Ditolak Negeri, Menyerah di Swasta

- Jumat, 24 Mei 2019 | 10:48 WIB

TARAKAN - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Tarakan pada Selasa (21/5) pagi membuka pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Tidak sedikit orang tua siswa yang mengeluhkan kondisi di mana setiap calon siswa harus didampingi orang tuanya.

Salah satunya Katerina Ellianty (35), seorang ibu yang mengantarkan anaknya ke SMPN 2. Menurut Katerina anaknya sedang dalam kondisi sakit. Dalam kondisi lemah dan sakit putrinya terpaksa ikut berdesak-desakan bersama calon siswa yang lain.

“Saya datang dari jam 6 pagi. Sebenarnya tidak masalah desak-desakan begini sudah biasa. Cuma anak saya sakit demam, tapi karena aturan sekolahnya siswanya harus hadir jadi terpaksa anak saya datang dalam keadaan sakit,” ujarnya, kemarin (21/5).

Rosmiati (39), menyayangkan tidak adanya toleransi panitia dalam menangani berkas peserta. Salah satu hal yang dikeluhkan soal kartu keluarga yang telah berlaku minimal 1 tahun.

“Masa karena KK baru 4 bulan, anak saya langsung ditolak. Setahu saya tidak ada aturan yang mengharuskan aturan masak berlaku berkas. Padahal berkas sudah lengkap, masak harus ada minimal masa berlakunya. Jadi bagaimana kalau keluarga yang baru dapat musibah rumahnya kebakaran dan baru mengurus KK-nya lagi. Memang susah cari sekolah kalau tidak punya orang dalam,” ungkapnya kecewa.

Solusi pihak sekolah, menurutnya kurang memuaskan. Selain itu, lebih kecewa lagi karena pihak sekolah yang menyarankan dirinya agar langsung mencari sekolah swasta. “Minimal kasih solusi apakah, suruh buat surat keterangan rumah terbakarkah atau bagaimana, jadi kan saya bisa uruskan cepat. Ini malah ditolak, disarankan untuk cari sekolah swasta. Tidak etis sekali,” keluhnya.

Kepala Seksi (Kasi) Pembinaan SD dan SMP pada Disdikbud Tarakan Wiranto mengungkapkan, aturan masalah ketetapan masa berlaku berkas peserta PPDB tersebut memang sudah tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018. Sehingga, hal tersebut wajib diterapkan. Meski demikian, ia menyayangkan adanya perlakuan pihak salah satu sekolah yang menyarankan calon siswa untuk mencari sekolah lain. Seharusnya pihak sekolah dapat memberikan penjelasan konkret kepada orang tua calon siswa.

“Memang itu sudah ada dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 dan sudah diterapkan tahun lalu. Keterangan domisili berdasar alamat kartu keluarga diterbitkan minimal setahun sebelumnya. Saya kira para orang tua sudah mengetahui ini dari semua sosialisasi yang kami lakukan. Namun kami menyayangkan, adanya perlakuan atau saran yang menimbulkan ketidaknyamanan orang tua calon siswa. Seharusnya perlu ada sedikit penjelasan lebih persuasif agar bisa lebih dimengerti,” terangnya.

Ia menerangkan, faktor yang melandasi aturan tersebut, karena banyak orang tua siswa yang melakukan berbagai cara untuk dapat mengelabui aturan. Sehingga diberlakukanlah seleksi berkas, termasuk berlakunya KK.

“Itu tidak seperti edisi sebelumnya yang diterbitkan minimal 6 bulan sekarang harus 1 tahun. Keputusan itu berlaku untuk mutasi dadakan yang dilakukan orang tua. Trik itu sering dilakukan orang tua yang sengaja pindah hanya untuk mengincar sekolah favorit bagi anaknya. Karena itu juga, kalau jalur perpindahan orang tua harus dilengkapi surat penugasan dari instansi, lembaga, kantor, maupun perusahaan. Mutasi domisili akan dicocokkan dengan sekolah asal siswa,” jelasnya.

Keputusan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang menggunakan zona tempat tinggal, mendapat protes dari masyarakat. Aturan tersebut masih dinilai tak adil dan akan membuat banyak siswa terancam tidak sekolah.

Rahmat (35) mengatakan bahwa dirinya memiliki anak bernama Rahmadani (12) dan tidak masuk dalam zona sekolah. Rahmat telah mendaftarkan Rahmadani di tiga sekolah, yakni SMPN 2, 12 dan 8. Di tiga sekolah Rahmadani tidak diterima.

“Kami tinggal di Jalan Gadjah Mada, anak saya mau sekolah di sekolah terdekat, SMPN 2, tapi tidak masuk. Jadi kami lari ke SMPN 12, lebih parah di SMPN 12 karena zonanya tidak sampai,” ujarnya.

Menurut Rahmat, jika pemerintah menerapkan sistem zona dan bukan sistem nilai, maka orang tua angkat tangan. Sebab menurut Rahmat, percuma jika ia memberikan pelajaran tambahan khusus terhadap anaknya agar bisa mendapatkan nilai tinggi namun tidak diterima sekolah.

Rahmat mengaku, jika diarahkan ke sekolah swasta ia tak dapat berbuat banyak. Untuk itu, Rahmat menginginkan adanya sistem nilai oleh pemerintah.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X