Masjid Nurul Huda merupakan sebuah masjid yang terletak di Jalan Gunung Sepuluh, RT 11, Kelurahan Kampung 6, Kecamatan Tarakan Timur.
AGUS DIAN ZAKARIA
JIKA masjid Baburrahhim, Kelurahan Lingkas Ujung menyandang status masjid tertua di Kecamatan Tarakan Timur berdasarkan catatan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Tarakan, namun tidak banyak yang mengetahui jika masjid Nurul Huda juga merupakan salah satu masjid tertua yang tahun pembangunannya masih menjadi kontroversi.
Dari pengakuan beberapa warga asli setempat, masjid ini sudah ada sejak tahun 50-an. Masjid yang dulunya merupakan surau ini, dipercaya telah berdiri sebelum adanya masjid Baburrahim.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua Takmir Masjid Nurul Huda, Waridi (55). Ia menerangkan masjid ini dulunya dibangun oleh perusahaan minyak Pertamina yang merupakan perusahaan pertama di Kota Tarakan. Hal itulah yang menjadi dasar kuat, jika masjid ini sudah ada sebelum adanya masjid-masjid di Tarakan Timur lainnya.
Karena menurut warga setempat, pembangunan tempat ibadah tersebut tidak terlepas karena tidak adanya tempat ibadah masyarakat setempat kala itu.
“Masjid ini sebenarnya dibangun tahun 1950-an yang dulunya masih surau, tapi dari catatan kemenag masjid ini baru berdiri 1970. Masjid ini dulu merupakan surau kecil yang sudah berdiri. Konon ceritanya sudah ada tahun 50-an yang dibangun oleh Pertamina pada saat itu,” ujar Waridi, kemarin (22/5).
Meski demikian, tidak ada yang mengetahui pasti tahun dibangunnya masjid tersebut. Hanya saja, hal menarik dari masjid ini ialah pernah menjadi tempat ibadah termodern di Kota Tarakan.
Dari pengakuan warga yang telah wafat, sejak pertama kali masjid yang dulunya berstatus musala tersebut sudah dibangun dengan berbahan material modern seperti semen beserta ubin. Padahal, saat itu bahan tersebut, sangat sulit didapatkan dan harganya pun cukup mahal.
Mengingat pembangunan dilakukan oleh perusahaan minyak termasyhur kala itu. Tidak heran, meskipun sulit dan mahalnya bahan material saat itu, tidaklah menjadi soal.
“Kalau cerita orang tua dulu, masjid ini memang sudah batu sejak masih surau, memang dulu bentuknya yang lebih kecil sekitar 9x9 meter. Tapi bisa dikatakan tempat ibadah yang paling modern di eranya. Karena surau lain di Tarakan waktu itu semua masih kayu,” bebernya.
Seiring perkembangan zaman, jadi jemaah semakin bertambah, akhirnya dari hasil swadaya maupun donatur akhirnya dibangunlah menjadi masjid dengan luas 25x20 meter.
Meski pembangunan dilakukan sebuah perusahaan, namun saat ini masjid tersebut telah lama diserahkan kepada masyarakat. Hal tersebut dikarenakan, pembangunan rumah ibadah tersebut memang ditujukan kepada warga sekitar.
“Masjid ini memang masih masuk tanah Pertamina, tapi dari Pertamina sendiri waktu itu sudah memutuskan menyerahkannya ke masyarakat. Pada dasarnya memang Pertamina membangun masjid ini untuk masyarakat sebagai CSR,” jelasnya.
Karena memiliki lahan cukup luas, masjid ini dapat menampung 1.000 jeamaah. Tidak hanya itu, selain digunakan untuk ibadah, kompleks masjid juga dapat diperuntukkan untuk keperluan sosial warga setempat seperti berjualan maupun mengadakan hajatan.