Penyesuaian TBA Dinilai Tak Relevan

- Senin, 27 Mei 2019 | 12:24 WIB

Harga tiket pesawat masih mahal? Demikian yang dirasakan sejumlah calon penumpang dari Tarakan. Sebagian hanya bisa mengelus dada, niat pulang kampung dengan menumpang pesawat udara diabaikan dulu. Moda transportasi laut pun menjadi pilihan. Keputusan Menteri Menteri Perhubungan Nomor KM 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas (TBA) Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Niaga Berjadwal Dalam Negeri dinilai belum relevan mengurai keluhan masyarakat.

 

HALIM (30), merencanakan keberangkatannya dari Tarakan sejak April lalu. Ia berniat berlebaran dengan orang tuanya di Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun, Halim yang bekerja di salah satu perusahaan swasta masih menimbang untuk menggunakan transportasi udara. Menurutnya tarif sejumlah maskapai masih mahal. Merujuk pada harga yang ditampilkan perusahaan penyedia layanan pemesanan tiket pesawat secara daring dan online.

“Belum turun. Harganya masih tinggi. Tahun lalu itu saya masih dapat tiket harga 900-an ribu, dari Tarakan ke Makassar. Itu bisa langsung atau transit di Balikpapan. Dari akhir tahun lalu, sampai sekarang, harga paling rendah 1,4 juta,” tutur Halim.

Seniman (45), juga mengakui hal yang sama. Ia merupakan pria asli Surabaya, Jawa Timur. Sudah beberapa tahun ini tinggal di Tarakan. Menurutnya, dari akhir Desember 2018 hingga sekarang, harga tiket pesawat masih saja mahal.

“Ada kapal. Kalau kapal lumayan lebih murah. Hanya lebih lama sampainya. Kalau kayak kita ini pekerja perusahaan, yah gajinya berapa sih. Kalau mau maksa naik pesawat, yah gajinya habis di tiket aja,” kata Seniman yang memiliki dua orang anak.

Kepala Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Balikpapan Abdul Hakim Pasaribu yang wilayah kerjanya meliputi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimra) membeberkan jika salah satu atensi KPPU saat ini menyoal harga tiket pesawat. Dalam kajian KPPU, terdapat dua potensi yang ditangani saat ini. Pertama terkaita indikasi pelanggaran UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ada dua grup maskapai tengah dalam penyelidikan.

“Oleh KPPU pusat yang menangani. Isunya seluruh Indonesia. Mengapa ini ditangani KPPU? Akhir bulan 12 (2018), masuk awal tahun ini, ada kenaikan secara bersama-sama oleh masakapai. KPPU melihat bahwa ini perlu didalami. Struktur pasarnya semakin terkonsentrasi, dari oligopoli terbatas menjadi duopoli. Apalagi masuknya manajemen ke manajemen salah satu maskapai lain. Dua isu, penegakan hukum isu kartel dan interlocking directorate.

“Belum kami sampaikan perkembangannya. Karena masih penyelidikan. Kami butuh alat bukti. Minimal keterangan saksi dan ahli. Surat atau dokumen dari pelaku usaha. Di lain sisi, KPPU melakukan advokasi kepada pemerintah, dalam hal Kemenhub, dalam tarif batas bawah dan tarif batas atas. Memang tidak relevan dengan isu persaingan,” ujar Abdul Hakim.

Menurutnya aturan mengenai TBB-TBA telah lama disuarakan KPPU, karena cenderung dikeluhkan konsumen. Apa yang terjadi dari akhir tahun lalu hingga Ramadan ini, menyangkut kebijakan tarif maskapai seharusnya bisa diatasi. Andaikan TBB-TBA tidak diatur dengan Kepmenhub.

“(Kajian KPPU) Karena sifatnya saran, tidak ada kewajiban pemerintah menyetujui. Tapi, inilah dampak dari mendistorsi mekanisme pasar. Sekarang walaupun direvisi Kepmenhub itu, ini sudah peak season. Biasanya mengarah ke TBA. Ini faktor supply dan demand. Ini akan naik ke TBA. Karena ketersediaan seat. Permasalahannya, konsumen ini mengalami keluhan sebelum peak season dari Tahun Baru sampai Ramadan,” urai Abdul Hakim.

“Setelah Ramadan kami akan memantau sejauh mana dampak revisi Permenhub itu. Sekarang harga tiket masih jauh dari TBB. Kalau peak season tiket mahal, wajar. Kalau setelahnya nanti, harusnya kembali lagi, normal. Mendekati TBB,” sambungnya.

Persoalan harga tiket bukan pada ketidakmampuan masyarakat saja. Namun berdampak luas pada sektor pariwisata nasional. Serta para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Kementerian aja komplain, Kemenpar, Kementerian UMKM. Terutama sektor pariwisata dan UMKM. Dan sekarang terjadi penurunan penumpang, di periode yang sama dibanding tahun lalu. Setelah peak season itu akan terasa dampaknya. Tahun lalu, hari libur kejepit, orang pada borongan ke lokasi wisata. Sekarang mikir. Kita lihat sendiri di bandara traffic penumpang turun,” beber Abdul Hakim.

Hal lain yang kerap menjadi alasan maskapai, kata dia, mengenai komponen harga penerbangan. Sementara ini masih bisa dikontrol. “Pertanyaannya, kenapa tiket pesawat ke luar negeri lebih murah dibanding rute domestik? Ada apa sebenarnya? Kesimpulan sementara kami, kalau struktur pasar terkonsentrasi, itu akan terjadi persaingan. Mahalnya tiket dalam domestik, diduga karena pelaku usahanya makin sedikit. Misalnya ada ‘main mata’,” nilainya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X