Akui Ada Tambahan Biaya

- Jumat, 8 Februari 2019 | 15:27 WIB

TARAKAN - Terkait dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi pada beberapa RT di Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Tarakan Barat menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat terkait pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Ketua RT 11 Maria Kristina saat ditemui awak media ini membenarkan, adanya tambahan biaya dalam pengukuran tanah tersebut. Ia menerangkan biaya tambahan tersebut sebesar Rp 150 ribu. Penambahan biaya tersebut dimaksudkan untuk biaya operasional petugas selama bekerja.

“Sebelum pengukuran, dipanggil lah kami 10 RT itu untuk rapat. Dan informasi dari kelurahan biaya pengukuran itu Rp 250 ribu untuk disetor ke kelurahan. Kemudian kami 10 RT ini berpikir, untuk operasionalnya ini seperti apa di lapangan. Petugas juga butuh konsumsi. Jadi disepakatilah tambahan Rp 150 ribu itu untuk konsumsi petugas,” ujarnya kemarin, (7/2).

Ia menerangkan, biaya tambahan tersebut dikarenakan pihaknya tidak mengetahui jika biaya yang diatur pada Peraturan Wali Kota (Perwali) sebesar Rp 250 ribu, sudah termasuk biaya operasional. Termasuk konsumsi petugas lapangan. Hal tersebut dikarenakan, petugas kelurahan tidak memberikan informasi detail terhadap penggunaan pembayaran tersebut. Sehingga hal tersebut menimbulkan kekeliruan di beberapa RT.

“Saya ini sebenarnya benar-benar tidak tahu kalau Rp 250 ribu itu sudah biaya semuanya. Instruksinya Rp 250 itu untuk disetor ke kelurahan. Jadi kami pikir bagaimana konsumsi operasional di lapangan, makanya ada kesepakatan uang tambahan Rp 150 ribu itu,” tuturnya.

Meski demikian, ia menerangkan jika sejauh ini kelurahan tidak pernah menginstruksikan untuk meminta pungutan lain di luar Rp 250 ribu. Meski demikian, hal tersebut dilakukan beberapa RT di Kelurahan Karang Anyar dilakukan atas kesepakatan bersama.

“Kelurahan tidak menginstruksikan untuk memungut biaya tambahan Rp 150 ribu, kelurahan hanya bilang Rp 250 ribu itu untuk disetor. Kalau ada informasi Rp 250 ribu itu untuk biaya operasional kami tidak akan memungut operasional konsumsi. Kami tahunya Rp 250 ribu ini biaya yang harus dibayar untuk kelurahan saja,” tuturnya.

Meski demikian, ia menerangkan karena besarnya pemberitaan dugaan pungli tersebut, ia sempat menawari warganya untuk mendapatkan kembali uangnya yang berjumlah Rp 150 ribu. Namun, warga pada RT tersebut menolak dengan alasan sukarela.

“Bahkan ada yang mengasih lebih mungkin karena kasihan lihat petugasnya panas-panasan. Bahkan setelah timbul gonjang-ganjing ini. Saya tawari warga untuk membalikan uangnya, tapi banyak yang tidak mau walaupun ada 2 keluarga juga mau. Yang tidak mau, uangnya disimpan di kas RT buat dipakai kerja bakti dan kegiatan lain,” jelasnya.

Sementara itu, seorang warga setempat Wiyanto Amdi (56) mengungkapkan, jika ia tidak keberatan jika adanya biaya tambahan dalam pengukuran tersebut. Menurutnya, biaya tambahan tersebut ditujukan kepada petugas yang bersusah payah melakukan pengukuran.

“Kita sukarela membayar orang yang mengukur itu, kita kasih uang konsumsi untuk mereka beli rokok, makan dan minum. Memang dari pemerintah kan biayanya Rp 250 ribu, tapi kalau kami bayar Rp 250 ribu tidak ada yang mereka pakai buat beli konsumsi makanya kami tambah Rp 150 ribu,” ungkapnya.

Ia menegaskan, biaya pembayaran tersebut tidak terdapat unsur paksaan atau intervensi apapun. Meski demikian, ia tidak mengetahui jika biaya Rp 250 ribu yang diwajibkan kelurahan tersebut sudah merupakan biaya untuk kebutuhan operasional. “Ini sama sekali tanpa paksaan. Tapi kami membayar memang atas dasar saling mengerti. Tapi kami baru tahu kalau Rp 250 ribu sudah termasuk konsumsi,” katanya.

Senada dengan Kopong Saran Korolus (59), warga RT 11 Kelurahan Karang Anyar ini mengatakan, jika ia benar-benar tidak merasa terbebani atas biaya tambahan tersebut. Karena menurutnya biaya tambahan tersebut merupakan hal yang wajar dalam mengapresiasi petugas dalam melakukan pekerjaannya.

“Secara spontan kami tidak keberatan soal biaya Rp 150 ribu yang dimaksud tambahan itu. Kami membayarnya sukarela mereka ini kan kerja. Walaupun biaya Rp 250 sudah ada, tapi kan tidak ada kejelasan informasi, kalau Rp 250 ribunya itu sudah termasuk konsumsi. Sehingga kami mengertilah petugas ini juga butuh minum dan makan,” tuturnya.

Walau begitu, ia mengaku sedikit kecewa karena tidak adanya keterbukaan informasi dari kelurahan terhadap fungsi pembayaran wajib Rp 250 ribu tersebut. “Kalau menurut kami itu tidak ada keterbukaan informasi juga dari kelurahan. Sehingga, RT ini keliru. Tapi kami tidak mempermasalahkan itu, kami juga sudah buat pernyataan tidak keberatan adanya biaya tambahan,” pungkasnya.

Halaman:

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X