NUNUKAN - Kondisi Pasar Sentral Inhutani pasca kebakaran yang menghabiskan seluruh pasar pada Juni 2015, hingga saat ini belum diperbaiki Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan.
Alhasil, pedagang secara swadaya memperbaiki bekas kebakaran agar dapat digunakan. Sebab, jika tidak pasar yang menjadi tempat distributor bahan sembako dan rempah-rempah ini akan lenyap. Berbekal dana urunan dari para pedagang, atap dan tiang-tiang yang sudah terbakar digantikan. Dibangun seadanya dengan harapan ada bantuan dari pemerintah daerah.
Namun, semuanya itu hanya harapan. Sebab, hingga saat ini status lahan masih tetap milik PT Inhutani. Pemerintah daerah tidak dapat berbuat banyak. Walaupun, ketika menjelang pemilihan umum (pemilu) baik pemilu kepada daerah maupun anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) sudah sering dijanjikan untuk diperhatikan. Bahkan, mengusahakan adanya anggaran perbaikan. “Sepertinya sudah dilupakan Pasar Inhutani ini. Tidak ada lagi yang janji-janji. Atau mungkin kalau dekat hari pemilu baru ada,” ujar Yanti, salah seorang pedagang di Pasar Inhutani kepada media ini kemarin (29/1).
Ia mengatakan, status lahan menjadi alasan bantuan pembangunan tidak diberikan. Padahal, yang diharapkan dapat menyelesaikan kendala itu pemerintah itu juga. Sehingga, tak ada alasan bagi pemerintah jika memang niatnya ingin membantu masyarakatnya. Padahal, selama ini warga di Inhutani sudah cukup membantu. Salah satunya, menuruti kemauan pemerintah agar tidak membangun secara permanen. “Kalaupun memang harus disewa, kami siap menyewanya. Asalkan, jelas perbaikannya. Tapi ini tidak. Walaupun saat ini kami masih menggunakan secara gratis. Tapi, yang diharapkan itu pemerintah dan wakil rakyat dapat memperjuangkannya,” bebernya.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Perdagangan (Disdag) Nunukan, Andy Ariyanto mengatakan, pemerintah sampai saat ini sudah berusaha. Namun, ketatnya aturan mengenai aset pemerintah akhirnya tak dapat berbuat banyak.
“Kalau soal dana bantuan, kami bisa mencarikannya. Hanya saja, syaratnya yang sulit dipenuhi. Lahan yang ingin dibangun harus milik daerah. Sementara itu milik Inhutani. Jadi, tidak bisa,” jelasnya kepada media ini.
Tak hanya bantuan dari APBN saja. Demikian juga dengan APBD. Syaratnya kepemilikan lahan tak dapat dipenuhi. Sudah berbagai upaya dilakukan. Termasuk membicarakan mengenai penghapusan aset dan usulan dihibahkan. Tapi, semuanya tidak terwujud.
“Sampai saat ini memang masih terus dibahas dan dicarikan solusinya. Semoga saja dapat solusi dan selasai. Pedagang akhirnya memiliki tempat yang sudah memadai. Khususnya Pasar Inhutani itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Manajer PT Inhutani I Unit Manajemen Hutan Kunyit Kantor Nunukan, Nurdin Baso mengatakan, aset berupa lahan yang dimiliki telah pembaruan sertifikat di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Awalnya hanya satu sertifikat, setelah diperbarui menjadi banyak. Sebab, dipecah menjadi beberapa sertifikat berdasarkan lokasi yang ditempati. “Ada 23 sertifikat. Termasuk sertifikat lahan yang ditempati Pasar Sentral Inhutani itu,” kata Nurdin yang ditemui di ruang kerjanya kemarin.
Disebutkan, aset yang dimiliki berupa tanah dan bangunan di Pulau Nunukan itu berbentuk Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 271.000 meter persegi. Sebagian besar lahannya dimanfaatkan masyarakat dan digunakan untuk kepentingan umum sejak 1970 silam. “Pemerintah daerah memiliki peluang mendapatkan lahan PT Inhutani ini, tapi tidak dalam bentuk hibah. Hanya dalam bentuk jual beli. Karena, untuk hibah tidak boleh,” ungkapnya.
Dikatakan, untuk lahan yang digunakan Pasar Sentral Inhutani, memang masih status pinjam pakai. Tapi, pihaknya berharap pemerintah daerah dapat membelinya. Apalagi jika ada pelepasan aset. Maka pemerintah daerah yang mendapatkannya. Hal itu dapat saja dilakukan asalkan ada persetujuan dari pemegang saham, direksi dan menteri BUMN. Namun, pihaknya masih menunggu. “Sampai sekarang ini belum ada pembicaraan pemerintah daerah soal pembelian lahan yang ditempati Pasar Sentral Inhutani itu lagi,” pungkasnya. (oya/ana)