Bagaimana Posisi Tarakan Ketika Ibu Kota di Kaltim..?

- Sabtu, 24 Agustus 2019 | 10:36 WIB

TARAKAN – Meski akhirnya dianulir, pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil, Kamis (22/8) yang menyebut Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi provinsi yang terpilih sebagai ibu kota negara yang baru, mendapat tanggapan beragam. Kalimantan Utara (Kaltara) diperkirakan akan merasakan banyak keuntungan dari pemindahan tersebut.

Pengamat ekonomi sekaligus akademisi Universitas Borneo Tarakan (UBT) Margiyono mengungkapkan, kebijakan pemindahan ibu kota salah satunya dilandasi semangat pemerataan pembangunan.

Menurutnya, selama ini segala aktivitas hanya berpusat dan berkutat di wilayah Pulau Jawa saja. Sehingga dengan kondisi tersebut menimbulkan berbagai masalah baru, baik internal maupun eksternal. Seperti ledakan penduduk di Pulau Jawa, tidak meratanya pembangunan, dan munculnya kecemburuan sosial.

“Jadi prinsip dari pembangunan wilayah bagaimana itu menciptakan aktivitas. Di Jawa itu semua aktivitas berkumpul menjadi satu dari aktivitas administrasi, pemerintahan, bisnis, pendidikan, industri dan sosial. Semua terpusat pada satu tempat, berkumpulnya semua pusat aktivitas pada satu daerah, itu secara langsung menimbulkan tidak meratanya perputaran ekonomi. Sehingga, akan menimbulkan kesenjangan pada kesejahteraan penduduk,” ujarnya, kemarin (23/8).

Pemerintah sejak lama memikirkan pemindahan tersebut. Hal tersebut terbukti, saat presiden pertama Ir. Soekarno pernah melirik Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai calon ibu kota. Lanjutnya, dengan ditunjuknya Kaltim sebagai kawasan ibu kota nantinya, tentu akan berdampak positif bagi pembangunan di Pulau Kalimantan.

“Penentuan di Kaltim ini tentunya bisa menciptakan aktivitas baru yang berdampak kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Karena secara geografis, Kalimantan berada di tengah atau di titik sentral. Andaikan Tarakan ini tergabung dalam daratan Kalimantan, tentu ini akan lebih baik lagi,” tukasnya.

“Jadi kalau misalnya 1 kota ada aktivitas baru, maka ia akan berkembang dari desa ke kabupaten dan kabupaten bisa berkembang menjadi kota. Seperti halnya Jabodetabek, itu kan awalnya masing-masing ada kabupaten dan kota. Tapi setelah melebarnya aktivitas, sehingga memunculkan kesetaraan di daerah berdekatan. Sekarang tidak ada perbedaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Semua rata karena adanya perluasan aktivitas. Jadi hanya batas-batas wilayah yang secara administratif ada, tapi kondisi antara kota satu dan kota lainnya itu tidak jauh berbeda,” jelasnya.

Lanjutnya, dengan pemindahan ibu kota juga tidak akan berdampak signifikan pada perekonomian di Pulau Jawa. Mengingat Pulau Jawa saat ini sudah menjadi pusat ekonomi yang mampu menjaga roda perekonomian pada sektor yang sudah ada.

“Jadi kemungkinan besar, penempatan Kaltim sebagai ibu kota tentu tujuannya adalah bagaimana nanti, efesiensi tidak hanya bertumpuk pada satu titik. Karena walaupun Jakarta sudah tidak menjadi ibu kota lagi, namun Jakarta tetap menjadi pusat perekonomian di Jawa,” ulasnya.

Meski demikian, di balik euforia dan harapan positif penduduk Kalimantan pada umumnya, ia menjelaskan jika Tarakan memiliki tantangan dengan perpindahan ibu kota. Menurutnya tantangan tersebut tidak terlepas dari kondisi geografis Tarakan yang terpisah dari daratan Kalimantan tidak seperti wilayah lainnya.

Seperti halnya yang terjadi pada Kepulauan Seribu yang masih menjadi bagian dari DKI Jakarta. “Tapi yang saya amati, sedikit sikap kurang optimistis dengan perpindahan ibu kota ini, memang Jabodetabek begitu maju, tapi bagaimana nasib Pulau Seribu. Secara geografis pulau seribu serupa dengan Tarakan, yaitu daerah kepulauan yang letaknya tidak jauh dari pusat pemerintahan,” imbuhnya.

“Nyatanya meskipun Kepulauan Seribu bagian dari Jakarta kondisinya tidak mengalami kemajuan. Refleksi itu harus kita bawa ke Kalimantan bagaimana nasib Tarakan setelah berpindahnya ibu kota nanti? Artinya gambaran geografis Pulau Seribu, kemungkinan bisa dialami Tarakan. Sekalipun, dampaknya sangat kecil,” ungkapnya.

Dijelaskannya, perluasan aktivitas secara alamiah, melahirkan adanya kawasan prioritas yang tentunya mudah diakses kendaraan apa saja. Sehingga kondisi tersebut tidak menguntungkan Tarakan yang notabene merupakan kawasan yang terpisah dari daratan Pulau Kalimantan.

“Kondisi yang berbentuk kepulauan, tentu menimbulkan tantangan bagi Kota Tarakan menghadapi persaingan pembangunan dari daerah sekitar ibu kota lainnya,” sambungnya.

“Perkembangan yang cepat tentu terjadi pada aktivitas di daratan Borneo, sekalipun Tarakan menjadi parameter perekonomian Kaltara. Misalnya, padatnya aktivitas kendaaran yang meluas di daratan Kalimantan akan menimbulkan perluasan aktivitas baru di daratan itu, seperti titik pemukiman baru, usaha baru, atau prasarana baru. Jadi sepanjang daratan akan ada aktivitas baru dan meluas dalam prosesnya,” ujarnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X