Kaltara, Datu Iqro Ramadhan menjelaskan, perdagangan lintas batas itu diberlakukan khusus untuk masyarakat yang tinggal di perbatasan. Bukan untuk masyarakat umum di luar perbatasan.

“Kan kita ini tujuannya membantu warga kita yang tinggal di perbatasan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari,” ujar Datu Iqro kepada Radar Kaltara saat ditemui di Tanjung Selor belum lama ini.

Artinya, perdagangan lintas batas ini hanya untuk daerah yang belum bisa terlayani secara maksimal oleh produk lokal atau produk Indonesia. Untuk yang sudah terjangkau produk dalam negeri secara maksimal, tidak perlu lagi perdagangan lintas batas.

“Beda halnya jika perdagangan umum. Karena, jika perdagangan umum, dengan siapapun tidak dilarang, sepanjang dia memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan, seperti bayar pajak dan bea cukai,” jelas Datu Iqro.

Yang menjadi perhatian utama pemerintah saat ini adalah upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat perbatasan provinsi termuda Indonesia ini yang memang benar-benar membutuhkan barang dari negara tetangga. Di tengah ketergantungan masyarakat perbatasan dengan kebutuhan hidup dari Malaysia tersebut, muncul ketentuan untuk belanja ke Malaysia dibatasi hanya RM 600 per kepala keluarga (KK) per bulan.

Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltara, Andi Muhammad Akbar mengatakan, jika dilihat dari kebutuhan masyarakat, pembatasan RM 600 itu masih sangat kurang. Namun, karena itu sudah aturan dari pusat, maka tetap harus dijalankan.

"Seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan sembako untuk wilayah perbatasan. Jika diharuskan menggunakan produk lokal, maka harus dipenuhi semua,” seru Andi.

Tapi, jika belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di perbatasan secara keseluruhan, maka harus dipikirkan juga apa yang harus dilakukan sebagai solusinya mengingat yang dijalankan itu merupakan aturan.

Andi menilai, sejauh ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan sudah sigap melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara dan pemerintah pusat untuk mencari solusi mengenai persoalan ini. 

Termasuk pihaknya selaku lembaga legislatif juga sudah melakukan koordinasi ke pemprov untuk meminta dicarikan solusi guna memecahkan permasalahan tersebut. Sebab, riak-riak di masyarakat juga sudah ada mengenai pemenuhan kebutuhan tersebut.

“Pastinya, kami dari DPRD sifatnya mendorong apa yang perlu dilakukan untuk mengakomodir kepentingan masyarakat perbatasan ini. Di sini, saya berharap pemerintah harus menyiapkan semuanya,” tutur Andi.

Intinya semua itu tetap kembali ke regulasi. Dalam hal ini, pembatasan itu dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Tapi, jika disesuaikan dengan kondisi di lapangan, pembatasan itu bersifat relatif, yakni tergantung kebutuhan dan penghasilan. (iwk/eza)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB
X