Sistem Zonasi Hapus Sebutan Sekolah Favorit

- Senin, 1 Juli 2019 | 13:07 WIB

TANJUNG SELOR – Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menilai bahwa penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan menerapkan sistem zonasi bertujuan agar ke depannnya tidak ada sebutan sekolah favorit.

Itu disampaikan Kepala LPMP Kaltara, Dr. Jarwoko dalam wawancara kepada awak media Radar Kaltara. Namun, dikatakannya juga, di lapangan mengenai sistem zonasi yang diberlakukan di tingkat SD, SMP dan SMA memang masih belum cukup banyak dipahami oleh masyarakat, khususnya orang tua/ wali murid itu sendiri. Sehingga diakuinya acap kali muncul anggapan sistem zonasi itu tak adil selama berlangsungnya PPDB sejauh ini.

“Zonasi ini sebenarnya ingin mengubah adanya sekolah favorit. Atau, sekolah yang dikhususkan hanya untuk orang–orang pintar dan mampu,” ungkapnya.

Lanjutnya, adanya zonasi itu juga sebagai upaya bahwa sekolah dengan sarana dan prasarana (sapras) serta guru yang mumpuni tak hanya dipenuhi oleh peserta didik yang pintar. Melainkan, semua warga negara wajib menerima tanpa terkecuali. Oleh karenanya, zonasi itu pun diberlakukan. Meski, tetap ada pengecualian beberapa persen yang diperuntukkan bagi yang berprestasi.

“Apalagi, pemerintah pusat itu memang menetapkan bahwa wajib belajar 12 tahun. Artinya, pemerintah sendiri pun harus mampu menyediakan bagi tempat mereka menempuh pendidikannya,” ujarnya.

Lebih jauh dikatakan, maksud lain adanya sistem zonasi sendiri. Di mata LPMP bahwa itu sebagai upaya mencegah adanya praktik jual beli kursi, siswa titipan dan lainnnya yang dianggap melanggar pada suatu sekolah. “Bahkan, sekolah itu pun bisa menjadi kapitalis jika itu terus terjadi. Mengapa? Karena bisa saja yang hanya berduit yang dapat sekolah dengan kualitas baik,” katanya.

“Zonasi itu menghapus juga anggapan bahwa orang yang mampu dan mendapatkan fasilitas baik. Maka ia akan makin mampu. Sedangkan, orang yang bodoh, tak dapat fasilitas sebagaimana mestinya justru semakin bodoh. Ini sebenarnya yang dikatakan tak adil,” jelasnya.

Untuk itu, ditambahkan, adanya zonasi itu mengartikan tak adanya suatu perbedaan. Anak yang memang tinggal tak jauh dari sekolah. Maka, dapat diterima ke sekolah itu. Tidak seperti dahulu yang justru mereka tak dapat sekolah lantaran terganjal nilai dan lain sebagainya.

“Dulu, anak-anak yang tak dapat sekolah negeri adalah anak yang dikategorikan bodoh. Mengapa? Karena yang digunakan seleksi adalah jalur prestasi. Sehingga anak-anak yang rumahnya sekalipun dekat, tak dapat diterima,” ucapnya seraya berkata dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini diubah sistemnya.

“Meski, terkadang sarpras yang baik tak sepenuhnya menjamin kualitas dari siswa itu sendiri. Hanya, ini bagaimana dapat menerapkan bahwa sekolah negeri dengan kualitas unggul dapat dirasakan semua anak-anak. Baik mampu dan tidak, bodoh dan pintar,” tuturnya.

Akan tetapi, di sisi lain, PR pemerintah juga untuk bagaimana ke depan menjadikan semua sekolah itu memiliki sarpras yang baik dan memadai. Sehingga pendidikan akan semakin maju di daerah. “Jangan hanya fokus pada satu atau beberapa sekolah. Tapi, bagaimana memperhatikan semuanya agar merata juga sarpras dan lainnya,” pungkasnya. (omg/eza)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X