TANJUNG SELOR – Sidang kasus tindak pindana korupsi (tipikor) yang menjerat Mardiansyah, pegawai pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Kabupaten Tana Tidung (KTT) berakhir sudah. Ia divonis 5 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 200 juta subsider 6 bulan pada sidang putusan Rabu (21/8) di Pengadilan Tipikor Samarinda.
Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Bulungan, Denny Iswanto menjelaskan, pada sidang agenda tuntutan, Mardiansyah dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta Rabu (17/7) lalu. Dan berdasarkan hasil sidang putusan Mardiansyah terbukti secara sah melakukan tipikor atas ganti rugi tertabraknya Dermaga Sesayap pada tahun 2015 silam.
“Putusan, pidana 5 tahun 6 bulan. Denda Rp 200 juta subsider kurungan 6 bulan. Jika dituntuntan denda Rp 250 dan subsider 4 bulan,” ucap Denny Iswanto kepada Radar Kaltara, Kamis (22/8).
Dijelaskan, pihaknya belum dapat memastikan langkah selanjutnya usai putusan sidang. Sebab, ia mengaku masih menunggu petunjuk dari Kajati untuk langkah selanjutnya apakah banding atau menerima. Namun, melihat dari putusan hukuman merupakan 2/3 dari tuntutan.
“Karena putusan ini 2/3 dari tuntutan. Untuk memastikan itu, dua lapor ke Kejati dulu tunggu petunjuk. Dengan tenggang waktu selama 7 hari untuk banding,” jelasnya.
Untuk diketahui, Mardiansyah ditetapkan sebagai tersangka lantaran terbukti meminta ganti rugi ke perusahaan PT Global Trans Energi dikarenakan ponton milik perusahaan tersebut menabrak pelabuhan dan mengakibatkan kerusakan.
Mardiansyah datang mengatasnamakan pejabat Dinas Perhubungan KTT atau mengaku sebagai Kepala Dinas Perhubungan KTT dan melakukan negosiasi untuk ganti rugi pelabuhan yang rusak tanpa melalui perhitungan tim ahli.
“Proses ganti rugi Mardiansyah tidak memiliki kuasa untuk melakukan negosiasi dengan PT Global Trans Energi,” tegasnya.
Setelah melakukan negosiasi, Mardiansyah yang kini mendekam di Rutan Sempaja, Samarinda berhasil mendapatkan uang ganti rugi sebesar Rp 300 juta untuk perbaikan pelabuhan. Namun, uang yang diterima digunakan untuk kepentingan pribadi dan dibagi ke beberapa orang.
“Sempat terjadi negosiasi awalnya meminta Rp 1 miliar kemudian disepakati Rp 300 juta. Dari Rp 300 yang diterima Mardiansyah kini telah dikembalikan Rp 225 juta. Kekurangannya digunakan keperluan pribadi yang belum dikembalikan,” pungkasnya. (akz/eza)