Dari Jualan Es hingga Memimpin Perusahaan Daerah

- Rabu, 17 Juli 2019 | 09:16 WIB

Mungkin sebagian masyarakat Tarakan belum mengenal lebih dekat sosok satu ini. Ia merupakan seorang akademisi senior sekaligus mantan direktur utama (dirut) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Alam. Pembawaannya humoris, bahkan sesekali bergaya eksentrik.

 

AGUS DIAN ZAKARIA

 

SAID Usman Assegaf, dosen yang dikenal mudah akrab dengan mahasiswanya. Pria kelahiran Balikpapan 4 Juni 1959 ini merupakan anak kelima dari 9 bersaudara, pasangan Sayyid Zen Assegaf dan Hj. Syarifah Sahra Assegaf yang juga masih garis keturunan habib yang bergaris keturunan keluarga Assegaf.

Usman kecil tumbuh dalam didikan keluarga religius serta disiplin tinggi. Ayahnya merupakan seorang prajurit TNI. Ia terbentuk dari sikap tegas sang ayah.

“Saya dibawa ke Tarakan waktu balita dari Balikpapan, pas mau masuk sekolah pindah ke Tanjung Selor ikut orang tua pindah tugas. SD dan SMP saya di sana. Kemudian setelah SMA kami pindah ke Tarakan dan saat itu saya masuk SMA Negeri 1 Tarakan,” ungkapnya, Senin (15/7).

Keluarga Said bukanlah orang yang mapan dari segi ekonomi. Dari situ pula, ia ditempah menjadi pria pekerja keras.

“Saya waktu sekolah itu, termasuk dalam keluarga tidak mampu dan hidup serba kekurangan karena saudara saya banyak. Tahulah tentara zaman dulu anaknya banyak-banyak. Jadi saya sekolah dengan keterbatasan. Beli buku saja susah, apalagi buat jajan. Bahkan saat kuliah, saya juga sambil bekerja untuk biaya hidup di perantauan,” kisah Said dengan mata berkaca-kaca.

Bekerja sembari menuntut ilmu menurutnya merupakan hal yang sulit. Beban tugas kuliah yang menumpuk serta harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan tentu melelahkan. Meski demikian, ia tidak memiliki pilihan lain selain bertahan melawan kondisi tersebut.

“Sambil kuliah kerja apa saja yang bisa membantu biaya saya kuliah. Sambil jualan, ikut kerja kasar. Yang saya pikir waktu itu, tidak apa-apa saya terpontang-panting, asalkan pulang saya membawa gelar sarjana. Dari 9 bersaudara tidak ada satu pun saudara saya yang sarjana. Itu juga yang membuat saya harus bekerja keras untuk mendapat gelar sarjana,” ungkapnya dengan air mata yang lantas menetes.

Menjalani pendidikan strata-1 di Universitas Mulawarman (Unmul) pada tahun 1980, langkah Usman muda untuk mendapatkan gelar sarjana lebih awal sempat tertunda, karena tidak cukup ongkos membiayai kuliah. Kemudian ia fokus bekerja sementara waktu dan baru bisa menyelesaikan sarjananya di tahun 1987.

Setelah itu, ia kembali ke Bumi Paguntaka dengan mencoba peruntungan mengikuti tes CPNS jabatan di tahun 1989. Meski lulus dan siap ditempatkan menjadi pimpinan instansi, ia berubah pikiran dan memilih tawaran untuk memegang jabatan di perusahaan kayu swasta.

“Di Unmul di fakultas sosial politik. Saya terlambat selesai 3 tahun karena faktor biaya. Harusnya tahun 1984 saya sudah sarjana. Karena waktu itu tidak mampu membayar, saya cuti mengumpulkan uang akhirnya selesai tahun 1987. Setelah lulus kuliah, saya sempat tes CPNS, tapi setelah saya diterima saya berubah pikiran karena tahu gajinya kecil dan menerima tawaran bekerja di kamp perusahaan kayu dan perkebunan sebagai kepala personalia. Akhirnya saya memutuskan masuk kamp tahun 1989. Setelah sebulan menjabat kepala personalia, kemudian saya diangkat menjadi manajer office,” tuturnya.

Di tahun 1992 ia resmi melepas masa lajangnya. Meski demikian, Said sempat terjatuh karena kondisi perusahaan sedang surut.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X