Pemecah Gelombang Dianggap Bukan Solusi Efektif

- Kamis, 31 Januari 2019 | 13:03 WIB

NUNUKAN – Bibir pantai khusus di dua Kecamatan yakni di Kecamatan Sebatik dan Sebatik Timur, semakin tak terbendung dengan abrasi pantai. Mulai dari Desa Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik Timur, Desa Pada Idi, Desa Sei Manurung dan Desa Tanjung Karang, Kecamatan Sebatik.

Seperti yang disampaikan, Camat Sebatik Mukhlis bahwa untuk abrasi yang terjadi di Kecamatan Sebatik telah lama, bahkan ada dua rumah yang telah roboh akibat longsor di bibir pantai. Penyebab longsor tersebut dari terkikisnya bibir pantai. “Abrasi pantai ini sejak lama terjadi, khusus di Kecamatan Sebatik. Telah ada rumah yang roboh,” kata Mukhlis.

Hampir sebagian bibir pantai di Sebatik terkena abrasi. Bahkan, rumah warga ada yang telah roboh akibat pantai yang semakin terkikis air laut ditambah ombak yang cukup kuat. Warga saat pertama kali membangun rumah, air masih jauh dari sekitar rumah. Namun saat ini telah masuk hingga kolom rumah.

Kondisi pantai yang ada di Sebatik telah berubah total. Pada 2005 lalu pantai masih terlihat pasir putih. Namun saat ini, tak ada lagi pasir yang dapat dilihat. Beberapa warga memilih mencari tempat yang lebih aman. Seperti di Pantai Kayu Angin, dulu masih banyak pohon kayu angin yang berdirih kokoh tapi saat ini hampir habis diterjang ombak besar. Kurang lebih 10 tahun lalu pohon kayu angin masih jauh dari terjangan ombak, tapi semakin lama bibir pantai habis terkikis.

Sementara, Camat Sebatik Timur, Wahyuddin mengatakan, warga yang bermukim di Jalan Pantai Indah, Desa Tankung Aru terkena bencana alam, diakibatkan tinggi gelombang air laut. Karena pada awal 2019 ini air laut mengalami pasang tinggi dan dipengaruhi oleh angin utara yang berhembus sangat kencang. “Banyak kerusakan yang terjadi, akibat gelombang yang cukup tinggi,” kata Wahyuddin.

Dia menjelaskan, beberapa kerusakan akibat abrasi di sepanjang pantai Desa Tanjung Aru, pertama ada rumah warga sebanyak delapan rumah yang rusak, tiang patah dan hanya mengantung saat ini. Jembatan pos marinir mengalami patah pada tiang.  “Perlu ada tindak lanjut dan memprioritaskan anggaran lanjutan pembangunan pemecah gelombang,” ujarnya.

Sementara itu, abrasi pantai perlu ada solusi cepat, sebelum bertambah parah. Sebagian wilayah telah dilakukan penanganan cepat seperti memasang pemecah gelombang serta menanam pohon mangrove di bibir pantai. Namun untuk pemecah gelombang, bukan solusi tepat untuk menangani abrasi pantai. Karena saat ini ada beberapa desa yang telah dibangun pemecah gelombang namun tetap terkena abrasi. Akibat jarak pemecah gelombang dan bibir pantai sangat jauh.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Nunukan, Muhammad Sufyang mengatakan, untuk di Sebatik hingga kini masih bermasalah mengenai abrasi pantai. Walaupun telah ada pemecah gelombang yang dibangun. “Pemecah gelombang ada, tapi tidak berfungsi dengan baik. Karena tetap saja terjadi abrasi pantai,” kata Muhammad Sufyang.

Menurutnya, paling tepat dibangun di Sebatik adalah tembok sepanjang di bibir pantai. Karena yang ada saat ini pemecah gelombang tidak berfungsi dengan baik. Untuk itu, perlu ada penghalang gelombang yang lebih tinggi dibibir pantai. Pemecah gelombang yang ada saat ini, kemungkinan sangat jauh dipasang di luar pantai. Sehingga ada gelombang besar tetap tidak tertahan, sehingga menyebabkan pantai rusak. Bukan hanya itu, pasir pantai kini semakin lama habis. “Jika dipasang pemecah gelombang, tidak akan ada lagi pasir. Karena setelah pemecah gelombang pasti berlumpur,” ujarnya.

Sementara Prakirawan Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Nunukan, Taufik mengatakan, terkait abrasi di Sebatik tidak dapat langsung divonis akibat gelombang laut. Abrasi itu lebih dikenal dengan erosi pantai. Banyak faktor yang menyebabkan terjadi abrasi pantai. “Seperti faktor cuaca dan iklim. Namun perlu pengkajian lebih lanjut untuk di wilayah bibir pantai di Sebatik,” kata Taufik.

Menurutnya, perubahan kondisi di bibir pantai atau terjadi kemiringan lahan sekitar pantai harus dikaji terlebih dahulu. Topografi wilayah Sebatik, kesimbangan ekosistem pasti saling terkait. Karena sangat banyak lahan yang beralih fungsi.

Seperti lahan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Salah satu dapat memicu kondisi tanah sekitar dan dapat memudahkan terjadi abrasi. Sedangkan untuk masalah gelombang yang kerap berubah seperti ketinggian gelombang.

Terpisah, Bupati Nunukan, Hj. Asmin Laura telah melayangkan surat ke Menteri Desa PDT, bahwa kondisi pesisir pantai yang sangat rawan terjadi bencana alam seperti abrasi pantai. Seperti yang terjadi di Desa Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik. “Kabupaten Nunukan termasuk salah satu kabupaten dengan wilayah resiko tinggi terhadap bencana,” kata Hj. Asmin Laura.

Untuk itu, telah disampaikan usulan pembangunan fisik penahan abrasi pantai di wilayah Kecamatan Sebatik Timur, dengan beban dana dari pemerintah pusat. Melelaui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmingrasi. (nal/fly)

 

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X