Timses Bertarif Ratusan Juta demi Money Politics

- Rabu, 10 April 2019 | 10:53 WIB

TARAKAN - Semakin dekatnya pergelaran pesta demokrasi atau Pemilu, membuat praktik money politics semakin menjamur. Seperti beberapa pengakuan masyarakat yang menerima uang dari sejumlah oknum caleg baik daerah, pusat, maupun provinsi.

Menelisik perkembangan money politics di masyarakat, yang semakin hari semakin memprihatinkan. Radar Tarakan kembali menemukan pengakuan mengejutkan salah satu timses yang bersedia menerima bayaran ratusan juta untuk memenangkan salah satu caleg atau pun paslon dalam Pemilu.

Ialah Don Juan (46)  -bukan nama sebenarnya salah satu timses caleg mengaku jasanya dalam beberapa Pemilu masih dibutuhkan kandidat tertentu. Menurutnya, money politics masih menjadi senjata paling ampuh untuk meraup suara di masyarakat. Masalah ekonomi merupakan faktor terbesar kesuksesan untuk membeli suara pemilih.

"Saya mendekati orang-orang yang dalam artian kurang mapan dalam segi ekonomi dan kurang dalam pendidikan. Saya dekati terus saya kasih pemahaman soal politik. Kalau dia saya lihat memang bisa diberi arahan, saya data tentang keluarganya, kemudian saya tawarkan uang. Kalau dia mau dirangkul sebagai orang saya," ujarnya,  kemarin (9/4).

Don Juan tidak menyeleksi orang-orang yang ditawarinya. Menurutnya, tidak semua orang dapat menjaga komitmen untuk memberikan suaranya kepada caleg yang diarahkan. Itu didapatnya selama belasan tahun jadi timses.

"Tidak semua orang juga bisa ditawari. Lihat lagi orangnya seperti apa. Dari pekerjaannya, keluarganya, latar belakangnya dan pendidikannya itu harus diperhatikan. Jangan sampai yang kita tawari ini orang pendidikannya tinggi, mengerti politik atau memiliki keuangan yang bagus. Sulit membujuk orang seperti itu. Walaupun dia bersedia belum tentu dia benar-benar komitmen. Ini pengalaman saya selama menjadi timses," ujarnya.

Don Juan mengaku, sudah memiliki sedikitnya 300 pemilih yang ia rangkul dan setia mengikuti arahannya. Karena memiliki suara yang cukup banyak, Don Juan kerap menawarkan ratusan suara tersebut kepada caleg yang bersedia membeli suara. Untuk sekelas DPRD ia mengaku pernah mendapatkan Rp 100 juta rupiah untuk 100 suara. Tarif tersebut di luar pembayaran masing-masing suara yang diberikan satu per satu. Dengan harga yang fantastis tersebut, hal itulah yang membuat ia betah sebagai timses.

"Modal ngomong saja setiap merangkul. Yang penting jaga kepercayaan orang. Kita kasih dia duit, dia kasih kita suara. Kalau 100 orang itu, 100 juta  sebenarnya saya arahkan lebih dari 100 orang. Karena kan setiap Pemilu tidak ada angka yang betul-betul pasti. Pasti ada saja orang yang memilih lain di dalam bilik. Makanya saya arahkan 150 orang untuk milih ini. Jadi walaupun ada yang tidak komitmen paling larinya di angka 115 atau 100 pas suara. Itu sudah melenceng besar itu kalau sampai 1/3 suara meleset. Rp 100 juta itu di luar jatah pemilih kalau untuk pemilih lain lagi. Rp 100 juta ini untuk jasa pengumpul suara," ucapnya.

Meski mengetahui pekerjaannya tersebut tidak dibenarkan, selama perangkat pemerintah masih seperti saat ini, maka selama itu pula money politics akan terus hidup. Menurutnya, jika budaya money politics benar-benar ingin dihilangkan, harus dimulai dengan memperbaiki ekonomi dan kesadaran masyarakat.

"Sekarang begini, percuma KPU mati-matian melarang money politics menjelang Pemilu kalau mental di masyarakat tidak dibenahi. Bagaimana setiap caleg tidak pakai uang, kalau pertanyaan pertama dari warga mau kasih uang berapa. Itu kan sudah jadi budaya dan ditambah lagi sebagian warga sudah kebiasaan. Akhirnya tidak mau memilih siapa-siapa kalau tidak ada uangnya. Mau tidak mau politikus menggunakan uang untuk menyelamatkan suara yang terancam hilang," bebernya.

"Seharusnya bukan pelaku politikusnya saja yang ditindak. Kalau bisa masyarakatnya juga kena. Walaupun ada undang-undangnya tapi kenyataannya selama ini kan yang ditindak dari calegnya saja. Warga yang menerima masih aman. Kalau yang menerima tetap aman, money politics pasti terus berjalan,” urainya.

Dosen hukum Universitas Borneo Yasser Arafat mengungkapkan, berkembangnya money politics disebabkan karena lemahnya undang-undang dalam penindakan pelanggaran Pemilu. Selain itu, sulitnya membuktikan oknum.

"Kalau saya melihat dari pengaturan undang-undang pengaturan Pemilu sendiri dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, kalau bicara mengenai money politics itu ada di Pasal 284. Memang dari pasal ini seakan-akan kurang bisa tegas untuk menindak modus-modus dari money politics. Bicara modus adalah cara, di sini di Pasal 284 sendiri, dikatakan dalam hal terbukti, pelaksana dan tim kampanye Pemilu. Yang menjanjikan atau memberikan uang. Nah biasanya, yang susah untuk dibuktikan, benarkah yang memberikan uang adalah pelaksana dan tim kampanye. Karena biasanya yang memberikan uang itu di luar tim atau pelaksana. Sehingga memang sulit, melakukan penindakan hokum,” ulasnya.

“Kedua, menjanjikan uang sebagai imbalan kepada seseorang secara langsung atau tidak langsung untuk tidak menggunakan atau menggunakan hak pilihnya. Nah niatan tim memberikan uang itu, apakah ada unsur mendorong orang untuk menggunakan hak pilihnya untuk peserta pemilu atau tidak. Nah itu yang sulit dibuktikan," kata Yasser lagi.

Menurutnya, seharusnya pemerintah harus membuat aturan yang lebih luas perihal teknis ciri-ciri praktik politik. Karena menurutnya, saat ini definisi money politics harus benar-benar diperjelas. Sebagai pakar hukum, ia melihat lemahnya undang-undang dalam penindakan pelanggaran Pemilu. Selain itu, sulitnya membuktikan oknum yang diduga menjadi salah satu masalah terbesar yang dihadapi pemerintah.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X