Agen Bantah LPG 3 Kg Langka, Lah Lalu Kemana Hilangnya??

- Rabu, 13 Maret 2019 | 14:50 WIB

NUNUKAN – Keberadaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) sejak beberapa hari terakhir ini kembali langka. Sejumlah warga harus kecewa lantaran tidak bisa mendapatkannya di pangkalan resmi.

Dari pantauan media ini, terlihat beberapa warga dengan menggunakan roda dua (R2) membawa LPG 3 kg kosong untuk ditukarkan. Bahkan, banyak yang bertanya ke setiap pengecer ilegal yang memang memajang LPG 3 kg di toko mereka. Padahal, pengecer ilegal yang selama ini menjual hingga Rp 30 ribu per tabung sebenarnya berharap dari pangkalan resmi.

Direktur PT. Karya Island Flowers, H. Abdullah, salah satu agen LPG 3 Kg yang menyuplai kebutuhan warga di Pulau Sebatik dan Nunukan mengungkapkan, suplai kebutuhan LPG 3 kg memang mengalami keterlambatan. Sebab, keberangkatan kapal pengangkut LPG ke Kota Tarakan terkendala cuaca. Sehingga, saat berlayar melalui jalur sungai yang jaraknya jauh dan memakan waktu. “Memang agak lambat saat ini. Saat ini sedang proses pengangkutan. Paling lambat itu Rabu (hari ini) sudah tiba,” ungkap H. Abdullah kepada media ini saat dikonfirmasi.

Menurutnya, suplai LPG 3 kg ke masyarakat, khususnya warga miskin dan pemilik usaha mikro kecil menengah (UMKM) selama ini telah mencukupi dan tidak ada kelangkaan. Apalagi, pendistribusian ke setiap pangkalan itu menyesuaikan kebutuhan dan kondisi warganya. Hal ini dilakukan agar warga yang berhak mendapatkan LPG subsidi ini tidak terabaikan. “Kalau melihat data, antara kuota dan warga yang berhak, selisihnya jauh. Jadi, kalau hanya terlambat 2 hari saja, saya rasa tidak ada kelangkaan. Kecuali, ada warga yang bukan haknya tapi tetap menggunakan. Itu yang jadi penyebabnya,” bebernya.

Bahar, salah seorang warga yang sempat ditemui media ini mengaku, LPG 3 kg memang sudah tidak tepat sasaran saat ini. Kebanyak orang mampu dan pengusaha besar yang menggunakannya. Padahal, sudah sangat jelas LPG bersubidi dengan harga eceran tertinggi (Het) Rp 16.500 per tabung itu khusus untuk warga kurang mampu. Dan, bagi pedagang yang kategori usaha mikro kecil menengah (UMKM). “Bukan hal yang baru sebenarnya. Apalagi LPG Malaysia sudah terbatas. Banyak orang kaya tiba-tiba merasa miskin lalu pakai yang 3 kg,” ungkapnya.

Bahar mengaku, sebagian warga masih saja belum mau beralih menggunakan LPG 12 kg atau 5,5 kg bright gas. Padahal, LPG milik PT Pertamina tersebut sudah dapat ditemukan di Kabupaten Nunukan. Khususnya di Kecamatan Nunukan dan Nunukan Selatan. Jadi, ketersediaan LPG, ukuran 12 kg dan 5,5 kg bagi masyarakat umum itu sampai saat masih saja ada dan tersedia. Sehingga, jika dikatakan Nunukan terjadi kelangkaan itu tidak benar.  “Saya kadang heran, bahkan tertawa sendiri, masih ada juga orang mampu dan punya mobil pribadi tapi carinya gas LPG 3 kg. Padahal, ada LPG 12 kg dan 5,5 kg,” bebernya. 

Dari penelusuran media ini, warga miskin saat ini memang harus bersaing dengan warga mampu untuk mendapatkan gas melon, sebutan lain LPG 3 kg, tersebut. Bahkan, secara terang-terangan berlomba-lomba mendapatkannya di setiap sub agen atau pangkalan resmi dengan para pengecer yang notabenenya sebagai pedagang LPG subsidi ilegal.

Parahnya lagi, beberapa pangkalan resmi justru berani menjual gas melon tersebut di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan sebesar Rp 16.500 per tabung menjadi Rp 20 ribu per tabung. Karena, harus bersaing mendapatkan dengan para pengecer ilegal, warga miskin dengan terpaksa membeli dengan pengecer ilegal ini seharga Rp 25 hingg 30 ribu per tabung.

Tak ayal, harga yang berselewaran di pengecer akhirnya dimanfaatkan pula bagi sejumlah warga mampu. Bahkan dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) itu sendiri. Baik ASN daerah maupun ASN instansi vertikal. Sebab, harganya sudah melebihi dari harga subdisi.

Sekretaris Dinas Perdagangan (Disdag) Nunukan Hasan Basri Mursali tak menampik informasi yang disampaikan tersebut. Ia mengatakan, gas melon yang sebenarnya menjadi hak warga miskin kini sudah hilang. Sebab, barang subdisi pemerintah yang tujuannya untuk membantu warga miskin justru lebih banyak dinikmati warga mampu. Termasuk usaha kuliner yang bukan termasuk usaha mikro kecil menengah. Seperti restoran dan rumah makan.

“Memang waktu masih kecil usahanya. Masih dimaklumi menggunakan LPG 3 kg 3 tabung. Tapi, sayangnya setelah usahanya meningkat dan semakin besar jumlah pelanggannya, masih betah pakai barang subsidi. Seharunyakan tahu diri,” ungkapnya saat dikonfirmasi persoalan LPG 3 kg yang saat ini belum mendapatkan solusi mengenai penyalurannya.

Hasan mengungkapkan, minimnya pengawasan yang dilakukan selama ini akibatnya kurangnya personel di pihaknya. Sehingga, sangat dibutuhkan satuan tugas (satgas) pengawasan. Selain itu, belum adanya unit pelaksana teknis daerah (UPTD) Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben)  Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) di Kabupaten Nunukan menambahkan lemahnya pengawasan LPG subsidi tersebut. “Pemilik pangkalan juga banyak yang bandel. Meskipun telah ditegur, mereka tetap nekad melakukan pelanggaran. Utamanya soal HET itu. Kalau ada petugas, sesuai aturan. Tapi, kalau tidak ada, semaunya mereka. Bahkan, ada yang sampai sengaja kerja sama dengan pengecer ilegal. Karena, harganya mahal,” bebernya.

Menurutnya, keberadaan LPG 3 kg selama ini sudah sesuai bahkan melebihi warga kurang mampu. Bahkan diberikan kepada pemiliki usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang sedang merintis usaha mereka. Padahal, sudah sangat jelas untuk siapa. Ada tulisannya di tabungnya. Untuk orang miskin. Jadi, yang kaya dan pengusaha itu gunakan LPG 12 kg atau ukuran 5,5 kg yang sudah disiapkan “Yang jadi masalah itu kalau ada orang mampu dan bahkan pengusaha besar tetap menggunakan LPG subsidi. Makanya, selalu kurang,” pungkasnya. (oya/zia)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X