Minta Barang Malaysia Gunakan Cukai

- Selasa, 14 Mei 2019 | 10:14 WIB

NUNUKAN – Kebutuhan pokok masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia kini mulai dapat teratasi. Meskipun belum signifikan, namun keberadaan produk dalam negeri kini terlihat mendominasi pada produk makanan ringan.

Namun sayangnya, keberadaan produk Malaysia masih menjadi persoalan penting bagi distributor produk dalam negeri di Kabupaten Nunukan saat ini. Sebab, masih ada beberapa barang yang sulit disaingi lantaran persoalan harga. Seperti, minyak goreng, gula pasir, dan beberapa jenis barang lainnya.

Surpervisor PT Bintang Mode Permai Cabang Nunukan Sendi membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, untuk ketersedian barang pihaknya mampu untuk memenuhi. Khususnya kebutuhan makanan ringan dan makanan tambahan. Termasuk minyak makan dan susu. Hanya saja, untuk minyak makan dan gula pasir, pihaknya tidak ingin mengalami kerugian. Sebab, harga minyak makan dan gula pasir di perbatasan ini dikuasa barang Malasysia. “Kami siap bersaing sebenarnya. Tapi, harus adil. Berlakukan cukai kepada barang Malasyia yang masuk ke Nunukan. Mengenai teknisnya, itu terserah pemerintah saja,” kata Sendi kepada media ini.

Menurutnya, dari kualitas barang sangat jauh berbeda. “Produk dalam negeri sangat baik. Mulai dari segi kemasan hingga hal lainnya. Misalnya, untuk jenis minyak goreng. Masa bertahan selama digunakan lebih lama. Artinya, minyaknya dapat digunakan hingga tiga kali namun tetap bersih dan layak. Tapi, kalau harga memang lebih murah dari Malaysia,” akunya.

Namun, jika pemerintah ingin membuat produk dalam negeri berkembang dan juga dinikmati masyarakat di perbatasan, khususnya produk minyak goreng dan gula pasir, maka pemerintah harus memberlakukan cukai untuk barang dari Malaysia tersebut. “Tidak perlu dilarang. Kalau dilarang sama saja mematikan usaha warganya. Tapi, berlakukan cukai sesuai dengan aturan barang impor. Maka, ada rasa adil kalau begitu,” ungkap Sendi menjelaskan.

Terpisah, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perdagangan (Disdag) Nunukan Andi Joni mengaku segera melakukan koordinasi dengan pengambil kebijakan mengenai hal tersebut. Tentunya, harus ada komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait lainnya. “Saran atau keinginan pengusaha produk dalam negeri akan direspons. Kami akan sampaikan ke pimpinan nanti agar ada solusi yang diberikan,” ungkap Andi Joni.

Sebelumnya, Kepala Seksi Prosedur Ketentuan Asal Barang, Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Sri Bimo Adi Yudhoyono yang dikonfirmasi terkait persoalan tersebut mengatakan, selama belum ada penetepan wilayah sebagai pos lintas batas, maka kegiatan perdagangan ekspor –impor di Nunukan berlaku ketentuan umum. Artinya, ketika melakukan impor barang maka aturannya tetap sama yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) atau di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Makanya, diperlukan ketentuan khusus di wilayah perbatasan ini. Salah satunya, keberadaa Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang kini sudah direncanakan pemerintah. “Tapi, kalau untuk sekarang ini, memang termasuk ilegal karena tidak ada aturannya berupa perlakuan khusus sebagai wilayah perbatasan,” kata Sri Bimo Adi Yudhoyono kepada media ini, yang ditemui usai memberikan materi pada kegiatan sosialisasi tentang surat keterangan asal (SKA) di kantor bupati Nunukan kemarin.

Makanya, diperlukan ketentuan khusus di wilayah perbatasan ini. Salah satunya, keberadaa Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang kini sudah direncanakan pemerintah. Namun, untuk untuk sekarang ini, memang termasuk ilegal karena tidak ada aturannya berupa perlakuan khusus sebagai wilayah perbatasan. “Sebenarnya, tidak sulit kalau memang mau impor barang Malaysia ke Nunukan secara legal. Tinggal daftar dan miliki nomor induk perusahaan sudah bisa dilakukan,” ujarnya.

Dikatakan, Pelabuhan Tunon Taka Nunukan ini sudah bisa melakukan ekspor-impor. Hanya saja, pedagang dan pengusaha di Nunukan masih mengandalkan perdagangan tradisional. Padahal, kesiapan sarana dan prasarananya sudah memadai. “Memang perlu sama-sama membangun niat baik masyarakat untuk meningkatkan diri dari yang sekadar pedagang tradisional tanpa dokumen dan perlindungan hukum dari negara sehingga meningkat. Jadi, mereka tercatat, terakreditasi dan tentunya lebih tertib dalam melakukan perdagangan ekspor-impor,” ujarnya.

Sekretaris Dinas Perdagangan (Disdag) Nunukan Hasan Basri Mursali mengungkapkan, pengusaha lintas batas sudah pernah diajak untuk melegalkan usaha yang selama ini dilakukan. Hanya saja, sampai saat ini tidak direspons dengan baik. Persoalan masuknya sembako Malaysia secara ilegal karena adanya kearifan lokal selama ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan lagi. Sebab, kondisi yang terjadi di lapangan sudah jauh berbeda. “Barang Malaysia tidak pernah dilarang masuk ke Indonesia. Yang penting secara resmi. Karena, kalau ilegal, keamanannya diragukan. Dikhawatirkan barang terlarang juga ikut diselundupkan. Dan, hal itu sudah sering terjadi. Utamanya narkoba,” katanya.

Tanggapan masyarakat agar sebelum melarang, pemerintah harus menyiapkan sembako yang lebih baik dan harganya terjangkau, kata Hasan, juga sudah dilakukan. Sejumlah program dilakukan langsung dari pihak kementerian dan didukung Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya, program rumah pangan kita (RPK) dan lainnya. Namun, hal tersebut sulit berkembang lantaran kurangnya dukungan dari masyarakat itu sendiri. “Dari penelusuran di lapangan, selama sembako Malaysia bebas masuk maka produk lokal tidak dapat bersaing. Sebab, warga sudah terbiasa dengan hal itu. Belum lagi persoalan persaingan harga,” ungkapnya.

Salah satu contohnya, sebelum adanya sembako disuplai dari BUMN, harga gula pasir asal Malaysia sekitar Rp 13 ribu per bungkus dengan ukuran 1 kg. Kini, harganya turun. Hanya dibanderol seharga Rp 9 ribu per bungkus. Sementara harga gula pasir produk dalam negeri seharga Rp 12 ribu per bungkus. “Artinya, ada permainan harga yang dilakukan oknum pedagang selama ini,” jelasnya.

Menurutnya, pemerintah daerah tidak pernah melarang barang Malaysia itu masuk ke Indonesia, khsususnya di Kabupaten Nunukan selaku wilayah perbatasan. Hanya saja, sangat diharapakan proses masuknya itu secara resmi. Agar, ada pertanggungjawaban ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari proses perdagangan lintas batas itu.  (oya/ash)

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X