TANJUNG SELOR – Setelah melakukan proses yang cukup panjang, akhirnya kasus dugaan penyalahgunaan formulir C-6 yang ditangani oleh Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Bulungan secara resmi ditutup.
Ketua Bawaslu Bulungan, Ahmad mengatakan, penutupan atau penghentian proses penanganan kasus itu berdasarkan kesepakatan dari tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang melibatkan Bawaslu, kejaksaan dan kepolisian.
“Berdasarkan hasil verifikasi terhadap keterangan saksi, dan ahli dari Universitas Borneo Tarakan (UBT), itu (penyalahgunaan C-6, Red) unsyur kesengajaannya tidak terpenuhi,” ujar Ahmad kepada Radar Kaltara di Tanjung Selor, Selasa (21/5).
Artinya, tiga pelaku penyalahgunaan formulir C-6 yang merupakan warga asal Pulau Jawa, yang masing-masing berinisial AZ, AD, dan MD itu tidak terbukti bersalah, karena dari hasil pengembangan yang dilakukan, mereka tidak terlibat aktif dalam kasus pelanggaran pemilu tersebut.
Dalam hal ini, ketiga orang tersebut hanya sebatas menerima formulir C-6 yang ingin digunakan untuk memilih itu. Terlebih, ketiga orang itu juga belum menggunakan formulir C-6 tersebut untuk menyalurkan suara atau pilihannya.
“Bahkan, tiga orang tersebut belum mendaftar karena belum masuk ke TPS. Di sini mereka baru menerima dan orang yang memberikan formulir C-6 itupun mereka mengaku tidak mengetahui,” jelas Ahmad.
Berdasarkan pertimbangan itulah Gakkumdu akhirnya menyatakan untuk menutup kasus tersebut. Selain dari Gakkumdu, ahli dari UBT juga menyatakan bahwa kasus ini tidak memenuhi unsur kesengajaan.
Sebelumnya, dugaan pelanggaran ini ditemukan pengawas pemilu di TPS 19 Jalan Gapensi, Tanjung Selor Ibu Kota Kalimantan Utara (Kaltara) pada 17 April lalu atau saat hari H pemungutan suara Pemilu 2019.
Berdasarkan keterangan awal yang diterima, tiga orang ini dijemput menggunakan sebuah mobil, dan saat diperjalanan menuju TPS tiga orang ini diarahkan untuk memilih salah satu calon tertentu yang kemudian disusul dengan pemberian formulir C-6.
Atas keputusan itu, ketiga pelaku terlepas dari ancaman Pasal 533 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan atau memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan denda paling banyak Rp 18 juta. (iwk/udn)