Muhammad Wahyu, 6 Tahun Hidup Tanpa Anus

- Rabu, 31 Juli 2019 | 15:10 WIB

Muhammad Wahyu berusia 6 tahun. Tak berbeda jauh dengan anak seusianya. Di balik keceriaannya dan aktifnya bermain, ternyata menyimpan penderitaan. Selama 6 tahun hidup tanpa anus. Seperti apa kisahnya, berikut pengakuan orang tuanya.

SYAMSUL BAHRI

Setiap orang tua pasti menginginkan anak yang lahir kelak memiliki kondisi fisik yang sempurna. Sebab, dengan kondisi itu dapat mendukung pertumbuhan normal selayaknya anak-anak lain. Namun, berbeda halnya yang dialami Muhammad Wahyu (6). Anak ke 5 dari 6 bersaudara pasangan suami istri, Baharuddin (30) dan Jumaria (28) ini. Sejak lahir pada 10 Februari 2013 itu terdapat salah satu jenis kecacatan lahir yang cukup membahayakan baginya.

Yakni, atresia ani atau kondisi saat bayi lahir tanpa lubang anus. Wahyu, panggilan akrabnya, terlihat bermain dengan saudara-saudara ketika media ini, berkunjung ke rumah tantenya di Jalan Manunggal Bhakti RT 13 Kelurahan Nunukan Timur. Tak berbeda jauh dengan anak seusianya. Ia terlihat aktif berlari, melompat dan aksi lainnya. Namun, ketika bajunya dibuka, maka akan timbul pertanyaan.

Sebab, popok yang selama ini digunakan untuk bayi ketika buang ari besar (BAB) atau buang kecil justru terletak di pinggangnya. Itu karena, usus pembungannya telah dikeluarkan. Karena terlahir dari keluarga yang tidak mampu, kondisi itu terus dibawanya hingga saat ini. Selama setahun tinggal di Kabupaten Nunukan setelah menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Jumaria, ibu kandung Wahyu mengakui memang tidak pernah memeriksa kondisi anaknya ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terdekat apalagi ke dokter.

Sebab, ia mengaku tak memiliki biaya. Sementara jaminan kesehatan yang diprogramkan ke warga kurang mampu seperti dirinya sulit didapatkan akibat minimnya informasi yang diterimanya. Apalagi selama ini kondisi anaknya baik-baik saja. "Saya takut nanti dioperasi tidak punya biaya. Mau bayar pakai apa. Biaya hidup saja saya sudah," aku wanita kelahiran 1991 ini. Setelah berpisah dengan suaminya, kini Lia, sapaan akrabnya sehari-hari menjadi pedagang asongan di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

Hasil yang diperoleh itu tidak hanya untuk kebutuhan makannya saja, namun juga harus disisihkan untuk sewa rumah. Lia mengaku ketika dalam kandungan tak ada tanda-tanda kelainan. Namun, setelah lahir dan beberapa pekan setelah kelahiran baru ketahuan. Sebab, perut sang anak terus membuncit dan membuatnya kesakitan. Dan, ketika itu dokter akhirnya menemukan kelainan tersebut. Untuk menghindari sesuatu yang lebih parah lantaran sejak lahir tak pernag buang air besar (BAB) maka dilakukan operasi kecil.

“Dokter yang tangani di Malaysia itu memilih operasi kecil dengan mengeluarkan usus pembuangannya. Karena, lubang anusnya tertutup. Disarankan usia 6 bulan baru dilakukan pemeriksaan ulang. Tapi, kami tidak punya biaya. Karena biaya operasi di Malaysia waktu itu mahal,” aku Jumaria. Lia mengaku, penanganan penyakit anaknya ini sudah dijelaskan dokter yang menangani sebelumnya. Lantaran harus melalui operasi besar maka dirinya memilih diam. Sebab, ia mengaku kesulitan biaya. Sehingga, anaknya hanya menggunakan popok untuk menutupi ususnya yang selama ini dilalui tinja.

“Kan kalau itunya (tinja) keluar tidak ada tanda-tanda seperti orang normal. Langsung keluar saja. Makanya, saya pakai popok saja. Nah, biasanya dia rasa sakit itu kalau lambat dibersihkan,” akunya. Kendati demikian, setelah menunggu hampir setahun, kini Lia dapat bernafas lega.

Sebab, dirinya telah memiliki jaminan kesehatan dari Badan Penyelenggaran Jaminina Sosial (BPJS) Kesehatan melalui program penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah setempat. BPJS Kesehatan tersebut diperoleh berkat bantuan dari tetangganya. “Jadi, rencananya Kamis ini saya mau bawa anak saya periksa. Apapun itu, saya harus berusaha agar Wahyu dapat hidup normal seperti anak-anak lainnya,” pungkasnya. Seperti diketahui, terdapat salah satu jenis kecacatan lahir yang cukup membahayakan bagi bayi yang baru lahir. Yaitu atresia ani atau kondisi saat bayi lahir tanpa lubang anus.

Hal ini dikatakan berbahaya sebab pencernaan anak dapat terganggu karena tubuhnya tidak dapat memproses makanan secara sempurna. Atresia ani juga bisa disebut sebagai anus imperforata, yakni jenis cacat lahir yang terjadi saat usia kehamilan mencapai 5-7 pekan. Pada usia tersebut, rektum mengalami perkembangan yang tidak sempurna sehingga membuat kondisi lubang anus juga tidak dapat berkembang sempurna. Kondisi ini dapat terjadi pada 1 dari 5.000 bayi, bentuk kelainannya pun bermacam-macam.

Tindakan operasi adalah satu-satunya jalan untuk mengobati penyakit ini. Akan tetapi penentuan kapan operasi dapat dilakukan bergantung pada setiap bayi tergantung dari jenis kerumitan dan kondisi fisik bayi. (***/nri)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X