Kuliner Khas Jauh Tertinggal

- Senin, 15 Juli 2019 | 10:29 WIB

Hidangan ayam geprek mulai tren sekitar 2017 lalu, dan masih menjamur hingga saat ini. Konon lidah masyarakat Bumi Paguntaka, atau nama lain dari Kota Tarakan ini lebih menyukai jajanan yang banyak diburu orang itu.

 

OWNER Ayam Geprek Tengkawang, Rahmadina mengatakan, awalnya hanya mencoba ikut meramaikan kuliner Kota Tarakan dengan menawarkan menu ayam geprek. Namun siapa sangka, mulai merintis usaha sejak Oktober 2017 lalut masih banyak peminat.

“Enggak ada alasan spesifik, waktu itu memang ayam geprek lagi tren. Pada saat itu, daging ayam yang digeprek di tempat belum ada. Makanya kami buka dengan geprek saat dipesan dan sesuai dengan permintaan konsumen,” terang kepada Radar Tarakan saat ditemui di Jalan Tengkawang, Gunung Lingkas, Tarakan Timur, Sabtu (13/7).

Seperti yang diketahui, masyarakat Kota Tarakan identik hal yang viral, baru dan banyak diburu. Awal merintis usaha kuliner ini pun tak langsung dilirik masyarakat. Apalagi letaknya di dalam gang. Namun seringnya menjadi tempat tongkrongan anak sekolah, keberadaan menu ayam geprek ini pun tersebar dari mulut ke mulut di awal 2018.

“Awalnya memang sepi banget. Karena dalam gang, yang beli hanya para tetangga. Kemudian dibuat ramai sama anak sekolah, sering nongkrong di sini pas pulangan. Pas malamnya, mereka bawa orang tuanya makan ke sini, coba ayam geprek. Nah dari orang tuanya, bawa lagi teman-temannya ke sini. Akhirnya menyebarnya dari mulut ke mulut,” bebernya.

Agar ayam geprek tetap breada di hati masyarakat, inovasi hidangan menu ini terus berkembang. Penamaannya pun unik. Misalnya ayam kecebur, yang khas dengan saus racikan dari rumah makan ini.

“Tapi orang tetap suka sama ayam geprek original, yang hanya pakai sambal korek. Kalau pakai keju atau mozzarella, paling anak-anak atau yang mau coba-coba. Kami juga ada menu baru, ayam geprek kecebur itu disiram dengan saus racikan,” katanya.

Nah, ayam geprek ini identik dengan cabai rawit segar yang digeprek bersama bawang putih dan daging ayam goreng tepung. Menggunakan cabai rawit lokal, cita rasa pedasnya pun tidak main-main. Di 2018 lalu, pemecah rekor pelanggannya menggunakan cabai sebanyak 113 buah.

“Cabai lokal itu memang rasa pedasnya lebih terasa dibandingkan sama yang dari luar. Makanya kalau digeprek dua saja, itu pedasnya sudah terasa. Banyak yang coba-coba dulu, awalnya dua buah cabai, kalau datang lagi coba tiga buah cabai lagi,” jelasnya.

Bagaimana pula dengan daging ayam yang digunakan? Ia mengaku setiap hari supplier mendatangkan daging ayam segar ke rumah produksinya ini. “Kalau stok ayam, kami ada langganan yang datang setiap hari. Jadi setiap hari ada daging ayam segar yang masuk, sesuai dengan kebutuhan kami karena setiap hari naik dan turun,” bebernya.

Banyaknya peminat ayam geprek, dari usahanya ini pun sudah memperkerjakan tujuh orang karyawan. Namun yang terpenting adalah tetap menjaga kualitas menu yang dihidangkan.

“Kalau omzet, alhamdulillahmodal sudah kembali. Kami juga sambil renovasi tempat supaya lebih luas. Penjualan itu tidak selalu meningkat. Ada kalanya sepi, kadang juga ramai. Tapi tetap jaga kualitas. Jangan sampai hanya mengejar kuantitas, tapi kualitas menurun,” katanya.

Nah, berbeda pula dengan Java Fried Chicken. Khasnya ayam geprek di rumah makan ini identik dengan tambahan sausnya yang diulek bersama bawang putih goreng dan cabai rawit yang sudah digoreng.

“Khas ayam geprek Java ini, kami pakai sambal saus dan cabai rawit. Sausnya pun lain daripada yang lain,” terang Renny selaku ownerJava Fried Chicken.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X