Melihat Kreativitas Warga Binaan Lapas Kelas II A Tarakan (Bagian 1)

- Kamis, 13 Juni 2019 | 14:53 WIB

Menyebut lembaga pemasyarakatan (lapas) tentu yang terngiang adalah penjara, dan tempat tahanan orang-orang bermasalah. Tapi berbeda pula dengan Lapas Kelas II A Tarakan. Warga binaan di dalam lapas ini memiliki kreativitas di balik jeruji besi.

LISAWAN YOSEPH LOBO

TINGGAL di dalam lapas, bukanlah alasan tidak dapat menuangkan hobi dan berkreativitas. Meski tetap dalam pengawasan petugas, warga binaan Lapas Kelas II A Tarakan tetap berkreasi. Juga berhasil memamerkan beberapa hasil goresan tangannya.

Dibentuk Pemasyarakatan Art alias Pasart di awal 2018 lalu, warga binaan di lapas ini dapat menyalurkan hobi, sekaligus mengasah keterampilannya. Termasuk membatik, yang ditekuni 11 orang warga binaan.

Salah seorang warga binaan yang kreatif adalah Erni Susanti. Wanita berusia 34 tahun ini mengaku pertama kali membatik di dalam lapas, sejak lima bulan lalu.

Saat itu, ada pelatihan membatik di lapas. Mulai dari membuat pola, teknik mewarnai, mencanting hingga waterglass atau proses menguatkan warna pada batik.

“Belajar di sini (lapas, Red), ada pelatihan dari Pak Anto. Awalnya susah, tapi lama-lama sudah biasa,” terang wanita berambut pendek ini.

Di dalam kelompok membatik ini, Erni membidangi pencantingan atau melukis kain dengan lelehan lilin panas. Segala pekerjaan yang ditekuni, pasti butuh ketelitian dan kesabaran. Ya, termasuk pencantingan batik. “Kalau banyak pikiran (terganggu, Red), jadi berantakan. Harus teliti dan sabar, kalau mencanting kan panas,” jelasnya.

Berbeda lagi dengan Suryani. Wanita berusia 37 tahun ini mampu membidangi beberapa bagian di dalam membatik. Seperti melukis, mencanting dan mewarnai pun dikuasainya. “Kita latihannya selama seminggu. Setelah itu, dilepas (mandiri), awalnya berantakan dan memang butuh kesabaran,” terangnya.

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, konon tergantung dari proses pencantingan. Nah, dari pencantingan ini menentukan warnanya. Dijelaskannya sedikit proses pembuatan batik khas lapas ini. Setelah melukis polanya, baru lah dijiplak ke kain.

Tak asal menjiplak, tetapi sangat teliti. Terkadang pula miring sehingga harus dibersihkan dengan cara dicuci maupun dihapus. “Kalau kita tidak perhatikan, kadang miring jadi tidak bagus. Digambar lagi, bagaimana caranya bisa kita merapikan lagi. Supaya gambarnya bagus dan warnanya tidak melebar (keluar dari garis pola, Red) itu dari pencantingannya,” bebernya.

Kemudian dicanting mengikuti garis atau pola, dengan lelehan lilin. Melukis saja, butuh waktu selama dua hari untuk menyelesaikannya. “Setelah dicanting, baru diwarnai. Setelah itu, waterglass baru pencucian dan direbus. Setelah direbus, dicuci lagi baru dijemur. Itu lah hasilnya,” jelasnya.

Nah, selama membatik di lapas, Suryani dan rekan-rekannya ini sudah berhasil menjual 50 lembar kain batik. Termasuk dipasarkan saat ada pameran melalui pembina Pasart. Batik dengan motif khas Kalimantan Utara (Kaltara), sudah menembus keluar kota.

“Harganya Rp 350 ribu. Sudah habis terjual, waktu ada pameran dirjen beli dibawa ke Jakarta. Ini saja yang sementara kita kerjakan nanti ada 14 lembar,” tutupnya. (*/one/eza)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X