TARAKAN – Para terdakwa dugaan korupsi pengadaan bahan ajar (hanjar) Program Sarjana Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) FKIP Universitas Borneo Tarakan membantah adanya dokumen pertanggungjawaban fiktif yang dibuat oleh ketiganya. Dalam sidang yang berlangsung pekan lalu itu, terdakwa menjadi saksi terhadap untuk masing-masing terdakwa.
Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan, Rachmad Vidianto melalui Kasi Pidana Khusus, Tohom Hasiholan menerangkan, dalam keterangan Yansar yang mengakui ia hanya mengikuti perintah dari Herdiansyah. Sementara, Herdiansyah yang merupakan Dekan FKIP saat itu membantah keterangan Yansar.
“Dia dapat perintah saja dan mengatakan dokumen yang ia tandatangan diketahui ia berperan sebagai pemesan terhadap pihak ketiga. Namun fakta sebenarnya, tidak ada pemesanan barang dan tidak ada barang yang diterima,” beber Tohom.
Ditambahkan Tohom, terdakwa Yansar juga sempat menolak menandatangani dokumen pertanggungjawaban atas pemesanan barang yang ia tanda tangan sebelumnya. Saat itu Yansar khawatir apabila ia tanda tangan laporan pertanggungjawaban dan muncul masalah jika dana tetap dicairkan. “Akhirnya terdakwa Yansar menandatangani dokumen itu karena dipanggil langsung oleh Herdiansyah selaku dekan saat itu,” bebernya.
Kemudian akhir Desember 2013, dana penggandaan hanjar pun cair dan Herdiansyah meminjam sebanyak Rp 100 juta. Sementara itu, pengakuan terdakwa Aji Wiweko, selama penggandaan hanjar tersebut ia hanya berkomunikasi dengan Riska, selaku staff bagian umum FKIP UBT. Diketahui Riska meminta Aji Wiweko menandatangani dokumen tersebut pada akhir 2013 juga. Dalam pengakuan Riska, saat dimintai tanda tangan, terdakwa Aji tidak membaca dengan telita isi dari dokumen tersebut dan langsung saja tangan tangan. “Disebutkan Riska juga bahwa akan ada pencairan dana Rp 300 juta untuk penggandaan hanjar sekitar 7.000 eksemplar,” bebernya.
Terdakwa Aji pun menerima uang Rp 50 juta dari Riska pada April 2014 lalu, untuk mengerjakan penjilidan sesuai nilai tersebut. Lalu pada Juni 2014, diserahkan uang patungan Rp 75 juta untuk menyambung penggandaan hanjar hingga sekitar 3.100 rangkap.
Terhadap keterangan terdakwa Herdiansyah, Tohom mengakui Herdiansyah selalu memberikan keterangan yang terbelit-belit. Kemudian dalam pengakuannya Herdiansyah merasa tidak pernah menyuruh Wiwit membuat dokumen pertanggungjawaban. “Dari pengakuan saksi Wiwit dan Yansar terhadap terdakwa Herdiansyah, mereka hanya disuruh oleh Herdiansyah.Tapi itu bantah oleh Herdiansyah dan ia tidak pernah menyuruh Yansar ke ruangannya untuk menandatangani dokumen,” ungkapnya.
Bantahan Herdiansyah, soal dokumen yang ditandatangani di tahun 2012 dan 2013 juga berbeda dengan pengakuan Wiwit dan Yansar bahwa dokumen ditandatangani Desember 2013. Selain itu, Herdiansyah-lah yang pertama menandatangani dokumen, seharusnya Yansar dulu selaku Ketua PSKGJ. (zar/ash)