Tiga Tuntutan Buruh Direspons

- Senin, 6 Mei 2019 | 09:32 WIB

TANJUNG SELOR – Diketahui sebelumnya, sejumlah buruh yang tergabung dalam Federasi Buruh Indonesia (FBI) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang menggelar aksi May Day atau Hari Buruh pada Rabu, 1 Mei lalu meminta respons nyata dari pemerintah agar ke depan adanya jaminan kesejahteraan bagi para buruh.

Pasalnya, dinilai sejauh ini banyak buruh yang belum digaji sesuai upah minimum kabupaten (UMK). Kemudian, tidak adanya atau terdaftar ke dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Kesehatan. Selanjutnya, masalah isu nasional yakni permintaan penghapusan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Menyikapi segala tuntutan yang muaranya pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans)Kaltara, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Kaltara, Asnawi mengungkapkan, terkait UMK menurutnya sejauh ini setiap perusahaan yang memperkerjakan buruhnya harusnya sudah mengetahui aturan tersebut. Buruh wajib dibayar sesuai UMK.

Akan tetapi, jika memang ada perusahaaan yang hingga kini belum menerapkan UMK. Maka, pihaknya mempersilakan kepada buruh untuk melaporkannya disertai dengan data-data yang jelas ke Disnakertrans. Dan, selanjutnya hal itu akan ditindaklanjuti pengawas ketenagakerjaan sebagaimana prosedur yang sudah ada.

“Tapi, saya percaya perusahaan sudah paham tentang hak dari karyawannya,” ungkapnya kepada Radar Kaltara saat ditemui usai menjadi narasumber di Respons Kaltara, Kamis (2/5).

Meski, lanjutnya, pihaknya tak menampik bahwa perihal pengawasan yang dilakukannya. Di mana sejauh ini cukup sulit. Tak lain, dikarenakan jumlah pengawas yang dimiliki hanya empat orang. Sedangkan yang harus diawasi sekira 2.300 perusahaan yang terdaftar di Kaltara. Oleh karenanya, memang hal itu dapat dikatakan tidak cukup ideal.

“Dengan segala keterbatasan itu, tentu kami juga ada suatu kendala. Namun, kami tetap akan terus memperjuangkan apa yang menjadi hak dari buruh. Mengapa? Karena buruh ini merupakan mitra kami juga,” ujarnya.

Lebih lanjut, jika bicara mengenai ideal, menurutnya setidaknya ada 35 orang untuk mengawasi perusahaan di lima kabupaten/kota di Kaltara. Sehingga di setiap daerah bisa ditempatkan masing-masing lima orang pengawas.

Dan tugas pengawas sendiri, seperti yang pernah dijelaskan bahwa setiap bulannya harus melakukan pengecekan di setiap perusahaan sebanyak lima perusahaan. Artinya, jika dihitung selama 12 bulan dan dengan empat pengawas pemeriksaan terhadap perusahaan. Maka, hanya dapat dilakukan sekitar 60 perusahaan saja.

“Kondisi itu yang kami alami, sedangkan untuk mencapai kata ideal, berdasarkan struktur yang ada di Disnakertrans perlu membentuk UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dahulu,” jelasnya.

Sementara, mengenai BPJS Ketenagakerjaan ataupun Kesehatan yang belum buruh dapatkan lantaran tak didaftarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Pihaknya dalam hal ini mengatakan, hal itu nantinya akan menjadi catatan dan tentunya akan melibatkan BPJS Ketenagakerjaan  dan Kesehatan.

Tujuannya yaitu untuk mengetahui terlebih dahulu tentang status buruh dalam perusahaan. Apakah, buruh itu memang dalam kategori karyawan tetap, buruh lepas ataupun lainnya. Sebab, ini bisa menjadi suatu masukan olehnya guna tindak lanjut ke depan dalam penindakan ke perusahaan yang dimaksud tersebut.

“Untuk lebih jelasnya mengenai BPJS bisa ke BPJS-nya langsung. Tapi, dari kami untuk segi pengawasan tetap berupaya semaksimal mungkin. Di samping memang aturan dalam memperoleh BPJS ada kriterianya sendiri,” katanya.

Terakhir, mengenai persoalan penghapusan PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Yang mana, dalam aksi buruh itu dianggap PP itu banyak merugikan para buruh mengenai upahnya. Mengingat dalam menentukan upah di setiap daerah dengan bermacam-macam UMP (upah minimum provinsi). Sehingga yang tinggi akan semakin tinggi. Dan itu dianggap sebagai pemutus ruang demokrasi atau ruang berpendapat bagi kaum buruh dalam menentukan upah.

“Dari saya, terkait PP 78 tahun 2015 itu sudah merupakan isu nasional untuk dihapus. Akan tetapi, sepanjang belum ada perubahan sehingga itu tetap berlaku untuk penerapan UMK di tahun 2020 nanti yang akan ditetapkan di bulan November 2019 mendatang,” tuturnya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X