NUNUKAN – Hingga kini, siapa penerbit Surat Persetujuan Berlayar (SPB) masih belum jelas. Hal ini membuat kedua pihak dalam hal ini Dishub Nunukan dan Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP) Nunukan dilema dan hanya menunggu keputusan pusat.
Itu diungkapkan Kasi Kepelabuhanan dan Penunjang Keselamatan Pelayaran (Penkespel) Dishub Nunukan Lisman kepada media ini. Ia mengungkapkan pemerintah daerah telah mengirimkan surat ke Direktorat Jendral Perhubungan Laut di Jakarta untuk meminta petunjuk teknis dan penegasan penerbitan SPB tersebut.
Padahl jika merujuk peraturan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008, yang menerbitkan SPB memang adalah Syahbandar. Tetapi, jika merujuk Peraturan Menteri (Permen) Nomor 73 Tahun 2004, kewenanganan penerbitan SPB itu, sudah diserahkan ke pemerintah daerah.
“Jadi kita masih menunggu keputusan dari pusat, siapa sebenarnya yang punya kewenangan penerbitan SPB ini,” terang Lisman
Memang diakuinya saat ini, pihak KSOP hanya menerbitkan pas sungai. Sementara pihaknya menerbitkan surat keselamatan kapal dan SKK sungainya untuk kapal GT 7 ke bawah. Sementara jalur laut, menjadi kewenangan KSOP seluruhnya.
Lisman mengaku sudah mengirim surat ke KSOP mengenai kewenangan penerbitan SPB tersebut. Hanya saja masih menunggu keputusan dari pusat, begitu juga pihak KSOP Nunukan. “Sampai sekarang surat kita belum dibalas maupun ada jawaban dari pusat. Inilah yang masih ditunggu,” tambahnya.
Tentunya imbas dari ketidakjelasan penerbitan SPB, sejak bulan Juli tahun 2018 lalu, seluruh kapal sungai tidak mengantongi SPB. Di khawatirkan terjadi hal yang tidak diingikan, maka penerbitan SPB dihentikan. Meski begitu, pengawasan dan pengamanan tetap dilakukan. “Ya, kalau pemantauan keselamatan sudah jelas tetap dilakukan. Selain itu kami juga memberitahukan kepada juragan kapal jika akan berlayar, utamakan dahulu keselamatannya,” bebernya.
Sebelumnya memang pihak KSOP Nunukan menegaskan punya wewenang mengeluarkan izin pelayaran sejumlah kapal dengan area Nunukan. Hal itu tertuang jelas dalam Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Kewenangan tersebut, berlaku untuk semua jenis dan ukuran kapal yang berlayar di laut khususnya laut area Nunukan. Hanya saja dikarenakan adanya Peraturan Menteri (Permen) Nomor 73 Tahun 2004, membuat pihaknya dilema dan masih menunggu keputusan pusat. (raw/zia)