Pembangunan PLBN Mengacu Keputusan di Yogyakarta

- Selasa, 12 Maret 2019 | 15:11 WIB

TANJUNG SELOR – Rencana pembangunan Pos lintas Batas Negara (PLBN) di Sei Manggaris berdasarkan hasil pertemuan Sosek-Malindo Peringkat Negara Sabah/Tingkat Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia pada pertengahan Februari lalu masih terus berproses.

Kepala Biro Pengelola Perbatasan Sekretariat Provinsi (Setprov) Kaltara, Samuel ST Padan mengatakan, untuk kepastian dari pembangunan PLBN di Sei Manggaris itu masih menunggu hasil pertemuan Sosek-Malindo di Jogja yang akan dilakukan pada 25 hingga 29 Maret 2019 nanti. “Kalau sudah disepakati, kami akan usulkan ke pemerintah pusat untuk pembangunannya,” ujar Samuel kepada Radar Kaltara, saat ditemui di Tanjung Selor belum lama ini.

Pihaknya berharap jika sudah disepakati, pembangunannya dapat segera dilaksanakan. Jika perlu dilakukan bersamaan dengan 11 PLBN yang sudah ditetapkan dalam sebuah Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2019. “PLBN ini, kalau Malaysia cepat membangun, tentu kami juga harus cepat melakukan pembangunan,” katanya.

Harapannya, pembangunan tersebut tidak seperti kasus Sei Manggaris–Serudong. Setelah selesai dibangun pos gabungan tersebut di Sei Menggaris oleh Kemenhan, PLBN-nya dipindah ke Long Midang karena Malaysia menolak.

Artinya, rencana tersebut sempat disetop oleh Malaysia. Tapi sekarang dibuka kembali mengingat kepentingan ekonominya sangat tinggi. “Daerah ini bisa jadi perlintasan manusia dan barang dengan intensitas yang cukup tinggi,” jelas Samuel.

Disinggung mengenai perjanjian perdagangan lintas batas Indonesia–Malaysia Border Trade Agreement (BTA) 24 Agustur 1970, belum sampai pembahasan pada Sosek-Malindo lalu. Karena, teknisnya ada di Kementerian Perdagangan (Kemendag). “Pak Gubernur sudah menyampaikan bahwa BTA itu harus direvisi, karena kebutuhan masyarakat di perbatasan itu sudah kompleks. Bukan hanya bahan makanan, tapi juga bahan bangunan dan lainnya,” beber Samuel.

Sebelumnya, Gubernur Kaltara, Irianto Lambrie mengatakan, nilai transaksi sebesar 600 Ringgit Malaysia (RM) setiap kali jalan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi yang ada saat ini. Akibat dari itu, perdagangan ilegal jadi marak terjadi. "Mekanismenya harus diubah. Saat ini, masih dibahas oleh Kementerian Perdagangan. Nilai transaksinya perlu ditingkatkan menjadi 1.000 Dollar atau sekitar 2.000 Ringgit (RM)," kata Irianto.

Mantan Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kalimantan Timur (Kaltim) ini menyebutkan, jika nilai transaksinya dinaikkan, maka secara otomatis barang belanjaan masyarakat kedua negara (Indonesia-Malaysia) bisa lebih banyak. Dan tidak dianggap ilegal karena sudah dilindungi perjanjian antar negara.

Bahkan, Irianto mengatakan, dengan kenaikan transaksi tersebut tentu akan memberi manfaat kepada kedua negara melalui instrumen pajak. Artinya, barang dagang itu memiliki kepastian hukum. "Misalnya ada barang kedaluwarsa dari Malaysia atau dari kita (Indonesia), tentu itu akan susah masuk karena sudah ada pengawasan secara ketat," jelasnya. (iwk/ash)

 

 

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X