Terkait PTSL, Ombudsman Nilai Ada Permainan Cuci Tangan

- Senin, 11 Februari 2019 | 01:06 WIB

TARAKAN - Bola panas terkait biaya tambahan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) terus bergulir. Setelah memanggil perwakilan Forum Komunikasi Ketua Rukun Tetangga (FKKRT) Tarakan pekan lalu, kini Ombudsman Republik Indonesia (RI) masih mengeker badan yang terlibat.

Kepala perwakilan Ombudsman RI Kaltara Ibramsyah Amirudin

membenarkan adanya pemanggilan beberapa pihak terkait. Meski demikian ia menerangkan pemanggilan tersebut hanya bersifat meminta klarifikasi dari atas kasus yang mencuat.

“Secara kode etik, proses pemeriksaan kan tidak boleh kami publish dulu, tapi pada prinsipnya kami masih meminta klarifikasi dari pihak yang bersangkutan. Dalam kasus ini kita melihat sebenarnya semua badan sudah memiliki anggaran sendiri seperti kelurahan kan sudah ada operasional Rp 250 ribu kemudian BPN sudah punya anggaran untuk PTSL, kalau kami lihat kegiatan ini kan biayanya bersifat kolektif. Kalau kolektif sebenarnya biaya bisa semakin murah,” ujarnya, kemarin (10/2).

Dikatakan, program PTSL tersebut sangat berpotensi adanya permainan nakal pejabat daerah. Hal tersebut dikarenakan tingginya tarif operasional. Menurutnya dalam menjalankan program secara kolektif tentunya dilakukan dengan biaya seefisien mungkin.

“Kalau kami lihat sebenarnya berapa sih biaya operasionalnya semuanya kalau diselesaikan dengan kolektif. Seperti contoh patok, kami juga mau lihat patok itu seperti apa? Standar tidak, sesuai yang ditetapkan takutnya nanti pakai kayu sembarangan. dan juga kalau orang sudah punya patok kan mungkin tidak harus mengeluarkan biaya lagi,” ujarnya.

Ia menerangkan, sepertinya ada pihak yang sengaja menyamarkan aturan tersebut. Sehingga masyarakat tidak memahami secara detail mekanisme proses PTSL tersebut. Menurutnya dengan ketidaktahuan masyarakat terhadap prosedur, sehingga dapat membuka peluang badan tertentu untuk meraup keuntungan.

“Kemarin dari keterangan FKKRT itu, sepertinya gambaran sistem Perwali 30 Tahun 2017 ini dipresepsikan multifungsi. jadinya, ada perkiraan kelurahan membentuk panitia. sementara kalau kita melihat di Perwali tidak ada keharusan membentuk panitia. Seharusnya pemerintah itu pemahamannya satu pintu. Jangan multifungsi jadi masing-masing RT tidak mengambil langkah sendiri-sendiri,” tuturnya.

Menurutnya, seharusnya badan berwenang dapat memberikan informasi secara detail sekaligus pelarangan terkait pungutan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Namun kenyataannya, pihak berwenang memberikan ruang kepada ketua RT untuk memungut biaya tambahan tersebut.

“Sepertinya kami melihat lurah ini ada unsur cuci tangan. Sekarang logikanya begini, RT berani tidak minta biaya di luar Perwali jika tidak ada rambu-rambu. Mungkin kelurahan tidak menyarankan, tapi dengan tidak adanya larangan secara tidak langsung memberikan lampu hijau. Kalau dari kelurahan sebelumnya melarang RT menarik dana di luar Rp 250 ribu, pasti semua RT tidak berani menarik dana,” bebernya.

Dikatakan, dalam kasus ini sepertinya ada pihak yang sengaja mengkambing-hitamkan ketua RT. Padahal, menurutnya RT memiliki badan tertinggi untuk mengeluarkan aturan termasuk pelarangan memungut biaya di luar ketentuan Perwali.

“Kami juga mengerti isi Perwali, itu terdiri dari patok, transportasi, administrasinya. Cuma kami kasihan RT jangan sampai mereka bermaksud ikhlas membantu warganya tetapi mereka jadi bermasalah karena tidak ada kejelasan informasi ini. Seharusnya kan pembinaan teknisnya dari atas-atasnya. Kalau masyarakat tidak merasa keberatan tidak masalah, kalau masyarakatnya ribut kan RT-nya yang kena. Kalau sudah begitu mungkin lurahnya yang cuci tangan. Jadi kami tidak ingin mencari kesalahan di sini, tapi kami ingin mencari solusi supaya program nasional ini dirasa tidak merugikan masyarakat,” imbuhnya.

Saat dikonfirmasi, Lurah Kelurahan Karang Anyar Indrayadi Permana Saputra menjelaskan, jika biaya pengukuran PTSL sebesar Rp 250 ribu tersebut bukan termasuk biaya konsumsi petugas. “Nah yang ini harus diluruskan, kan sudah ada Perwali. Coba dibaca Perwali itu di situ kan tidak ada disebutkan operasional makan (konsumsi). Memang Rp 250 ribu itu biaya  petugas kelurahan dari kelurahan ke BPN tapi tidak untuk konsumsi, nah makanya kami harus tegaskan dulu kalau ada biaya konsumsi berarti kami harus sampaikan. Tapi kan di Perwali tidak ada,” jelasnya.

Ia menerangkan, pihaknya telah menjalankan PTSL sesuai aturan tersebut dan memang pihaknya tidak melihat adanya penganggungan biaya konsumsi dari poin operasional yang ditetapkan. Meski demikian, ia tidak mempermasalahkan adanya dugaan miring yang ditujukan kepada pihaknya. Walau demikian, ia menegaskan jika pihaknya siap mempertangungjawabkan apa yang sudah dijalankan.

“Saya tidak begitu hafal isi Perwali itu, yang jelas kan ada komponen-komponennya ada berapa item di situ. Itulah yang kita pakai sebagai dasar. Seingat saya kalau makan dan minum itu tidak disebutkan dalam Perwali di situ, coba nanti kita sama-sama koreksi di Perwali-nya. Kita memberikan informasi cukup jelas kok,” terangnya. (*/zac/lim)

Halaman:

Editor: kalpos123-Azward Kaltara

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X