Soal PTSL, FKKRT Minim Koordinasi

- Senin, 11 Februari 2019 | 09:42 WIB

TARAKAN – Pengurus Forum Komunikasi Ketua Rukun Tetangga (FKKRT) Tarakan pun akhirnya menjadi saksi atas dugaan pungutan liar (pungli) biaya Pendaftaraan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) telah meminta keterangan dari pengurus yang diwakili Sekretaris FKKRT Ihsan, S.Ag.

Usai memberi keterangan, FKKRT merasa perlu membuat sistem koordinasi agar para ketua RT nantinya satu suara dalam setiap kebijakan ketika dihadapkan pada pembiayaan kegiatan di lingkungan masing-masing.

Sekretaris FKKRT Tarakan Ihsan, S.Ag, menerangkan pada biaya yang ditarik sejumlah ketua RT dari warga yang mengajukan permohonan PTSL, tidak mewakili sikap FKKRT. Nilai dia, para ketua RT masih minim koordinasi dalam menentukan kebijakan. Sehingga kerap tidak berjalan selaras satu sama lain.

“Selama ini kan memang kami jarang mengadakan pertemuan. Karena ada beberapa faktor, salah satunya anggaran. Karena saat ini kami tidak mendapatkan anggaran lagi, sehingga FKKRT ini sulit mengadakan pertemuan untuk membahas hal-hal yang seharusnya kami jalankan. Sehingga ketika dihadapkan dengan masalah para ketua RT ini, memilih berdiskusi dengan kelompok kecilnya atau berinisiatif mengambil langkah sendiri. Padahal jika memikirkannya bersama tentu, tentu tidak mudah dikambinghitamkan,” tuturnya, kemarin (9/2).

Ihsan membeberkan jika badan terkait siap memfasilitasi FKKRT dalam upaya membangun koordinasi. “Rencana kami, kalau nanti rapat perwakilan FKRT difasilitasi Ombudsman, setelah itu baru nanti kami rencana undang seluruh RT untuk membicarakan sistem agar tidak lagi seperti ini,” imbuhnya.

Dikatakan Ihsan, jika koordinasi tersebut kembali dihidupkan, tentu banyak rencana dalam memperbaiki cara ketua RT dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Menurutnya, selama ini masih banyak ketua RT yang kurang mengenal warganya sendiri.

“Kami akan membahas tentang bagaimana caranya dalam setiap kegiatan RT itu harus melalui pendekatan dengan warga yang baik. Karena setiap warga itu memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Jangan sampai kalau ada kegiatan yang memungut biaya, maksud baik tapi karena penyampaiannya kurang baik mengakibatkan adanya warga yang merasa dirugikan,” jelasnya.

“Saya pikir, FKKRT ini memerlukan sistem yang mengatur dan mengontrol setiap kebijakan RT dalam kegiatan yang memerlukan pungutan biaya. Kalau sudah urusan uang ini sensitif, jadi perlu ada keputusan bersama supaya teman-teman RT ini tidak mengambil inisiatif sendiri ke depannya. Dan juga harus adanya transparansi laporan anggaran dalam setiap kegiatan,” tambah Ihsan.

Berdasarkan pengalaman, ketua RT harus dituntut dapat melakukan pendekatan persuasif kepada warga. Karena menurutnya dengan menjalin keakraban, kebijakan akan dapat dipahami dengan mudah.

“Sebenarnya menurutnya saya masalah begini itu perlu komunikasi dari hati ke hati. Karena kalau  penyampaiannya jelas, tentu tidak ada warga yang tidak mengerti dan pasti tidak merasa dirugikan. Karena kalau maksud baik itu pasti hasilnya akan baik. Nah mungkin ke depannya kami harus mencari solusinya,” harapnya.

Wiyanto Amdi (56), warga RT 11, Kelurahan Karang Anyar, Tarakan Barat yang mendaftarkan lahannya dalam PTSL, mengungkapkan tidak keberatan dengan tambahan biaya Rp 150 ribu. “Kami sukarela membayar orang yang mengukur itu, kami kasih uang konsumsi untuk mereka beli rokok, makan dan minum. Memang dari pemerintah kan biayanya Rp 250 ribu, tapi kalau kami bayar Rp 250 ribu tidak ada yang mereka pakai buat beli konsumsi, makanya kami tambah Rp 150 ribu,” ungkapnya.

Ia menegaskan, biaya pembayaran tersebut tidak terdapat unsur paksaan atau intervensi apa pun. “Kami membayar memang atas dasar saling mengerti. Tapi kami baru tahu kalau Rp 250 ribu sudah termasuk konsumsi,” katanya.

Kasubag Tata Usaha pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tarakan Masronata Sitanggang yang ditemui beberapa waktu lalu menerangkan, dalam program PTSL terdapat biaya yang harus dibayar pemohon.

“Syaratnya untuk daftar PTSL kan pemohon sertifikat tanah harus menyiapkan kartu keluarga (KK), KTP, bukti hak penguasaan (tanah), materai dan patok. Kalau penyiapan itu semua butuh anggaran, ya dibebankan pada pemohon sertifikat tanah,” bebernya. (lihat grafis)

Ia menegaskan, selama ini pihaknya tidak pernah memungut biaya saat menjalankan program PTSL di luar biaya sebesar Rp 250 ribu sesuai dengan Perwali (Peraturan Wali Kota) Nomor 30/2017.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X