Ditinggalkan Pengunjung karena Fasilitas

- Senin, 29 Juli 2019 | 11:17 WIB

Tempat yang baru selalu berhasil mengundang rasa penasaran masyarakat. Namun setelah mengetahui apa yang ada di tempat tersebut, perlahan ditinggalkan. Termasuk taman yang ada di Tarakan.

----

SALAH seorang pemilik stan di Taman Berlabuh, Anca (29) mengatakan, ramai pengunjung saat tanggal merah alias hari libur. Itu pun pengunjung rerata yang memiliki anak kecil, yang ingin bermain di taman. Sedangkan anak remaja maupun dewasa, mulai jarang terlihat berkunjung ke Taman Berlabuh.

“Kalau hari biasa sepi. Kalau pas ada pameran biasanya ramai. Kalau malam Minggu lumayan ramai, tapi paling yang punya anak kecil saja main di taman,” katanya kepada Radar Tarakan, pekan lalu.

Ia mengaku, dibandingkan saat Taman Berlabuh diresmikan akhir 2016, pengunjung tumpah ruah memadati taman yang memiliki luas sekitar 1,3 hekatre ini. Namun seiring berjalannya waktu, keramaiannya perlahan redup dan sepi. “Mungkin karena sudah banyak kafe-kafe yang bagus, jadi jarang yang datang ke taman. Pas masih awal-awal buka, Taman Berlabuh ramai pengunjung,” bebernya.

Saat hari libur maupun malam Minggu, biasanya ia meraup keuntungan Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. Berbeda pula dengan hari biasanya, di bawah Rp 1,5 juta.

Rupanya klasifikasi pedagang di taman ini terbagi menjadi dua, yaitu bagian luar dan bagian dalam. Konon penyewaan gerobak pedagang yang di bagian luar diserahkan ke pemilik tanah. Sementara pedagang bagian dalam, membayar sewa ke pengelola taman. Pedagang yang di bagian luar ini yang menjajakan aneka minuman dan camilan.

“Penyewaan yang bagian luar lebih mahal karena bayar langsung ke pemilik tanah. Ada yang Rp 800 ribu, ada yang Rp 900 ribu per bulan. Kalau yang bagian dalam, seperti penjual balon itu bayarnya ke pengelola taman sekitar Rp 300 ribu per bulan,” jelasnya.

Tidak seramai pertama diresmikan, ia pun berharap pemerintah dapat memperhatikan ruang terbuka hijau (RTH) seperti taman-taman yang ada di Tarakan ini. “Paling tidak pemerintah bisa perbaiki atau menambah fasilitas, supaya bisa menarik minat pengunjung,” harapnya.

Berbeda pula dengan Taman Oval Ladang, atau yang lebih dikenal dengan sebutan TO Ladang. Nama taman ini hampir tidak pernah disebut sebagai referensi tempat tongkrongan atau bersantai. Salah seorang pedagang di TO Ladang, Amir (49) mengaku taman ini sangat sepi dan jauh dari keramaian. Padahal letaknya termasuk di tengah-tengah kota. “Sekarang kan sudah banyak taman, apalagi TO ini juga sudah lama sekali. Tidak ada perubahan atau perkembangan, muncul taman-taman baru akhirnya TO ini semakin tertinggal,” terang Amir.

Tidak hanya jauh dari keramaian pengunjung. Fasilitas yang ada di TO Ladang ini pun banyak yang rusak dan tidak terawat. Padahal fasilitas di taman ini cukup menjual. Mulai dilengkapi patung kuda, ikan dan masih banyak lagi, yang cocok dijadikan spot foto pengunjung.  “Pagarnya dirusak, mungkin oknumnya anak-anak nakal. Jadi fasilitas di sini sudah banyak yang rusak, tidak terawat dan tidak menarik lagi,” katanya.

Ia mengaku pengunjung pun tidak seramai dahulu. Sekarang ini, omzet yang didapatkannya pun kisaran Rp 1 juta. Sangat disayangkannya taman ini tidak dilirik oleh pemerintah. “Kalau di bagian luar masih ada saja pengunjung, tapi kalau di dalam taman sepi. Penerangannya juga minim, jadi bagaimana supaya pemerintah bisa menghidupkan suasana taman ini,” harapnya.

Apalagi sekarang ini banyak kafe-kafe dengan spot yang lebih kekinian. Seperti yang dikatakan Dian (25) lebih menyukai meet up di kafe. Selain tempatnya lebih nyaman dengan konsep yang instagramable.

“Sekarang kan zamannya internet, jadi biasanya kami kalau ngumpul lebih pilih kafe-kafe. Yang paling utama itu abadikan momen, buat posting di medsos masing-masing. Yang kedua, tempatnya lebih nyaman, suasananya asyik, apalagi kalau ada live music,” kata Dian.

Ia mengaku soal harga tidak menjadi masalah, bila sesuai dengan fasilitas dan kualitas yang didapatkan pengunjung. Meski harus mengorek Rp 100 ribu sekali nongkrong, tidak masalah baginya. “Nongkrongnya kan juga jarang-jarang, dua minggu sekali. Karena jarang, daripada ke taman, saya lebih memilih ke kafe. Sekali ke kafe itu habisnya Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu. Tapi sesuai dengan yang kami dapat. Misalnya wifi, tempatnya nyaman dan bagus untuk foto, menunya juga enak-enak, jadi puas aja,” bebernya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X