Waspada! Predator Anak Mengintai

- Senin, 4 Maret 2019 | 11:29 WIB

TANJUNG SELOR – Dewasa ini, sudah banyak masyarakat yang moralnya terkikis. Akibatnya, tidak sedikit dari mereka gelap mata dan tidak segan-segan melakukan hal yang bertentangan dengan ajaran agama dan hukum di Tanah Air ini.

Seperti kasus pelecehan seksual, misalnya. Para orang tua harus lebih waspada jangan sampai lengah apalagi lalai dalam menjaga dan memantau aktivitas anaknya. Sebab, saat ini para predator anak terus mengintai mangsanya. Jika ada celah, maka para pedofilia latah yang suka tiba-tiba muncul tanpa disangka akan melancarkan perbuatan bejatnya.

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kalimantan Utara (Kaltara), pada tahun 2018 terdapat 109 kasus kekerasan terhadap anak di lima kabupaten/kota yang ada di dalamnya. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 51 kasus. (lihat grafis)

Kepala DP3AP2KB Kaltara, Suryanata mengatakan, untuk tahun ini, ada beberapa laporan yang masuk, namun belum tercatat sehingga belum dapat dipastikan berapa jumlahnya. Namun, upaya penanganan untuk memulihkan psikologi dari anak, tetap terus dilakukan hingga selesai. Meskipun diketahui prosesnya membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

“Tapi kasus itu ditangani oleh kabupaten/kota. Untuk di provinsi, sifatnya hanya menerima rujukan. Sama seperti sistem di rumah sakit, kalau tidak bisa ditangani kabupaten/kota, dirujuk ke provinsi,” ujar Suryanata kepada Radar Kaltara beberapa waktu lalu.

Mantan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltara itu menegaskan, untuk kasus kekerasan terhadap anak itu tidak boleh tidak tertangani dengan serius. Karena, apa yang dialaminya itu pasti akan menghantuinya secara terus menerus hingga ia dewasa. “Tapi sejauh ini alhamdulillah, di kita masih dapat tertangani dengan baik,” katanya.

Pastinya, kasus kekerasan terhadap anak ini beda dengan kasus lainnya. Karena, bisa saja secara fisik dilihat tidak ada masalah, tapi bagaimana dengan mental. Jadi, mental dari anak ini yang harus benar-benar dipastikan pulih kembali.

Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan, Anak, dan Tumbuh Kembang Anak pada DP3AP2KB Bulungan, Tri Endah Prasetyaningsih mengatakan, untuk lebih memfokuskan penanganan masalah kekerasan terhadap anak ini, pihaknya sudah mengusulkan pembentukan Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) PPPA yang diwajibkan oleh Kementerian PPPA.

“Ini merupakan amanat Peraturan Menteri PPPA  nomor 4 tahun 2018 untuk mempertegas peran pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak sebagai urusan wajibnya,” sebutnya.

Sementara itu, kasus-kasus yang ada masih ditangani oleh P2TP2A yang merupakan lembaga masyarakat yang di-SK-kan oleh Bupati. Tapi, dengan belum adanya UPTD PPPA, bukan berarti kasus yang terjadi tidak ditangani. Tapi tetap ditangani secara maksimal.

“Dari Januari (2019) kita sudah buka pintu, meskipun petugasnya juga belum memiliki SK. Ini merupakan sukarelawan, mereka yang ada di P2TP2A itu tidak digaji. Tapi mereka siap mendampingi penyelesaian kasus yang BAP-nya hingga berjam-jam,” ungkapnya.

Untuk saat ini, P2TP2A masih belum memiliki tenaga untuk pemulihan psikis anak. Terutama pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Sementara di tahun ini, pihaknya dikagetkan dengan ada beberapa kasus pelecehan seksual yang melibatkan korban dengan jumlah yang tidak sedikit.

“Untuk menangani ini, kita tentu membutuhkan tenaga yang berkompeten di bidangnya. Selain tim, kita juga membutuhkan konselor. Karena anak-anak korban kekerasan ini tidak hanya fisiknya, tapi psikologisnya yang perlu diobati,” tuturnya.

Dengan belum adanya tenaga konselor, maka dari DP3AP2KB yang menjadi konselor sementara dengan hanya berbekalkan diklat yang diikuti. Sehingga hasilnya juga tentu belum bisa maksimal. Pihaknya mendesak untuk sesegera mungkin dilakukan pembentukan UPTD PPPA ini, karena sifatnya emergency atau darurat. Kasihan korbannya jika tidak segera ditangani secara penuh oleh pemerintah.

Untuk saat ini, beberapa anak yang menjadi korban kekerasan seksual itu merupakan anak sekolah. Jadi sementara masih dititipkan di suatu lembaga pengasuhan yang didalamnya pendidikan dari anak ini tidak ketinggalan. “Intinya, kita akan melakukan penanganan secara maksimal terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual ini,” pungkasnya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X